11.35
Dalam perjalanan kembali menuju pondok, Dean sempat berhenti di depan tikungan jalur yang mengarah langsung pada gerbang besi setinggi tiga meter itu. Ia berdiri mematung memandangi gerbang itu untuk waktu yang lama. Bree sudah berjalan jauh di depan - mungkin, wanita itu sudah sampai di pondok sejak tadi. Namun, Dean tidak berniat untuk menyusulnya dengan cepat. Ketika ia mengatakan bahwa ia membutuhkan sedikit waktu untuk menyendiri, Dean tahu bahwa ia benar-benar membutuhkannya.
Jadi sepertinya itu adalah waktunya.
Dean melangkah mendekati gerbang meskipun seharusnya ia tidak pergi kesana. Sekujur tubuhnya waspada dan ia sepenuhnya sadar saat mendekati gerbang itu. Tidak ada salahnya jika melihat gerbang itu lebih dekat. Dean mengingatkan dirinya untuk tidak melangkah lebih jauh dari beberapa meter saja - dan beberapa meter artinya bisa berapa saja.
Bagus, sekarang kau cari masalah.
Dean menatap ke sekelilingnya. Tubuhnya masih waspada. Nalurinya mengatakan bahwa seseorang masih memata-matainya. Namun sejauh itu tidak ada siapapun yang bekeliaran disana. Hutan sehening kelihatannya.
Ketika sampai persis di depan pagar besi itu, Dean mengernyitkan dahi setelah melihat permukaan besinya yang sudah berubah warna dan berkarat. Pagar besi itu menguarkan aroma yang tajam karena lapuk di makan usia. Sementara papan kayu peringatannya juga hampir patah akibat cuaca ekstrem disana. Dean dapat membayangkannya: hujan yang deras mengguyur pepohonan tinggi dan membasahi setiap sudut tempat di dalam hutan, ditambah lagi petir yang mengamuk dan angin badai. Ia pernah mendengar kalau hujan badai dapat terasa berkali-kali lipat lebih mengerikan ketika seseorang berada di puncak gunung. Hal itu tidak perlu diragunakan lagi.
Dengan berhati-hati, Dean menyentuh pagar itu kemudian mendorongnya. Tidak bisa. Pagar sepenuhnya terkunci dan ia baru menyadari ada rantai panjang yang melilit pagar itu. Rantainya digembok dan entah siapa yang memiliki gemboknya. Tapi Dean tidak berhenti sampai disana. Rasa penasaran memintanya untuk mengitari pagar itu. Di belakang semak-semak tinggi ada celah sempit yang hanya ditutupi oleh kawat. Bagian itu jelas merupakan bagian pagar yang sudah rusak, kemudian seseorang berusaha menutupinya menggunakan kawat, tapi kawat itu juga hampir rusak, bagian bawahnya sedikit terbuka. Pikir Dean pasti ulah hewan liar seperti babi hutan atau anjing. Dean bisa saja masuk melewati pagar kawat itu, tapi celahnya masih sangat sempit dan ia membutuhkan perkakas khusus untuk membukanya. Jadi sepertinya ia memang tidak ditakdirkan untuk masuk.
Akhirnya Dean hanya menyingkirkan sulur-sulur tanaman liar yang menutupi pagar untuk dapat mengintip ke dalam. Sulur tanaman itu tumbuh lebat disana sehingga butuh waktu lama untuk menyingkirkannya. Tapi melalui celah sempit yang terbuka, Dean dapat melihat belasan - mungkin puluhan gundukan tanah yang berbaris rapi. Ada papan kayu kecil yang ditancapkan pada masing-masing permukaan gundukan itu. Papan itu diukir dengan simbol-simbol yang sama dan sebuah kata dalam bahasa asing bertuliskan: Joar, miursah de aimas.
Apa artinya?
Dean menatap pada papan lain kemudian sadar kalau tiap papan memperlihatkan tulisan yang sama. Kalau Bree ada disana Dean akan langsung bertanya apa artinya. Namun apa yang disaksikannya merupakan sebuah keanehan lain yang tidak dapat ia utarakan begitu saja. Makam di tengah hutan mungkin bukan hal yang lazim, tapi simbol-simbol itu dan tulisan pada papannya adalah sesuatu yang aneh. Selain itu, jika makam sudah berada disana untuk waktu yang lama, seharusnya tanahnya sudah mengering dan rata, bukannya membentuk gundukan basah yang sepertinya masih baru.
Mengikuti insting alaminya, Dean mengangkat ponsel dan memotret makam itu melalui celah sempit di pagar.
"Dilarang masuk!"
Peringatan itu datangnya dari belakang. Dean tersentak kaget hingga nyaris menjatuhkan ponselnya. Ia membalikkan badan dengan cepat untuk melihat seorang wanita tua berkulit hitam yang membawa seekor anjing di satu lengannya, sedang menatap Dean dengan kedua mata membeliak marah. Wanita itu tampak tidak senang dan ketika ia membuka mulut untuk berbicara, sederet gigi yang sudah menguning terlihat. Suaranya serak dan kalimat yang keluar dari mulutnya diucapkan dalam bahasa asing.
Ekor hitam anjing itu bergerak-gerak dengan gelisah di pundak tuannya. Dean mengamati sepasang mata hitam yang sedang menyipit ke arahnya berusaha memberinya peringatan, hanya saja ia tidak dapat menangkap maksud dari peringatan itu.
"Maaf, aku tidak mengerti apa yang kau katakan?"
"Dilarang masuk!" wanita tua itu kembali menegaskan. Rambut putih yang hanya tersisa sedikit memperlihatkan kulit kepalanya yang perontolan. Ada bekas luka memerah yang terlihat disana. Seperti luka bakar. Kulit wajahnya yang keriput tampak mengendur. Dean memperkirakan usianya sekitar tujuh puluh sampai delapan puluh tahun.
"Ya, aku melihatnya.."
"Dilarang masuk!"
Dean menyipitkan kedua matanya. Wanita itu terus mengulangi kalimat yang sama seperti sedang berusaha mengusir anjing liar yang memasuki kawasannya. Perlahan, Dean melangkah mundur, kemudian berbalik pergi meninggalkan pagar itu. Ketika ia sudah berjalan puluhan meter jauhnya, wanita itu masih berdiri disana, mengawasinya pergi sampai Dean tidak terlihat lagi.
Aneh, pikirnya. Ia menatap kembali hasil gambar pada layar ponsel itu, sedikit buram, tapi simbol dan tulisan pada papan di atas makamnya masih terlihat jelas. Dean langsung mengirimkan gambar itu ke nomor Nikki kemudian ia mengetikkan pesan dengan cepat:
Sam akan terkejut melihat ini, tapi benar-benar ada makam di dalam hutan. Nikki, kau ahli sejarah, bukan? Apa kau bisa membaca simbol ini? Apa maksudnya?
Dean menekan tombol kirim tanpa berpikir ulang, meskipun seharusnya ia menghubungi Kate dan bukannya Nikki. Kate seorang polisi dan dia mungkin memiliki sejumlah laporan yang cukup berarti tentang tempat itu. Alih-alih menghapus pesannya, Dean membiarkan pesan itu menggantung begitu saja - menunggu sinyal untuk dapat terkirim ke ponsel Nikki.
KAMU SEDANG MEMBACA
FORBIDDEN PLACE (COMPLETE)
Mystery / ThrillerDemi melupakan masalah pernikahannya yang kandas bersama Nikki, Dean Hodges pergi ke desa terpencil di kawasan pegunungan untuk menggelar pesta pertunangannya dengan Bree, wanita yang dikenalnya selama kurang dari dua bulan. Tapi sejak hari pertama...