"Kau baik-baik saja?"Soobin terdiam mendengar pertanyaan yang Yian layangkan. Apa ia baik-baik saja? Soobin tidak yakin. Tapi bukankah ia harus berusaha agar bisa baik-baik saja? Ada satu nyawa yang berada dalam tanggung jawab Soobin, yang harus Soobin pastikan kebahagiannya. Maka Soobin harus bisa baik-baik saja.
Soobin mengangkat kepalanya, mendongak. Tersenyum tipis dan mengangguk pelan. "Semoga. Aku harap aku baik-baik saja"
Sian berdeham, mengkondisikan suasana yang tiba-tiba terasa membeku. Obrolan mereka yang tadi terasa dengan mudahnya dapat mengalir, kini malah macet. Mereka diam, ragu untuk bicara seolah sepatah kata yang mereka keluarkan dapat membuat suasana semakin memburuk.
Soobin terkekeh kecil. Merasa tidak enak karena dirinya turut andil dalam membuat suasana hancur seketika.
"Kenapa tiba-tiba hening? Aku pikir kita sedang berhadapan dengan Jieun ssaem" kalakarnya, menyebutkan nama guru paling mengerikan dikelas mereka, yang selalu berhasil membuat temannya yang paling cerewet pun akan diam seketika.
Dua kembar itu ikut terkekeh, canggung. Topik mengenai pacar Sian sudah tidak menarik lagi untuk dibahas. Baguslah, Soobin sudah muak juga mendengar kebusukan mereka yang sedang merencanakan sesuatu yang lebih brengsek. Benar, mereka adalah teman yang baik. Hanya saja, mereka sejatinya adalah laki-laki bejad. Perempuan yang saat ini menjadi pacar Sian bukanlah satu-satunya dan yang pertama.
"Soobin, bagaimana perasaanmu sekarang?" Tanya Yian. Tak ayal mereka adalah orang-orang yang cukup perduli terhadapnya.
"Hm, lebih baik" jawab Soobin, mengedikkan bahunya. Merasa sedikit sentimental karena sejak kemarin, baru sekarang ada yang menanyakan tentang perasaannya. Bagaimanapun, topik ini akhirnya dibawa juga dalam pembahasan mereka.
"Syukurlah" kata Sian. "Lalu, kau tinggal dimana sekarang?"
"Di panti asuhan" jawab Soobin jujur sambil kembali memakan makanannya walaupun pikiran tentang Taehyun masih berlalu lalang di otaknya. Sedang apa anak itu sekarang?
"Apa? Kau serius?" Berbanding terbalik dengan Soobin yang menjawab santai tadi, Sian dan Yian justru memasang wajah terkejut. "Sendiri?" Lanjut Yian bertanya.
"Tidak, dengan adikku. Juga beberapa anak yang sebelumnya sudah ada di sana" Soobin sedikit geli melihat wajah dua sahabatnya itu. Jangankan mereka, Soobin pun masih tak menyangka akan nasibnya saat ini.
Yian meletakkan sumpitnya diatas baki makanannya. Menatap Soobin dengan sungguh-sungguh. "Soobin, bagaimana jika kami menawarkan kau untuk tinggal di rumah kami? Orang tua kami juga pasti akan senang, kau tahu kan? Mereka menyukaimu. Jadi tidak masalah menambah anak lagi. Kau bisa tinggal sampai kapanpun kau mau"
Ucapan Yian yang penuh keyakinan didukung oleh anggukan semangat dari Sian membuat Soobin meremang. Terharu karena mereka sebaik itu padanya. Soobin tahu bahwa orang tua si kembar sangat menyukainya, bahkan beberapa kali mereka mengatakan bahwa Soobin sudah seperti kembar ketiga dari Sian dan Yian. Soobin tentu tidak ingin menolak. Tidak dipungkiri bahwa disana jauh lebih nyaman, terutama untuk Taehyun.
"Kalian tidak sedang bercanda kan?" Tanya Soobin, berkaca-kaca.
Sian berdecak, merangkul bahu Soobin.
"Apakah kami terlihat main-main? Ibuku akan sangat senang mengetahui kalau kau bersedia. Aku akan segera memberitahunya dan menyiapkan pesta penyambutan untukmu"
Soobin tertawa. "Bukankah terlalu berlebihan?"
Dua kembar juga turut tertawa, terlihat bersemangat. Sian bahkan sudah mau mengeluarkan ponselnya untuk mengabari orang rumah. Tapi ia kembali bertanya untuk memastikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE PIECE OF YOURS || TXT BROTHERSHIP
FanficBUKAN LAPAK BXB‼️😠 _________________________________________________________________________ Diusia 6 tahun, Soobin harus merasakan kehilangan untuk kali pertama. Ayahnya pergi, entah kemana. Tanpa pamitan, tanpa kata perpisahan. Hanya sebuah guci...