Susana rumah yang begitu sunyi membuat Bintang semakin hanyut dalam ketenangan. Pergerakannya bisa lebih leluasa saat semua orang tak ada di rumah seperti sekarang. Karenanya, Bintang bisa melukis di mana pun ia mau, bisa bermain piano hingga puas tanpa ada perintah untuk berhenti dan beristirahat, juga bisa menyentuh bola basket dan memasuki lapangan basket kecil yang memang sengaja dibuat.
Seperti saat ini, yang akan pemuda itu lakukan adalah membawa alat lukisnya ke dalam lapangan kecil lalu duduk pada salah satu kursi dan mulai menggerakkan kuasnya. Kicauan burung yang menemani Minggu pagi ini memunculkan ide di kepala Bintang. Bintang lekas menggores kuasnya, membentuk siluet burung yang terbang menembus langit. Tak lupa pemuda itu memberi sedikit warna jingga di lukisannya untuk menambah suasana tenang di kala senja. Lalu setelahnya, Bintang kembali mencelupkan kuasnya pada cat, mencari warna yang sekiranya cocok untuk dipadukan dengan suasana senja, dan pemuda itu memilih warna hitam.
Tangan Bintang dengan lihai mulai membuat bentuk tubuh seorang gadis, dengan warna keseluruhan hitam legam. Gadis itu sedang menari, melewati jalanan tanpa kendaraan, sembari mengamati burung-burung yang terbang di atas kepalanya. Bintang terkekeh miris, dia memiliki alasan mengapa warna sosok gadis ini dibuat hitam. Karena gadis ini adalah sosok yang membuat kesedihan dalam diri Bintang kian membuncah di samping rasa bahagianya yang ikut merayap.
Kala melihat gadis itu menari bahagia, saat netra Bintang dengan girang menatap seluruh pesona miliknya, juga saat rungu Bintang dengan senang hati mendengarkan segala ucapan yang keluar dari mulut si gadis, hati Bintang bereaksi sebaliknya. Bintang tak pernah mampu berbohong, dia kesakitan sendiri saat melihat tawa bahagia gadis itu. Sebuah rasa bernama ketakutan muncul di hati Bintang saat senyuman gadis itu terbit di wajahnya. Bintang takut jika suatu saat nanti senyuman menawan gadis itu menghilang dari wajahnya karena dirinya.
Asya itu berharga, dan Bintang akan selalu menjaganya kendati tubuhnya sendiri sudah sangat rapuh. Ada kalanya Bintang menyesali pertemuannya dengan Asya lantaran terlalu takut, jika suatu saat dia meninggalkan Asya, Bintang takut dirinya akan membuat Asya sangat marah hingga tak mau memaafkannya. Bintang takut Asya akan bersedih dan tak mau lagi menerima orang baru karena merasa dia bisa ditinggalkan kapan saja.
Semburat senyum sendu terbit di wajah pemuda itu. Lukisannya sudah selesai setelah cukup lama ia bersusah payah membuatnya. Bahkan matahari yang semula tak terlalu terik kini terasa seperti membakar kepala Bintang. Pemuda itu pada akhirnya memutuskan untuk beranjak, membersihkan seluruh alat lukis kemudian menepikannya di pinggir lapangan. Sedangkan tubuhnya kembali Bintang bawa menghampiri bola basket yang berada di bawah ring.
Sudah lama bola ini tak Bintang sentuh, terakhir kali pemuda itu menyentuhnya saat usia Bintang masih 12 tahun. Dulu Bintang masih bisa leluasa bermain apa pun yang ia mau, masih bisa bebas melakukan apa pun yang ia inginkan, Bintang juga tidak akan mudah kelelahan seperti sekarang.
"Cuma sebentar enggak akan bikin gue kelelahan, 'kan?" monolog Bintang, sambil mulai mendrible bola di tangannya.
Masa bodoh tentang apa yang terjadi setelah ini, Bintang hanya ingin memainkan bola di tangannya sebentar saja. Namun belum lama ia memainkan, napasnya sudah tak beraturan. Pemuda itu berdecak, Bintang semakin kasar memainkan permainannya, pemuda itu berlari lalu melompat saat hendak memasukkan bola ke dalam ring.
KAMU SEDANG MEMBACA
1. Hug Me Star [END]
Sonstiges(#HUGMESTARSERIES) Perihal sebuah asa yang dilenyapkan semesta. Juga tujuan yang tak lagi ada. Bagi Bintang, hidupnya hanya tentang sampai kapan ia akan bertahan dan kapan kepergian itu terlaksana. Kendati gadis itu hadir untuk mengukir tawa, menc...