3. Retak

3 1 0
                                    

"teett teett teett"

Suara alarm Alam berbunyi.

Hari ini hari sabtu, hari dimana Alam bekerja. Iya, Alam bekerja. Hidupnya di Lampung tidak sama dengan hidupnya di Surabaya. Seorang anak pengusaha sukses yang dahulu dilengkapi fasilitas mewah, sekarang harus membantu orang tuanya mencari nafkah.

"Yah, Alam berangkat dulu ya." Pamit Alam sambil mengulurkan tangannya.

"Iya, Al. Semangat kerjanya." Jawab Syahri.

"Makasih yah, assalamu'alaikum."

"Waalaikumsalam."

Sesampainya di lokasi tujuan, Alam langsung melaksanakan tugasnya, yakni menyapu jalan. Perkataan yang ia ucapkan kepada Salma kemarin bukanlah sebuah candaan, tapi realitas.

Ketika menyapu, Alam secara tidak sengaja melukai tangan kanannya. Lukanya cukup parah sehingga ia tidak dapat melanjutkan pekerjaannya. Alam pun bersegera pulang. Walaupun pekerjaannya belum selesai, ia sudah meminta izin kepada bosnya sehingga ia diperbolehkan untuk pulang.

Sesampainya dirumah, Alam mengobati lukanya itu, dibantu oleh ayahnya.

"Aduh yah, sakit. Jangan di tekan gitu." Ucap Alam yang meraung kesakitan.

"Kamu sih, ceroboh. Lain kali hati hati Al." Jawab Syahri yang tengah fokus mengobati tangan anaknya.

"Iya yah." Balas Alam singkat.

Dikarenakan luka yang cukup besar, telapak tangan Alam terpaksa dibalut. Namun, hal ini tidak menghalanginya untuk mengerjakan tugas kelompoknya karena tidak ingin membuat Salma kecewa.

***

"Lo dimana? Berangkat jam berapa nanti?" Tanya Salma melalui WhatsApp.

"Ini masih dirumah. Sekitar jam 2 nanti gue berangkat." Balas Alam tanpa ragu.

"Yauda, gue tunggu di mall nya." Jawab Salma.

Waktu pun berlalu, hari ini adalah harinya. Dan jam 2 siang mereka telah janjian untuk mengerjakan tugas penelitian itu di mall.

Alam dengan tangannya yang terluka bersiap untuk berangkat ke mall. Walau merasa sedikit perih ketika mengendarai motor, Alam memaksakannya karena tidak ingin mengecewakan Salma.

Waktu berlalu. Jam 2 siang telah tiba. Sudah saatnya Alam dan Salma bertemu di Mall.

Setibanya mereka berdua di mall, Salma secara spontan melihat tangan kanan Alam yang dibalut. Ia pun mengajak Alam duduk untuk berbincang sejenak.

"Itu tangan lo kenapa?" Tanya Salma yang memandangi tangan lelaki itu.

"Kecelakaan." Jawab Alam yang mencoba menutupi tangannya.

"Yang bener? Masa kecelakaan yang kena cuma tangan. Gue lihat anggota badan lu yang lain masih sehat tuh." Tanya Salma lagi.

Alam tidak bisa menutupinya lagi. Karena memang iya, luka di tangannya sangat sangat jelas.

"Kemaren ada sedikit aksiden pas gue kerja." Jawab Alam yang lebih jelas.

"Idih, emang lo udah kerja?" Tanya Salma jutek.

"Bantu orang tua, Sal. Semenjak pindah kesini, hidup gue berubah." Jawab Alam dengan raut muka yang seketika berubah.

Salma yang melihat raut muka Alam itu merasa bersalah.

"Hmm maaf ya, gue ga maksud menghina." Ucap Salma yang merasa bersalah.

"Gapapa, nanti gue juga terbiasa." Balas Alam dengan santai.

Tanpa terasa, mereka mulai akrab satu sama lain. Entah hanya karena mengerjakan tugas kelompok, atau memang mereka sudah mulai...dekat?

***

"Kayaknya ini udah cukup informasinya." Ucap Alam yang lelah.

"Iya, gue rasa juga udah cukup. Nanti biar gue ringkas lagi." Balas Salma yang tengah melihat kembali catatan hasil penelitiannya.

Setelah menyelesaikan tugas penelitian itu, Alam mengajak Salma untuk bersantai sejenak. Awalnya ia ragu, tetapi apa salahnya mencoba?

"Lu ga cape?" Tanya Alam sambil berjalan santai disamping Salma.

"Ya cape lah. Aneh banget pertanyaan lo." Jawab Salma kesal.

"Ya udah, mau makan dulu ga?" Tawarnya.

"Emang lo bisa makan? Itu tangan aja di balut." Jawab perempuan berhoodie biru itu.

"Ya bisa lah. Tangan gue cuman luka, bukan puntung." Balas Alam dengan nada bercanda.

Setelah mendapat tawaran tersebut, Salma bingung. Ia tak tahu harus menjawab apa. Sebenarnya ia memang lapar, sehingga tawaran Alam dipikirkannya berulang ulang.

"Lanjut jalan aja dulu, nanti gue pikirin." Jawab Salma yang masih ragu.

"Jangan suka bikin orang nunggu. Ga baik." Ucap lelaki dengan kaos hitam sederhana itu.

"Apaan sih lo! Yaudah ayo. Lo aja yang nentuin tempat." Balas Salma geram.

"Nah gitu dong!" Sorak lelaki itu.

Mereka pun makan, berdua. Tanpa sadar, mereka secara tidak langsung sedang 'dating'. Tapi apa boleh buat, mereka berdua memang sudah lelah setelah mengerjakan tugas penelitian itu. Memang betul kata orang, 'lapar mengalahkan ego'.

"Alhamdulillah, lepas juga rasa lapar gue." Ucap Alam yang bersender di kursi tempat makan itu.

"Udah kan? Kalau udah gue mau balik." Ucap Salma yang masih jutek.

"Iya, udah. Biar gue yang bayar nanti." Balas Alam.

Mendengar perkataan Alam itu, mata Salma langsung melotot. Ia tahu bahwa kondisi ekonomi Alam sedang tidak stabil.

"Apaan sih lo! Ga usah. Gue ada bawa uang. Bayar masing masing aja." Ucap Salma ngotot.

Sebenarnya, uang Salma pada saat itu tidak cukup untuk membayar makanannya. Tetapi, ia segan untuk menerima tawaran Alam tersebut karena mengetahui kondisi ekonomi Alam. Tapi apa boleh buat, dari pada dia disuruh cuci piring oleh pemilik tempat makan. Salma dengan pasrah menerima tawaran Alam.

"Kan gue yang ngajak lo buat makan, jadi biar gue aja yang bayarin. Tenang aja, uang gue cukup kok." Balas Alam yang lebih mengotot.

Alam langsung bergegas ke meja kasir. Melihat kejadian tersebut, Salma hanya bisa pasrah dan diam. Ia merasa segan sejadi jadinya.

"Besok gue ganti uangnya.
Sekarang uang gue masih kurang. Besok gue ganti, janji." Ucap Salma yang berbicara dengan nada rendah.

"Ga usah. Gue yang ngajak juga. Lo terima beres aja." Balas Alam dengan santai.

Salma tak bisa berkata kata. Seketika tubuh dan jantungnya membeku. Tidak pernah ia sedekat ini dengan cowo manapun. Dan tidak pernah ada cowo yang bersikap sebaik ini kepadanya.

"Lo mau pulang?" Tanya Alam yang melihat Salma berjalan ke pintu exit.

"Iya lah, masa gue mau tidur disini." Jawab Salma yang menghentikan langkah kakinya.

"Gue antar aja, ya?"

Mi AlmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang