Part 44. || Matilah Kau

17 4 0
                                    


Kesenangan yang didapat Jessica menjadi akhir dari segala kebahagiaan yang ia dapatkan selama ini. Baru saja ia membuka mata, menikmati indahnya sinar mentari pagi ini. Ia mendapatkan suara-suara gemerisik di luar kamarnya. Jessica yang awalnya merasa malas untuk bangkit dan menemui siapa seseorang yang telah membuat suasana pagi harti ini rusak. Alhasil, mau tak mau Jessica bangkit dan turun ke bawah.

"Ada apa, ya? Kok banyak polisi dateng ke rumah saya, ada perlu apa, Pak?" 

Mama dan papanya Jessica yang pertama kali membuka pintu. Sedangkan, Jessica masih berada di atas dan asik rebahan santai di balik selimut. 

"Kami dari pihak kepolisian ingin melakukan penangkapan kepada saudari Jessica Mishell karena beliau diduga sebagai pelaku tabrak lari atas korban yang bernama Trimo Indra Gunawan, putra dari Samuel Gunawan," jelas Sang Komandan Polisi.

"Apa. Tabrak lari? Ini pasti nggak mungkin, ya! Anak saya nggak mungkin melakukan itu, Pak." 

Mamanya Jessica berusaha membela putrinya, tetapi semua bukti sudah mengarah pada perempuan itu. Sama halnya dengan mamanya, pria paruh baya yang saat ini tengah membuka surat penangkapan Jessica pun seakan tak percaya pada apa yang dilakukan anaknya.

"Tolong Bapak teliti lagi dan mana mungkin anak saya sejahat itu, sih?" 

Setiap perbuatan yang telah dia lakukan, ia harus mendapatkan balasannya. Dan sekarang Jessica tersentak saat ia menuruni anak tangga terakhir, mendapati beberapa polisi dan kedua orang tuanya ribut di depan sana. Tak hanya melihat polisi dan kedua orang tuanya, mami papinya Keisya pun ada di sana bersama polisi.

'Gawat. Mereka kayaknya beneran mau nangkap aku, deh. Aduhh, ini nggak bisa kayaknya ngelak lagi. Huft, oke tenang Jes, tenang. Nggak boleh sampai tertangkap dan kamu … harus kabur!' batinnya.

Orang ketika enggan untuk ditangkap, lalu memutuskan untuk melarikan diri. Mereka akan pergi secara diam-diam dan tidak akan melakukan hal lain lagi selain ia pergi dari rumah tanpa membuat kegaduhan seperti yang sekarang Jessica lakukan.

"Satu …. Dua … Tiga!!! Kabur!!!" teriak Jessica memecah keheningan.

Alhasil, dengan tingkah Jessica seperti itu justru membuat dirinya akan kesulitan melarikan diri atau bahkan bisa saja polisi memberi tembakan peringatan supaya Jessica terhenti.

"Anaknya kabur, Pak. Cepat kejar perempuan pembunuh itu, ayo!" titah Geisya—maminya Keisya 

"Nggak! Jangan tangkap anak saya, jangan!"

Mamanya Jessica histeris kala beberapa polisi dan kedua mertua dari korban mengejar-ngejar putrinya. Sementara itu, Jessica yang masih mengenakan piyama memasuki kamarnya dan mengunci pintu rapat-rapat.

'Bentar-bentar. Harusnya tadi aku nggak teriak, kan, ya? Kalau teriak mereka pasti kejar dan nggak akan biarin aku lolos. Huft, dasar dodol!' umpatnya, sekarang ia kelimpungan sendiri  di dalam kamar.

"Aku harus telepon Sandi! Aku harus minta bantuan sama dia," ucapnya memutuskan.

Seseorang yang ia harapkan sulit Jessica hubungi. Bahkan bisa dibilang orang itu seperti menghilang bak di telan bumi dalam waktu sesaat. Padahal Jessica yakini semalam ia dan anak buahnya masih berhubungan membahas kelanjutan rencahanya. Namun, ke manakah ia sekarang? Di mana orang yang telah membantu dirinya melakukan rencana itu?

"Mbak! Buka pintunya, Mbak." 

"Dasar perempuan jahan*** kamu, Jes! Orang sepertimu tak hanya cukup dipenjara saja, bahkan kamu kalau perlu kami pukuli sampai mati. Jessica, keluar kamu!" teriak Geisya, wanita itu benar-benar murka.

"Jika dalam hitungan detik Mbak tidak keluar juga, maka kami akan mendobrak pintunya. Mbak Jessica!"

Orang-orang di luar tak henti-hentinya berteriak bahkan hingga mengancam tidak akan mengampuni dirinya bila mana tidak secepatnya menyerahkan diri. Keringat panas dingin membasahi sekujur tubuhnya. Kedua tangannya gemetar hebat, ia tidak tahu harus melakukan apa. 

Sebuah tali telah ia genggam dan ikat kuat-kuat di tiang dekat balkon. Cara satu-satunya untuk bisa melarikan diri dari kejaran polisi dengan turun melewati tali tersebut melalui balkon. Namun satu hal yang membuat dirinya mengurungkan niatnya ialah Jessica phobia ketinggian.

"Jessica buka pintunya!" 

Kali ini ia mendengar jelas suara mamanya. Degup jantungnya bergetar hebat dan ketika Jessica mulai memegang tali tersebut. Perempuan itu memejamkan kedua matanya dan bersamaan dengan itu pintu kamarnya berhasil didobrak.

"Jessica!" teriak Sang Mama.

"Nak! Kamu ngapain mesti nekat turun kayak gitu, nanti kalau kamu tiba-tiba terlepas dan nggak tertolong gimana? Mama mohon kamu kembali naik ke sini, ya!" 

Jessica menolak mentah-mentah permohohan mamanya. "Daripada aku dipenjara mending mati sekalian aja. Percuma juga aku hidup, Ma, Pa! Aku selamanya nggak akan akan bisa mendapatkan Indra. Aku nggak mau dipenjara, Ma, Pa!" 

"Pembunuh sepertimu memang sangat pantas sekali mati dan masuk neraka sekalian! Cih," tambah Geisya berapi-api.

Sang suami berbisik, "Mami tahan emosinya dong. Nggak baik mengumpat kayak gitu." 

"Mama mohon naik, ya, Nak! Kamu jangan turun kayak gitu," sekali lagi sang mama memohon, tetapi tak jua didengarkan.

Suasana pagi ini di rumah Jessica semakin memanas. Beberapa polisi, mertua dari Indra dan juga kedua orang tua Jessica sudah berada di dekat balkon. Tanpa satu pun ada yang menyadari, tali yang mengikat pada tiang perlahan-lahan seperti hendak terlepas. Semua tertuju pada Jessica, begitu pun dengan perempuan itu. 

Kala mengikatkan tali berupa seprei putih pada tiang, saking tergesa-gesanya ia tidak mengikat tali itu dengan benar.

"Ma, Mama. Aku nggak mau di penjara, Ma. Aku nggak mau!" teriak Jessica berulang kali.

Di antara ketiga polisi itu. Salah satu dari mereka berhasil menemukan tali yang mengikat pada tiang hampir terlepas. "Mohon maaf, Komandan. Talinya mau putus, sepertinya pelaku kurang teliti saat mengikatnya.

"Kalau begitu kalian berdua dari bawah siapkan sesuatu untuk bisa menangkap pelaku, supaya kita bisa menyelamatkannya." 

"Siap komandan!" 

Dua di antara tiga polisi keluar dari kamar Jessica. Sementara perempuan itu pun masih saja enggan mau menarik tangan dari kedua orang tuanya maupun pihak kepolisian untuk membantunya naik. 

"Mbak Jessica. Sebaiknya Anda menyerahkan dir—-"

"Aaarghh! Mama, Papa!!" 

Sebelum Komandan Polisi menyelesaikan kalimatnya. Tali itu berhasil terlepas dan tidak sempat ditahan oleh siapa pun. Sehingga, Jessica terjatuh dan cairan merah keluar dari beberapa bagian tubuhnya terutama kepala, akibat benturan yang sangat keras dan Jessica tak dapat diselamatkan.

Sang mama histeris, sempat hendak menyusul anaknya, tetapi sang suami berhasil menahannya. "Tidakkkk! Jessica, Jessica kamu pasti sehat, kan? Kamu pasti belum mati. Iya, kan, Nak? Jessica!" 

"Hahahah. Baguslah kau mati, Pembunuh! Mati, masuk neraka sana!" 

"Kamu nggak pantas hidup, dosamu sudah banyak. Mati kau!" 

Umpatan-umpatan tersebut justru membuat mamanya Jessica membuka mata sembari berteriak menyebut nama putrinya.

Apa maksud dari kejadian ini? Mungkinkah ini akan terjadi, Jessica dipenjara?

After Wedding [ Revisi ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang