25

183 14 0
                                    

Rain berjalan memasuki perpustakaan dengan tergesa-gesa. Beruntung perpustakaan itu masih sepi. Ia berjalan menuju salah satu rak buku paling belakang dan mengambil sebuah buku bersampul kulit yang sudah usang.

Ia membawa buku itu dan mendudukkan dirinya pada salah satu kursi yang berada di pojok ruangan. Di bukanya halaman demi halaman. Dan akhirnya berhenti pada halaman dua ratus tiga dengan judul yang tercetak tebal:

Mata iblis.

Rain yakin. Mata Josh berwarna ungu dan sangat gelap. Mata yang hanya di warisi oleh suatu klan yang tinggal di kota kecil di barat Ascania. Mata iblis yang di duga sudah hilang dan tidak akan pernah muncul lagi.

Rain tidak menyangka jika ia akan melihat mata itu. Sepasang mata yang sebaiknya ia hindari. Dalam legenda di sebutkan, bahwa mereka yang memiliki mata iblis akan membawa kehancuran bagi orang-orang yang berada di sekitar mereka.

Mereka juga di percaya bisa membawa malapetaka. Walaupun tidak ada yang tahu bagaimana bisa hal itu terjadi. Karena sudah lebih dari seratus tahun mata itu tidak pernah muncul lagi.

Dia ada dan sedang mengawasiku’ jerit Rain dalam hati. Tanpa sadar ia mencengkram buku dengan begitu erat begitu ia sadar buku itu sudah kusut di buatnya. Rain mendesah lalu membenarkan area yang kusut itu dan membaca halaman itu.

Mata iblis.

Hanya orang-orang spesial yang memilikinya.

Mata itu di turunkan dari generasi-generasi.

Mata yang hanya di wariskan pada anak laki-laki dari setiap generasi. Jika kau melihat anak laki-laki dengan mata itu segeralah menjauh.Mata itu hanya akan membuatmu dalam bahaya.

Mata itu akan mencelakaimu.

“Jadi tidak boleh mendekatinya? Hanya itu?” gumam Rain. Saat ia akan membalik buku itu ke halaman yang selanjutnya halaman itu tidak mau terbuka. Dan lagi entah bagaimana bisa halaman itu menempel satu sama lain.

Alhasil Rain tidak mengetahui keseluruhan informasi tentang mata itu. Ia beranjak dan meletakkan buku itu kembali. Tanpa sengaja matanya melirik sebuah buku yang menarik perhatiannya.

Ia berjinjit dan berusaha menggapai buku itu. “Mengapa itu di letakkan sangat tinggi?” Rain mendengus dan terus berusaha menggapai buku itu. Hingga sebuah tangan panjang membantunya mengambilkan buku itu.

Rain berbalik lalu mendongakkan kepalanya. “Terimakas—” Rain tertegun kala melihat siapa yang sudah membantunya mengambil buku itu.

“Tidak perlu berterimakasih jika tidak ingin,” ujar Josh dingin lalu menjejalkan buku itu dalam genggaman Rain lalu berlalu begitu saja.

Mata Rain melebar karena terkejut. Rain memukul keningnya menggunakan buku yang ia pegang dengan wajah penuh rasa bersalah.

“Ah, bagaimana ini,” keluh Rain dengan wajah terbebani.

Rain mendesah pelan. Lalu menegakkan punggungnya dan berjalan menuju meja penjaga perpustakaan dan meminjam buku itu tanpa membacanya terlebih dulu.

Rain melirik ke kiri dan ke kanan mencari-cari keberadaan Josh. Namun, hingga kelas terakhir ia juga tidak menemukan keberadaan pria itu dan membuatnya frustasi.

“Di mana pria itu,” gerutu Rain seraya menendang batu kecil yang berada di bawah kakinya. Batu itu menggelinding hingga jatuh tepat di bawah sebuah pohon besar yang berada di halaman samping akademi.

Dari tempat Rain berdiri ia melihat Josh duduk di bawah pohon sembari membaca buku. Tanpa pikir panjang Rain berjalan mendekat ke tempat Josh berada.

“Em, permisi,” sapa Rain kikuk.

Antagonis Lady [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang