5B

7 3 0
                                    

11.40

Samar-samar ia mendengar suara derap langkah kaki seseorang yang berjalan mendekatinya. Dean mengerjapkan mata, berusaha menyesuaikan pandangannya yang masih kabur. Siluet hitam yang kian membesar itu membentuk bayangan tubuh seseorang - tidak! Ada lebih dari satu orang, mungkin tiga atau lebih. Yang pasti mereka semua membawa tongkat kayu di satu tangannya, menghiasi wajahnya dengan cat putih, menunduk terlalu dekat ketika mengamatinya. Nafas mereka tercium tidak sedap, seperti bau daging yang membusuk dan genggaman mereka begitu kuat sampai-sampai hendak meremukkan lengannya. Orang-orang itu mengerubunginya seperti lalat, kemudian menyeret tubuhnya di atas tanah.

Dean masih berusaha mengamati wajah mereka yang tampak kabur dan ketika tubuhnya di seret di atas tanah, Dean menyaksikan dahan-dahan pohon yang menggantung rendah melambai-lambai pelan, menyembunyikan langit cerah di balik sana. Rasa sakit pada kakinya masih berdenyut-denyut, tapi sebagian tubuhnya yang lain mati rasa. Dean masih dapat merasakan udara yang tipis di hutan mencekiknya, kerikil yang menggores kulitnya kala penduduk pribumi itu menyeretnya, dan mendengar suara gemerisik daun-daun kering yang ikut terseret bersamanya. Orang-orang itu tidak mengatakan apa-apa sedangkan Dean mati-matian berusaha membuka mulutnya. Percuma saja, bagian tubuhnya yang itu mati rasa. Dean kehilangan kemampuannya untuk berbicara dan tiba-tiba saja ia teringat ponselnya. Ia sedang berbicara dengan Nikki sebelum hilang kesadaran. Sekarang Dean pasti membuat wanita itu kebingungan, tapi panah yang mengoyak kulitnya itu mengantarkan racun yang menyebar ke sekujur tubuhnya, mematikan sebagian fungsi organnya dan membuatnya kehilangan tenaga. Pada satu titik ketika rasa pening itu sudah tidak bisa ditanggung lebih lama lagi, Dean kembali pingsan.

-

Seseorang menyiram cairan dingin di atas luka pada kakinya. Secara naluriah Dean berteriak kencang, namun teriakannya teredam karena seseorang meletakkan kain untuk menyumpal mulutnya. Ketika Dean membuka mata, seorang gadis remaja berkulit hitam sedang menunduk di hadapannya. Gadis itu yang menumpahkan cairan dingin di atas lukanya dan sekarang gadis itu berusaha menutupinya dengan perban.

"Siapa kau?"

Dean merasa linglung saat menatap ke sekelilingnya. Ia sedang duduk di atas kursi kayu di sebuah ruangan tertutup yang luasnya tidak seberapa, dengan satu jendela kayu yang dibiarkan terbuka, bersama gadis remaja yang bahkan tidak dikenalinya. Masih mengenakan pakaian yang sama, jins-nya sudah di potong sampai bawah lutut, dan tiba-tiba ingatan tentang ritual di tengah hutan itu membanjirinya: orang-orang berkumpul di lapangan, masing-masing dari mereka menatap ke arah tebing - menyaksikan seorang gadis di lempar dari atas sana.

Tubuhnya tersentak. Dean bangkit berdiri sebelum remaja itu selesai mengikat perbannya.

"Siapa kau?" tudingnya dengan curiga. Kedua matanya membeliak lebar, sementara gadis itu terus menunduk, menolak untuk berbicara.

"Siapa kau?!" Dean mencoba lebih keras.

Tiba-tiba pintu kayu dibuka lebar, dan Bree muncul disana. Wanita itu langsung berlari menghambur ke pelukan Dean. Tapi Bree tidak sendirian. Ia bersama Bec dan Janet. Mereka tampak waspada.

"Bagaimana kondisimu?" bisik Bree di telinganya.

Dean menyentak wanita itu dengan kasar. Sikapnya membuat Bree bertanya-tanya, tapi ia mengabaikannya dan menuding mereka dengan pertanyaan kasar.

"Apa artinya semua ini?"

"Dean, apa yang kau bicarakan?"

"Aku melihat seorang gadis di dorong dari atas tebing. Seseorang menembakku dengan anak panah, apa artinya semua itu?"

"Dean.." Bree bergerak mendekat, tapi Dean langsung menghentikannya dengan teriakan keras.

"Jawab saja pertanyaanku! Tempat macam apa ini?"

FORBIDDEN PLACE (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang