14. Petaka

18 6 2
                                    

Motor Ryano melaju cepat hingga sekitar 100 meter lagi, motor itu akan tiba lebih dulu pada garis finish akhir. Ryano bahkan juga bisa mendengarkan teriakan Mark dan teman-temannya bersorak menyambut dirinya yang akan menjadi pemenang.

Tapi bukan Alex namanya kalau menerima kekalahan dengan cara yang waras. Tidak ada yang tahu beberapa komplotan Alex mulai membuat kericuhan disana ketika ia hendak mendekati garis finish. Orang-orang sialan itu tiba-tiba menyerang Mark dan teman-temannya, otomatis keadaan yang kondusif  berubah menjadi kacau.

 Ryano menatap kejadian itu dari kejauhan seketika mengumpat, bahkan siapa yang menduga Ryano yang tak sadar kehilangan konsentrasi pada laju motornya mengakibatkan Alex tahu-tahu menyusulnya, dan dengan sintingnya menendang motornya.

NGIIITT!!!!

BRAAAK!



Motor milik Ryano yang berada dalam kecepatan diatas rata-rata, lantas kehilangan keseimbangan, membuat Ryano panik dan alhasil membuat motor itu menabrak pembatas jalan, menghasilkan Ryano yang turut roboh bersama motornya.

Ryano dapat merasakan sakit pada tubuhnya yang ikut terpelanting, dan kaki kanannya yang kini menimpa motor besarnya.

“Argh!” desisnya kesakitan.

“Mampus lo!!” umpat Alex berhenti menertawakan nasib sial yang menimpa Ryano.

“Bangsat!!!!” umpat Ryano tertahan, kedua matanya memicing tajam pada Alex yang ingin menyalakan motornya, bersegera melarikan diri dari kericuhan yang telah diperbuatnya.

Bodoh! Jika Alex tidak mengenal Ryano. Pemuda itu tahu-tahu mengambil batu yang berukuran besar dekatnya, melemparnya tepat mengenai sasaran. Tepatnya mengenai kepala Alex yang dilapisi Helm, membuat si pengendara terjatuh persis sepertinya.


BRAAAK!!!

“HAHA MAMPUS LO!” Teriak Ryano membalikan keadaan tertawa melihat nasib Alex.

Ryano tersenyum culas lantas membuka helm yang masih terpakai, dengan sekuat tenaga ia mengangkat motor besarnya yang menimpa dirinya. Ia sedikit merintih, walau bukan berarti ia adalah sosok pria yang lemah.

Ryano berusaha berdiri tegak setelah menyingkirkan motornya. Dengan langkah terseok, ia yakin bahwa kakinya dalam kondisi tidak baik-baik saja setelah jatuh dan tertimpa motor. Namun melihat musuh bebuyutannya tergeletak diaspal tanpa bergerak, tak membuat ekspresi dinginnya memudar.

“Woi? Mati lo?!” ketus Ryano berjongkok menatap Alex yang tekapar dihadapannya. “Woi!” panggilnya lagi kini mendorong kepala yang berbalut helm itu.

“Lemah lo! Baru dilempar batu aja udah koit!” sentak Ryano, walau ntah mengapa ia sedikit khawatir jika Alex mati, bisa-bisa ia masuk penjara diusia muda.

“Woi!” kali ini Ryano mengetuk kaca helm itu, hingga kemudian membuka kaca helm itu kasar. Ryano mendecih melihat Alex yang malah memejamkan matanya menahan meringis.

“Masih hidup lo rupanya.” Ryano berujar santai hingga tanpa aba-aba ia menarik kerah baju Alex, membuat pemuda itu terangkat pasrah.

“Gue gak mau ngotorin tangan gue sebenarnya! Tapi yang namanya laki-laki, wajib pake kekerasan kalau udah darurat! Anggap aja ini darurat!”

Ryano lantas bangkit melepaskan Alex, kemudian mengangkat motor yang menimpa Alex yang seketika menimbulkan desisan ringis dari Alex.

“Jangan salah paham bro!” lanjut Ryano, hingga sedetik kemudian tanpa belas kasihan ia malah berdiri enteng dan menginjak kaki Alex yang tertimpa motor itu membuat si pemilik kaki berteriak sekencang-kencangnya.

Is Still Just?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang