6. Rasa

0 1 0
                                    

Tak terasa hari telah petang. Mereka berdua telah mengelilingi kota selama kurang lebih 1 jam. Tapi kebersamaan itu seolah tidak cukup bagi seorang Alam.

"Ke taman bentar, mau ga?" Tanya Alam yang tengah mengendarai sepeda motornya.

"Hmm mau ngapain di taman emangnya?" Balas Salma sembari bertanya.

"Liat sunset." Jawab Alam tanpa ragu.

Salma menerima tawaran itu tanpa berfikir 2 kali. Sebenarnya ia tak di perbolehkan pulang selambat ini oleh ibunya. Tapi, demi menghabiskan waktu bersama Alam, ia rela melawan kodrat orang tuanya itu.

***

"Lo sering ke taman gini biasanya?" Tanya Salma yang duduk di bangku taman bersama Alam.

"Ga juga sih. Cuman kalau lagi pengen aja. Kalau lo?" Balas Alam sambil melihat ke langit-langit.

"Jarang, banget malah. Gue sebenernya lebih seneng sendiri daripada di keramaian kayak gini." Jawab Salma tanpa ragu.

"Terus, kenapa lo terima tawaran gue tadi?" Balas Alam sembari bertanya.

"Karena..."

"Bang, mau kerupuknya? Cuman 2 ribu aja." Ucap seorang penjual kerupuk yang menyela percakapan mereka.

"Lo mau?" Tanya Alam kepada Salma.

"Engga." Jawab Salma singkat.

"Ga dulu bang, makasih ya." Ucap Alam kepada penjual kerupuk itu.

Pembicaraan tadi terpotong begitu saja. Alam seketika tidak menanyakannya kembali. Kalaupun ditanyakan lagi, Salma pasti bingung bakal jawab apa.

"Langitnya cantik, ya?" Ucap Salma mengalihkan topik.

"Iya. Kayak....."

"Adek itu." Jawab Alam yang ragu ragu sambil menunjuk seorang anak perempuan yang lewat.

***

Waktu berlalu dengan cepat. Tidak terasa hari semakin gelap. Salma yang teringat akan waktu mengajak Alam untuk pulang.

"Eh udah jam berapa ini. Balik yuk." Ajak Salma.

"Iya." Balas Alam singkat.

Alam pun mengantar Salma pulang. Sesampainya di rumah, Salma langsung kena ceramah oleh ibunya. Ia yang biasanya melawan ketika diceramahi, kali ini hanya bisa diam dan mendengarkan. Mungkin karena hatinya sedang berbunga?

***

Hari ini hari penerimaan raport semester. SMAN 08 Lampung sudah menjadwalkan tanggal libur mereka. Semua siswa merasa lega dan senang dengan hari libur yang semakin telah tiba. Namun anehnya, tidak dengan Salma.

"Lo rencana libur ini mau kemana, Sal?" Tanya Sandra yang tengah berjalan santai bersama bestie-bestie nya ke arah gerbang sekolah.

"Ga tau. Gue sebenernya males banget libur, ga tau kenapa." Balas Salma sambil mengayun-ayunkan tangannya.

"Gue tau kenapa." Balas Nindi dengan nada yang serius.

"Karena lo pengen ketemu Alam terus, kan?" Lanjutnya.

"Engga ih! Apaan sih lo sok tau banget." Jawab Salma dengan intonasi nada tinggi.

Mungkin yang dikatakan Nindi benar. Tapi Salma masih gengsi untuk menyatakannya. Dia dan Alam sudah sangat dekat dengan satu sama lain. Bahkan, Salma lebih dekat dengan Alam di banding dengan bestie-bestie nya belakangan ini.

Setibanya di gerbang sekolah, Salma dan temannya bertemu dengan Alam yang tengah duduk memandangi raportnya. Melihat kejadian itu, Nindi dan Salma langsung 'paham' dan memutuskan untuk meninggalkan Salma sendiri.

"Eh Sal, kami balik langsung ya. Itu udah ada yang nungguin lo kayaknya." Ucap Nindi dengan nada bercanda.

"Lo sekarang nyebelin ya Nindi! Ya udah gih sana balik lo pada!" Balas Salma yang kesal.

Setelah Nindi dan Sandra pergi, Salma langsung melangkahkan kakinya ke arah Alam. Ia pun duduk di sebelah Alam yang masih terfokus dengan raportnya.

"Serius banget liatinnya." Ucap Salma yang memulai topik.

"Eh Sal, iya lagi agak kecewa aja." Jawab Alam dengan wajah murungnya.

"Emang kenapa?" Balas Salma yang mencoba melihat mata Alam.

"Nilai gue...hancur. Peringkat terakhir dari 34 siswa. Ga pernah seumur hidup gue punya nilai serendah ini. Gue takutnya, nanti ga bisa lulus dari sini." Jawab Alam yang perlahan menutup raportnya.

"Jangan gitu ih. Masih ada ruang buat belajar. Lagian lo hebat kok. Dengan semua masalah yang lo hadapin, lo masih bisa nuntasin tugas lo sebagai seorang pelajar. Gue salut sama lo, Al!" Balas Salma yang coba menghibur Alam.

Alam hanya bisa diam dan membisu. Tatapannya kosong, seperti ingin menangis karena lelah menghadapi semua cobaan ini.

"Alam, hey. Jangan di pikirin. Nanti semester 2 gue bantuin, janji." Ucap Salma yang melihat raut muka lelaki itu.

"Ga usah, nanti ngerepotin." Balas Alam yang terlihat masih bengong.

Setelah mendengar jawaban itu, Salma betul-betul tidak tahu harus berbuat apa. Ia tidak pernah melihat Alam semurung ini sebelumnya.

"Ya udah, kalau lo mau duduk disini sampai malam, gue temenin." Ucap Salma yang membuang mukanya berlawanan dengan Alam.

Pada saat momen itu, Salma sudah menyerah. Ia hanya ingin satu, yakni melihat Alam kembali senang lagi. Tapi kesabarannya juga terbatas.

"Gini banget ya hidup, seperti game. Opsinya cuman dua, antara menang atau kalah. Mungkin tuhan menempatkan gue di sisi yang kalah." Ucap Alam yang terlihat sangat pesimis.

"Tuhan ngasih lo cobaan pasti ada hikmahnya, Al." Balas Salma yang menolehkan pandangannya kembali ke Alam.

"Gue mungkin ga sealim mereka-mereka diluar sana. Tapi satu yang gue tau, Tuhan itu adil." Lanjutnya.

"Kalau adil, kenapa hidup gue kayak gini?" Ucap Alam yang kali ini menolehkan pandangannya ke Salma.

"Lo lupa ya, betapa baiknya Tuhan ke lo dulu. Mungkin Tuhan negur lo supaya lebih rajin ibadah dan bersyukur. Gue bukan bermaksud ngehina atau nyinggung, tapi disetiap masalah pasti butuh evaluasi, apalagi kalau urusannya sama Tuhan." Balas Salma.

Ucapan Salma itu benar-benar menampar Alam. Ia seketika langsung teringat akan dosa-dosanya di masa lalu. Emang iya sih, sholat Alam masih banyak yang bolong baik itu dulu maupun sekarang. Mungkin apa yang dikatakan Salma itu benar.

"Gue ga ngira, seberapa beruntungnya gue bisa kenal sama orang sebaik lo, Sal." Ucap Alam yang mulai menenangkan pikirannya.

"Emang gue orang baik?" Balas Salma yang mencoba mencairkan suasana.

"Menurut gue sih iya. Ga pernah ada orang yang seperhatian ini sama gue." Ucap Alam sambil menatap mata Salma yang bewarna coklat.

Salma tak bisa berkata-kata. Di satu sisi ia senang melihat Alam yang mulai menenangkan pikirannya. Namun di sisi lain, jantungnya tengah berguncang sejadi jadinya.

"Sal, guue mau bilang sesuatu, boleh ga?" Tanya Alam yang masih menahan kontak matanya.

"Apa?" Jawab Salma yang menatap mata bewarna hitam Alam.

"Gue suka sama lo."

Mi AlmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang