25. Hati Yang Terbiasa Berdusta

342 34 3
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


KETIKA Denis membuka lebar pintu ruang kerja Ivan, di sana ia mendapati kekasihnya masih berjibaku dengan tumpukan perjanjian perusahaan yang menutut untuk tak di lewatkan secuilpun. Kemeja abu-abu tua itu terlihat digulung hingga siku. Dasi yang Ivan kenakan sudah tak terpasang dengan rapi, sementara jas yang Denis lihat tadi pagi kini sudah diletakan secara sembarang di sofa oleh pemilikinya.

Sore itu setelah menyelesaikan pekerjaannya, Denis seperti biasa naik ke lantai tujuh belas di mana Ivan berada. Ia pikir, pria itu sudah bersiap untuk pulang karena hari sudah berangsur gelap. Tapi ternyata Denis malah melihat kekasihnya seperti sedang tenggelam dalam pekerjaan yang tidak ada ujungnya.

"Nis? Loh, udah waktunya pulang ya?" tanya pria berahang tajam itu begitu menyadari Denis memasuki ruangan.

Denis lantas tersenyum kala Ivan begitu terkejut saat menilik jam tangannya yang sudah mengarah ke pukul enam sore. "Padahal di bawah tadi aku sempet ngasih arahan dulu ke anak-anak baru pas Adam ngasih tahu aku kamu masih ribet. Eh taunya belum selesai juga sekarang?" tanya Denis seraya mengerutkan keningnya.

"Kamu nelpon ya?" Ivan balik bertanya, ia celingukan mencari-cari keberadaan ponselnya. "Sorry... Handphone nya aku silent. Kerjaan harus selesai hari ini banget soalnya."

Mengambil posisi duduk di pinggiran sofa, Denis memandangi Ivan di balik meja kerjanya yang terlihat masih sibuk mencari tahu di mana terakhir kali ponselnya ia letakan "jadi, kamu nginep di mana nanti Van?"

"Di mana lagi kalau nggak di apart?" jawab pria itu singkat.

"Oh, aku pikir kamu nginep di hotel mana gitu... Soalnya kan acaranya sama Papa kamu juga."

"Iya emang, tapi habis itu Papa langsung lanjut ke Thailand karena urusan kerjaan."

Besok pagi, Ivan akan menghadiri acara pembukaan apartement mewah di Singapura bersama Abraham. Sebanyak tiga puluh lima personil keamanan yang terlatih dari Ryder Group sudah di kontrak untuk memberi rasa aman dan tenang untuk para penghuni apartment mewah tersebut. Ivan di minta Abraham secara langsung agar turut serta di event kali ini, sebagai jalan untuk memperkenalkan anak tunggalnya itu pada relasi-relasinya yang berharga. Mengingat jabatan CEO juga tidak lama lagi akan segera berpindah ke Ivan.

"Kamu beneran nggak mau ikut Nis?"

"Nggak ah, ngapain juga aku ikut kalau kamunya kerja? Sendirian banget gitu aku di apart nanti?" sahut Denis malas.

Wajah masam kekasihnya itu sedikit membuat Ivan menyesal karena harus melewatkan akhir pekannya kali ini tanpa Denissa, "Ya udah jangan cemberut gitu. Aku janji, nanti kalau kerjaan udah kelar, kita atur waktu buat liburan berdua. Terserah... kamu pilih deh mau ke mana." Dan seketika, sedikit rona cerah terpancar dari wajah Denis begitu mendengar janji kekasihnya.

Sambil meregangkan dua tangannya ke udara, pria jangkung itu mengerjapkan matanya rapat-rapat. Saat ini tubuhnya terasa begitu lelah. Lehernya begitu kaku karena menatap monitor dan membaca berkas yang bertumpukan di meja kerjanya seharian. Detik dan menit Ivan lalui dengan fokus demi terselesaikannya segala kewajibannya hari itu. Tanpa ia sadari, ia sudah terlalu lama membiarkan Denis sendirian tanpa obrolan.

Sweet Escape [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang