♡ 12. Dua kursi dan meja ♡

2 1 0
                                    

Seorang gadis bermata cokelat terang yang tengah bersiap untuk latihan merapal mantra, menghentikan aktivitasnya kala seseorang mengetuk pintu kamarnya. Ia menoleh ke arah pintu yang terbuka. Menampakan seorang pemuda bermata merah berdiri dengab wajah datar dan angkuh di sana.

"Sudah selesai? Kenapa lama sekali?" tanya pemuda itu terlihat jengah menunggu Alsa bersiap-siap.

Si gadis mengambil arloji mini yang berada di saku celana. Melihat jarum masih menunjukan angka 8 lewat 20. Seketika ia tersenyum kecut. Lama dari mana? Jam 9 latihan baru dimulai. Hanya membutuhkan waktu 10 menit untuk sampai ke tempat latihan dari kamarnya. Jika di total masih ada setengah jam lagi sebelum latihan mulai. Pemuda itu benar-benar suka membuat ia menghela napas terus dan berdumel.

Jika bisa ingin rasanya si gadis berteriak mengatakan protesnya. Namun, lagi-lagi hanya bisa ia pendam saja. Kebanyakan tatapan sengit dari si pemuda saja sudah membuat ia ngeri. Jadi demi kebaikan jantung lebih baik ia mengalah.

"Maaf, Ciel. Kenapa terburu-buru? Ini bahkan belum jam 9," ucap si gadis bernada menyindir si pemuda. Hanya sebatas ini ia bisa memprotes.

Namun, tampaknya Ciel tidak merasa disindir. Ia hanya menatap datar si gadis yang sudah lengkap memakai pakaian latihan.

Celana panjang bewarna hijau tua. Kaos lengan pendek bewarna putih bergradasi biru. Rambut di kuvira kuda dengan pita hijau tua sebagai pengikat. Melihat penampilan si gadis, Ciel kembali teringat dengan seseorang yang sudah lama pergi.

"Lebih cepat lebih baik. Hari ini latihanmu akan lebih berat. Kau harus cepat menguasai semuanya mengingat perang sudah dekat," ucap Ciel sambil pergi dari depan pintu kamar si gadis.

"Haha perang. Apa aku akan benar-benar berperang?" Tawa hambar lolos dari bibir si gadis. Ia berlari kecil keluar kamar menyusul Ciel karena tidak ingin pemuda datar itu mengomelinya lagi.

Si gadis berjalan tepat di belakang Ciel. Selama berjalan di lorong, beberapa kali ia berpapasan dengan orang yang ia kenal. Sisanya tidak ia kenalin dan sudah pasti, menatap penuh penasaran dirinya. Masih menyangkal bahwa ia bagian dari yang terpilih.

"Kudengar kemarin ada jejak gelap pada dirimu." Suara Ciel terdengar. Membuyarkan pikiran si gadis.

"Ya begitulah."

Tiba-tiba Ciel menghentikan langkahnya. Berbalik menatap lekat si gadis yang kaget dengan tindakan si pemuda.

"Lebih berhati-hati. Itulah kenapa aku tidak setuju kau pergi meninggalkan Kastil. Aku tidak mau kau bernasib--" Kalimat Ciel menggantung. Ia enggan melanjutkan ucapannya.

Si gadis menatap Ciel. Menunggu si pemuda melanjutkan ucapannya. Penasaran siapa nama yang hendak pemuda itu ucapkan kepadanya. Namun, penantian si gadis sia-sia. Tidak ada lanjutan apapun dari Ciel. Pemuda itu kembali berjalan tanpa memperdulikan raut penasaran si gadis.

"Sabar, Al sabar," ucap Alsa sambil mengelus dadanya.

Alsa kembali berjalan. Tidak lama keduanya sudah sampai di halaman kosong di belakang Kastil. Ternyata tidak hanya Alsa san Ciel di sana. Pemuda berasal dari ras Elf, pemuda kembaran gadis bermulut cabai, gadis bermata unik dan Re si Naga.

Kenapa semua yang terpilih berada di sini? Apa ada hal yang akan mereka lakukan bersama?

"Bagaimana keadaamu?" tanya si pemuda Elf sambil menatap Alsa dengan tatapan menyelidik.

"Aku baik-baik saja. Terimakasih atas bantuannya semalam," jawab Alsa sambil menunduk sedikit.

"Memangnya Alsa kenapa?" tanya pemuda kembaran gadis bermulut cabai.

Meet Because of the Light Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang