06.10
Pagi itu masih gelap ketika Dean mendengar suara musik yang menggema di kejauhan. Kedengarannya seperti dentuman tabuh yang dipukul secara bersamaan. Tiga kali dentuman keras yang cepat, dua dentuman pelan, kemudian lima kali dentuman keras, satu dentuman yang menggema, dua dentuman pelan, kemudian diulang lagi dari awal. Gema suara itu lantas membangunkan Dean dari tidurnya. Ia menatap ke sekeliling ruang tengah, baru sadar kalau ia tertidur di atas sofa untuk kali kedua. Kemudian Dean berusaha mengingat-ingat. Malam kemarin sehabis makan, Dean mengatakan pada Bree kalau ia hanya akan duduk di sofa sebentar untuk memeriksa beberapa e-mail yang masuk ke laptopnya. Nyatanya Dean terlalu lelah sampai tertidur disana.
Ia menatap jam di layar ponselnya. Pukul enam lewat sepuluh menit. Masih terlalu awal untuk memulai aktivitas apapun di luar sana. Langit cerah pagi mengintip dari balik tirai jendela kemudian menjalar ke setiap sudut ruangan. Dean mengusap kedua matanya dengan tangan kemudian menyandarkan tubuhnya di punggung sofa selagi mencerna suara musik yang mengalun di kepalanya. Namun suara musik itu bukannya tidak nyata dan semakin lama suaranya kian mengeras. Bagaimana mungkin seseorang tidak mendengarnya.
Karena penasaran Dean berjalan mendekati jendela dan menyibak tirainya. Tatapannya langsung tertuju lurus ke arah hutan. Dean menyipitkan kedua mata sembari mengernyitkan dahinya, kemudian mencondongkan tubuh untuk melihat lebih jelas. Di kejauhan sana samar-samar ia menyaksikan barisan orang berpakaian sama sedang beriringan menuju sebuah tempat. Mereka mengenakan bulu yang tampak seperti kulit rusa di lehernya dan menghias wajahnya dengan cat putih yang melintang dari dahi sampai bawah dagu. Di atas kepalanya mereka menggunakan sesuatu seperti topi atau mahkota sementara tabuh yang besar mengantung di lehernya. Beberapa di antara mereka adalah wanita dewasa, sisanya hanyalah anak-anak dan remaja. Semuanya perempuan dan masing-masing dari mereka berjalan tanpa menggunakan alas kaki.
Seorang wanita di depan yang memimpin barisan memberi isyarat dengan kedua tangannya, kemudian tiga orang wanita di barisan depan memukulkan kayu di atas permukaan tabuh dengan keras sebanyak tiga kali sebelum sisa dari iringan itu mengikuti persis seperti yang dilakukannya. Anak-anak dan remaja hanya berjalan mengikuti tetuanya. Derap langkah kaki mereka terdengar bahkan dari kejauhan. Obor yang dinyalakan mengepulkan asap tipis yang mengintip dari balik pohon-pohon tinggi kemudian menghilang ditelan kabut tebal. Mereka berjalan menuju sebuah tempat: hutan terlarang dan mereka melakukannya untuk sebuah alasan.
Seiring berlalunya waktu, suara musik dari irigan itu kian memudar. Saat itu juga Dean beranjak meninggalkan birai jendela dan berlari ke halaman rumah untuk melihat mereka. Tapi iringan musik itu tidak lagi terdengar sementara matanya terus menatap ke kejauhan, mencari-cari kemana perginya orang-orang itu dan ketika Dean tidak kunjung menemukannya, dengan putus asa dia berlari memasuki hutan, menembus semak-semak belukar dan dahan-dahan pohon yang menggantung rendah di atas kepalanya.
Kulit kakinya tertusuk oleh duri dari semak-semak liar. Baru disadarinya kalau ia hanya mengenakan alas kaki berupa sandal hitam. Masih mengenakan kemeja dan jins yang sama seperti malam kemarin, Dean berjalan menyusuri hutan dan memercayakan kedua telinga untuk membawanya ke arah dimana suara musik itu berasal.
Jantungnya berpacu kuat dan nafasnya memburu. Ia sudah tahu kalau itu adalah gejala awal yang akan dialaminya ketika ia tidak mengosumsi obat-obatan dalam beberapa hari. Kegelisahan itu bisa muncul kapan saja dan ketika mengalaminya, rekasi itu bisa disusul oleh gejala lain seperti serangan panik dan sesak nafas. Seharusnya egonya tidak terlalu besar sehingga ia bisa mendengarkan Nikki tanpa berpikir buruk. Seharusnya ia tidak pergi ke hutan dan menghampiri bahaya apapun yang mungkin saja sedang menunggunya di depan sana. Tapi masa bodoh dengan semua itu! Dean sudah muak dengan semua teka-teki yang harus dihadapinya selama ia berada disana. Jika ia tidak dapat memercayai siapapun termasuk Bree, maka Dean hanya dapat memercayai dirinya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
FORBIDDEN PLACE (COMPLETE)
Mystery / ThrillerDemi melupakan masalah pernikahannya yang kandas bersama Nikki, Dean Hodges pergi ke desa terpencil di kawasan pegunungan untuk menggelar pesta pertunangannya dengan Bree, wanita yang dikenalnya selama kurang dari dua bulan. Tapi sejak hari pertama...