.
.
.
"Jadi, pembangunan butik kamu udah berapa persen?" tanya Ghea pada Risa sesaat setelah menyesap teh."Udah sekitar--" Risa nampak berpikir dengan menatap sedikit ke arah atas, "60% Kak. Itu, sih, kata Mas Farhan. Kayaknya 40% itu masih belum kelar gegara kita berdua biasanya berselisih paham, deh. Aku maunya gini gini, Mas Farhan beda lagi. Yaaa jadi nggak ketemu."
Risa dan Ghea kembali terkekeh.
"Kalo debat-debat gitu, mah, udah biasa di rumah tangga."
"Bener banget, Kak. Asal nggak maen tangan, maen kaki, lempar piring, lempar baskom, lempar wajan, aku jabanin," acap Risa dengan antusias.
"Ya ampun, Risa ada-ada aja," ujar Ghea seraya menepuk ringan paha adiknya itu. "Tapi, Kakak penasaran, deh. Kakak pernah nggak ya berantem sama Kakakmu? Berantem yang gede gitu, lho, yang mungkin sampe ngomong pisah?"
"Seingat aku nggak, Kak. Ini nggak tau ya kalo emang pernah dan kalian berdua nggak cerita. Dulu memang setiap ada masalah, Kak Ghea biasanya cerita sama aku atau nggak ya ke Aini. Tapi, selama ini Kakak nggak ngomong apapun tentang pertengkaran dengan Kak Ardian."
"Oh gitu ya...."
Ghea membuang tatapan ke arah meja yang membuat Risa menatapnya dengan mengerutkan kening. "Emang kenapa, Kak?"
"Nggak, ini apa namanya ... Kakak pernah berantem sama Mas Ardian beberapa hari yang lalu dan Kakak rasanya masih aneh aja sekarang. "
Mengingat kembali bagaimana Ardian menjelaskan tentang pembagian tugas sebagai orang tua pada Ghea beberapa waktu lalu membuat hatinya seketika kembali sakit. Perempuan itu berpikir bahwa mulai sekarang ia harus mengubah perjanjian konyol itu. El dan Tata harus mendapatkan apa yang seharusnya mereka terima sebagai anak, mendapatkan cinta dan kasih sayang dari kedua orang tua secara utuh. Lebih penting lagi adalah ia harus menghentikan kebiasaan ringan tangan yang biasa dilakukan oleh Ghea asli pada El.
Sang puan merasa bahwa keluarga sempurna yang berada di bayangannya, mungkin memang tak pernah ada.
Risa kemudian mengambil tangan Ghea dan memperlihatkan tatapan teduh yang membuat puan tersebut menaikkan kembali tatapan semula. "Kak, kalian nggak papa, 'kan? Kalo ada masalah cerita sama aku. Dulu, Kakak selalu cerita, lho."
Perempuan beranak dua itu menggeleng pelan. "Iya, kita udah nggak ada masalah, kok. Lagian, Mas Ardian juga nggak nganggap itu masalah besar."
"Semoga kalian selalu baik-baik aja ya, Kak."
"Kamu juga sama Farhan," Ghea menepuk ringan tangan Risa yang berada di paha sembari tersenyum tipis, "tapi, yang lebih penting, buruan ambil cuti!"
"Iya iya. Ya ampun, diingetin mulu...."
Sret...
Bersamaan dengan berakhirnya perkataan Risa, Farhan tiba-tiba saja membuka pintu. Nampaknya, pria bertubuh tinggi dan berpostur tegap itu akan menjemput sang istri sore ini. Melihat sosoknya diambang pintu, Farhan tersenyum lebar pada Ghea. Sedangkan El dan Tata tidak mempedulikan pamannya itu, serta masih setia kembali mengaduk-ngaduk akurium di sana. Entah, mungkin saja sekarang ikan cupang milik Risa sudah tidak selamat lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Irreplaceable You [✓]
Fanfic[COMPLETED] "Setelah semua ini berakhir, aku nggak peduli kalo kamu mau ambil semuanya, termasuk anak-anak dan suamiku. Tapi, aku mohon. Untuk sekali ini saja, tolong aku! Cuma kamu yang bisa ngelakuin itu semua." Pernyataan mendadak dari Ghea memb...