"Baik, cukup sampai di sini. Kita lanjutkan besok."
Setelah guru mengakhiri pembelajaran, Aqilla mulai mengemasi barang bawaannya. Saat sibuk memasukkan buku serta alat tulis, ia menemukan boneka yang sudah kusut bentuknya. Aqilla segera sadar bahwa boneka tersebut adalah mainan favorit bayi itu. Ekspresi lucunya ketika mencekik boneka, memukul dan menarik telinganya masih terekam jelas di ingatan Aqilla.
"Sekarang Irfan lagi ngapain, ya?" gumam Aqilla.
Irfan yang duduk di belakang Aqilla merasa terpanggil. "Gue? Lagi beres-beres," jawabnya.
Aqilla menoleh. Senyum tercetak di bibirnya. Pasti ngira dia yang dipanggil.
"Qilla, gue mau tanya."
"Tanya apa?"
Di bawah meja, jari jemari Irfan saling bertaut. Dirinya merasa ragu untuk menanyakan hal ini. Di sisi lain, ia perlu jawaban agar tahu cara menghadapi Haven mode bayi. "Kalo Alex nangis sambil lempar mainan, artinya apa?" tanyanya.
"Alex mau main ke luar."
Irfan mengangguk-angguk. "Oh, gitu. Satu lagi. Kalo Alex teriak sambil mukul, artinya apa?"
Dahi Aqilla berkerut. Hal-hal yang disebut Irfan tentang Alex terdengar asing. Aqilla tahu bayi itu nakal, tetapi tidak sampai melakukan kekerasan. "Artinya dia lagi nggak mau disentuh. Lagi pengen sendiri," balas Aqilla asal.
"Jadi gitu," lirih Irfan. Kini ia tahu tekniknya. Tangannya mengusap dagu sembari membayangkan dirinya yang siap menanangani kerewelan Haven.
"Oke deh, makasih, Qilla." Irfan membungkuk kecil, kemudian melangkah lebar keluar kelas.
Di depan pintu, Farel menunggu. Laki-laki itu berniat menghadang Irfan. Lalu, orang yang ditunggu muncul. Farel berdiri memblokir jalan. "Fan, mau pulang, kan? Gue ikut, ya? Mau liat Alex," mintanya.
"Rumah gue jauh. Lo yakin mau ikut? Entar pulang kemaleman."
Farel menghempaskan tangan. "Nggak pa-pa," katanya.
Beberapa saat, Irfan terdiam. Farel adalah teman Haven. Besar kemungkinan ia tahu Haven terjebak dalam tubuh bayi. Namun, mungkin Farel bisa membantu untuk mengalihkan perhatian Haven. Selama ini, Irfan kesulitan sebab Haven menjadikan dirinya pelampiasan amarah. "Oke, ayo," ajaknya.
"Asek!"
🌱🌱🌱
Bunda hendak mengambil selimut dari kamar ketika melihat Aqilla melamun. Bunda berhenti dan melihat putrinya mengaduk air kosong. "Qilla," panggil Bunda sambil mendekat.
"Bunda."
"Kamu sakit?" tanya Bunda.
Aqilla menggeleng. "Qilla nggak sakit. Cuma-"
"Cuma apa?" sahut Bunda, "Kamu kangen Alex?"
"Sedikit. Biasanya jam segini Qilla bikin susu buat Alex. Tapi sekarang Alex udah pulang."
Tangan Bunda terulur mengusap surai putranya. Bayi temuan itu telah menghiasi rumah ini juga Aqilla. Walau terkadang perilakunya aneh, Bunda tetap menyayangi Alex seperti menyayangi Aqilla.
"Apalagi katanya Irfan, Alex udah nggak punya Mama Papa," imbuh Aqilla.
Bunda mengusap kepala juga lengan Aqilla. Bunda berhadap gadis itu tidak terus terikat dengan bayi yang sempat tinggal di rumah ini. "Tapi Alex masih punya Irfan. Terus kalo mau ketemu Alex, kamu kan bisa bilang sama Irfan."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Prince's Curse
Teen FictionHati-hati dengan hati wanita. Karena jika menyakitinya, kamu bisa jadi bayi. * * * Diberkati dengan paras rupawan serta tubuh proporsional, Haven sangat memanfaatkan kelebihannya. Remaja jangkung itu memikat banyak perempuan kemudian mencampakkan me...