4D

8 3 0
                                    

Bree menolak untuk berbicara padanya sementara Dean tidak berniat untuk meperbaiki situasi itu. Ia belum siap. Pikirannya masih dipenuhi oleh banyak hal. Setelah mandi dan mengganti pakaian, Dean memutuskan untuk menyendiri di ruang tengah, sesekali ia melangkah mendekati jendela, menyibak tirai putih yang menutupinya kemudian memandangi hutan di kejauhan sana.

Langit tampak mendung. Kabut dari pengunungan mulai menyelimuti seisi hutan, menyisakan pucuk-pucuk pohon pinus untuk dapat dilihat dari kejauhan. Pagar besi yang mengelilingi area terlarang itu masih dapat terlihat dengan jelas. Pagarnya memanjang sejauh dua ratus meter dari arah sungai. Dean mempertimbangkan untuk pergi kesana, mungkin ia akan mendapatkan bukti untuk membenarkan ucapannya. Setelah memikirkan kemungkinan itu, Dean kembali mengangkat ponselnya kemudian mencoba menghubungi Kate. Panggilannya tidak tersambung karena masalah sinyal, jadi Dean memutuskan untuk meninggalkan pesan.

Kate, aku butuh bantuanmu. Tolong hubungi aku segera setelah kau mendengar pesan ini.

Setelah menekan tombol kirim, Dean membaca ulang pesannya, kemudian mencoba menghubungi orang lain, kali ini Nikki. Sekali lagi, panggilannya tidak tersambung.

Sialan!

Disaat seperti itu ia butuh seseorang untuk diajak berbicara. Seseorang yang akan mendengarkannya dan tidak berpikir kalau ia terlalu gila untuk mengarang semuanya – seseorang seperti Nikki.

Dengan tergesa-gesa, Dean menyalakan laptopnya. Begitu layarnya menyala, pemberitahuan yang muncul disana mengatakan kalau baterai laptopnya tersisa lima belas persen. Dean tidak membuang-buang kesempatan itu dan langsung memulai pencarian di google tentang patung sosok dewi yang telanjang di hutan terlarang. Pencarian itu membutuhkan waktu yang lebih lama dari biasanya karena sinyal yang buruk, tapi berkat sedikit keajaiban, layar menampilkan sejumlah artikel tentang patung mitologi itu. Puluhan gambar yang tersedia memperlihatkan patung batu namun dengan bentuk yang berbeda. Sepuluh menit berlalu hanya untuk mencari-cari gambar patung seperti yang diingatnya, namun tidak satupun dari pencarian itu menghasilkan sesuatu yang membenarkan apa yang diingat Dean.

Ia menggigit bibirnya dengan frustrasi kemudian meninggalkan laptop dan berjalan mondar-mandir di sekeliling ruangan. Dari lantai atas, Dean mendengar suara pancuran air yang dinyalakan. Bree sedang mandi. Dean memutuskan untuk mengambil kesempatan itu untuk memeriksa dapur. Ia masih penasaran tentang pintu masuk menuju lorong yang menghilang. Seharusnya pintu itu ada di bawah lemari kayu di dapur, hanya saja lantainya benar-benar polos. Tidak ada pengait hitam untuk menarik pintu, tidak ada tanda-tanda lantai yang basah karena kebocoran.

Dean menggaruk-garuk kepalanya dengan frustrasi kemudian menunduk untuk mengetuk lantai kayu itu, barangkali ia akan mendengar suara ketukan lain dari bawah sana. Hasilnya nihil. Pondok itu membingungkannya. Semua barang diletakkan di tempat yang sama persis seperti yang diingatnya, hanya saja sudut dan kemiringannya tampak berbeda. Entah bagaimana Dean dapat merasakannya.

Rasa penasaran itu juga yang membuatnya memeriksa seluruh laci penyimpanan untuk menemukan sejumlah alat yang dapat digunakannya untuk membobol pintu gudang. Sejak pertama Dean selalu penasaran apa yang disimpan keluarga Bree di dalam bilik kayu kecil seluas lima belas meter itu. Barangkali Dean akan menemukan petunjuk.

Setelah menemukan sejumlah perkakas di dalam plastik hitam, diam-diam Dean bergerak keluar lewat pintu belakang dan berlari menuju gudang. Ia menatap ke sekelilingnya untuk memastikan tidak ada siapapun yang melihat. Sejauh itu situasinya cukup aman. Setidaknya ia perlu berjalan sejauh lima belas meter menyebrangi halaman belakang rumah untuk sampai di pondok kayu kecil yang dijadikan gudang.

Pintunya masih ditutup rapat namun ada celah kecil di jendela yang kayunya hampir patah. Dean bisa menggunakan celah itu untuk masuk ke sana. Ia membuka engsel jendela menggunakan sejumlah perkakas yang dibawanya. Ketika birai jendela terlepas dari rangkanya, Dean menyandarkannya di dinding kayu, kemudian melompat masuk ke dalam sana. Bagian dalam gudang dipenuhi oleh sarang dan debu yang berterbangan di depan wajahnya. Dean mengibaskan tangannya di udara untuk menyingkirkan kepulan debu itu kemudian menatap ke sekelilingnya. Kardus-kardus besar berisi barang-barang yang tidak terpakai menumpuk di salah satu sudut dindingnya. Keluarga Bree meletakkan sofa biru tua yang sudah rusak dan nakas tak terpakai disana. Kayu-kayu tua, peralatan memancing, dan kain-kain kotor bertumpuk di satu tempat. Lantai kayunya mengeluarkan suara bedebum ketika Dean menginjaknya. Sementara bagian atapnya bolong. Dean harus berhati-hati kalau-kalau ada genting yang jatuh menimpanya.

FORBIDDEN PLACE (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang