___
Jangan lupa ngaji dan shalawat Nabi🤍
Tetap jaga iman dan imun🤍Happy Reading!
***
Pagi itu, Naya berdiri di depan kelas 10 dengan senyum hangat yang selalu menjadi ciri khasnya. Sebagai guru Geografi, Naya tidak hanya bertugas menyampaikan materi, tetapi juga menyalakan semangat di hati para murid. Ia memulai dengan sapaan penuh keakraban yang membuat suasana kelas seketika mencair.
"Selamat pagi, anak-anak. Sudah siap belajar Geografi hari ini?" tanya Naya sambil menatap wajah-wajah ceria di hadapannya.
Namun, hari itu Naya ingin menghidupkan kelas dengan cara yang berbeda. Ia menggagas sebuah permainan sederhana untuk menyuntikkan semangat bagi para murid.
"Baik, sebelum kita mulai belajar, ibu punya permainan untuk kalian. Tapi, semuanya harus berdiri dulu, ya," ujar Naya sambil memberi isyarat dengan tangan. Para siswa pun berdiri dengan antusias, beberapa di antaranya bahkan tampak menebak-nebak permainan yang akan diberikan gurunya tersebut.
"Ibu jelaskan dulu aturannya. Kalau ada yang belum paham, boleh langsung tanya, ya." Senyum Naya mengembang, menciptakan suasana yang hangat di kelas.
"Jadi begini, kalau ada yang salah menjawab, hukumannya adalah harus menjelaskan materi sebelumnya di depan kelas. Setuju?" tanya Naya sambil menatap para siswa yang tampak sibuk berbisik.
"Yang lain aja, Bu. Nyanyi gitu," celetuk seorang siswa dari barisan tengah.
"Aerobik juga bisa, Bu, selain menjelaskan materi kemarin," sambar yang lain, membuat suasana semakin riuh.
Seorang siswa bernama Danis tiba-tiba mengangkat tangan. "Bu, saya rela kayang deh, asal gak harus jelasin materi."
Tawa memenuhi ruangan, dan seorang siswa perempuan ikut menimpali, "Bu, hukumannya goyang dombret aja biar seru!"
Mela, siswa yang duduk di dekat jendela, mencoba menawarkan alternatif. "Kalau aku pilih dance aja, Bu, daripada jelasin materi."
Namun, yang paling mengejutkan adalah Intan, yang dengan polosnya berkata, "Aku pilih Reyhan aja, Bu, karena Reyhan baik."
Seisi kelas meledak dalam gelak tawa, termasuk Naya. Ia menggeleng sambil menahan senyum, menyadari betapa uniknya setiap anak di kelas ini. Meskipun penuh candaan, Naya tahu bahwa di balik canda mereka tersimpan potensi besar yang siap ia bentuk dengan sabar dan penuh kasih.
"Gak bisa dong. Ini udah ketentuan dari ibu. Nanti, kalau ada yang salah maju ke depan jelasin materi sebelumnya. Gak perlu menjelaskan secara detail, asal kalian ngerti."
"Oke deh, Bu." Akhirnya, mereka pasrah membuat Naya tersenyum dengan lebar.
"Permainannya gampang kok. Kalian jangan ikutin apa yang ibu bilang, tapi kalian harus ikutin apa yang ibu peragakan. Kita coba dulu, ya."
"Pegang mulut!"
Spontan, Naya memegang kepalanya. Namun, pemandangan di depan kelas membuatnya menahan tawa. Para muridnya tampak kebingungan. Ada yang benar-benar memegang mulut, ada juga yang memegang kepala, bahkan beberapa hanya diam mematung.
"Eh, pegang kepala, Dodol! Bukan malah mulut!" ucap salah satu murid, memecah keheningan dengan nada setengah menggerutu.
Yang lain segera menimpali, "Tapi tadi Bu Naya bilang pegang mulut, bukan kepala!"
Mendengar celotehan itu, Naya terkekeh kecil. "Dengar, ya, yang ibu maksud adalah kalian harus ikuti gerakan yang ibu peragakan, bukan kata-kata yang Ibu ucapkan."

KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Hati Braga (END)
RomanceBraga Pratama Athaya tenggelam dalam jurang patah hati setelah hubungannya dengan Amelia Syakira kandas. Perasaan yang hancur membuatnya mengidap gangguan kecemasan. Di tengah kekelaman itu, hadir sosok Naya Ayura Ningtyas, seorang wanita yang memb...