Abu Nawas diangkat jadi Kadi

379 11 0
                                    


Ayah Abu Nawas adalah seorang Penghulu Kerajaan / Kadi Baghdad bernama Maulana. Pada suatu hari ayah Abu Nawas yang sudah tua itu sakit parah dan akhirnya meninggal dunia. Abu Nawas dipanggil ke istana. Ia diperintah Sultan (Raja) untuk mengubur jenazah ayahnya itu sebagaimana adat Syeikh Maulana. Apa yang dilakukan Abu Nawas hampir tiada bedanya dengan Kadi Maulana baik mengenai tatacara memandikan jenazah hingga mengkafani, menyalati dan mendo'akannya.

Pada saat ayahnya sakit, Abu Nawas sempat bercengkrama dengan ayahnya.

"Anakku, aku sudah hampir meninggal. Kini ciumlah telinga kanan dan telinga kiriku!" pinta ayah Abu Nawas.

Abu Nawas menurut permintaan terakhir ayahnya. Ia cium telinga kanan sang ayah dan ia menghirup bau harum. Sedangkan telinga yang sebelah kiri berbau busuk.

"Sudahkah kau menciumnya wahai anakku?" "Sudah, ayah! Tapi... !"

"Tapi, apa? Ceritakanlah sejujurnya bau kedua telingaku itu!"

"Sungguh mengherankan bau telinga ayah yang sebelah kanan harum sekali. Tapi yang sebelah kiri baunya sangat busuk!"

"Hai, anakku tahukah kamu apa sebabnya bisa seperti itu?" "Wahai ayahku, cobalah ceritakan pada anakmu ini!"

Lalu ayah Abu Nawas bercerita. "Pada suatu hari, datanglah dua orang kepadaku mengadu masalah. Yang seorang aku dengarkan keluhannya. Tapi yang seorang lagi karena aku tak suka, maka tak kudengarkan. Inilah resiko jadi Kadi. Jika kau kelak suka menjadi Kadi maka kau akan mengalami hal yang sama, namun jika kau tidak suka, maka buatlah alasan yang masuk akal agar kau tidak dipilih sebagai Kadi oleh Sultan Harun Al Rasyid. Tapi tak bisa tidak, sultan pasti tetap memilihmu sebagai Kadi."

Maka Sultan bermaksud mengangkat Abu Nawas menjadi Kadi atau penghulu menggantikan kedudukan bapaknya. Namun, demi mendengar rencana sang Sultan. Tiba-tiba saja Abu Nawas yang cerdas itu tiba-tiba nampak berubah menjadi gila. Usai upacara pemakaman bapaknya. Abu Nawas mengambil batang sepotong batang pisang dan diperlakukannya seperti kuda, ia menunggang kuda dari batang pisang itu sambil berlari-lari dari kuburan bapaknya menuju rumahnya. Orang yang melihat menjadi terheran-heran dibuatnya.

Pada hari yang lain ia mengajak anak-anak kecil dalam jumlah yang cukup banyak untuk pergi ke makam bapaknya. Dan di atas makam bapaknya itu ia mengajak anak-anak bermain rebana dan bersuka cita. Kini semua orang semakin heran atas kelakuan Abu Nawas itu, mereka menganggap Abu Nawas sudah menjadi gila karena ditinggal mati oleh bapaknya.

Pada suatu hari ada beberapa orang utusan dari Sultan Harun Al Rasyid datang menemui Abu Nawas. "Hai Abu Nawas kau dipanggil Sultan untuk menghadap ke istana." kata Wazir utusan Sultan.

"Buat apa sultan memanggilku, aku tidak ada keperluan dengannya." jawab Abu Nawas dengan entengnya seperti tanpa beban.

"Hai Abu Nawas kau tidak boleh berkata seperti itu kepada rajamu."

"Hai wazir, kau jangan banyak cakap. Cepat ambil ini kudaku ini dan mandikan di sungai supaya bersih dan segar." kata Abu Nawas sambil menyodorkan sebatang pohon pisang yang dijadikan kuda-kudaan. Si wazir hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan Abu Nawas.

"Abu Nawas engkau mau pergi apa tidak menghadap Sultan?" kata wazir. "Katakan kepada rajamu, aku sudah tahu maka aku tidak mau." kata Abu Nawas.

"Apa maksudnya Abu Nawas?" tanya wazir dengan rasa penasaran. "Sudah pergi sana, bilang saja begitu kepada rajamu." segera Abu Nawas sembari menyaruk debu dan dilempar ke arah si wazir dan teman-temannya.

Kumpulan Cerita Abu Nawas JenakaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang