Dengan mobil Jeno, mereka pun melaju ke sisi utara dari East Valley, jauh dari perkotaan, melewati hutan-hutan dan sungai, menuju ke atas ke kaki gunung. Awalnya Haechan bingung berpikir kalau pria itu akan membawanya ke tengah hutan untuk dijadikan tumbal makhluk gaib di hutan. Bisa saja kan Jeno memang adalah Jullian yang dibangkitkan dari kematian oleh makhluk mistis dan menjadi makhluk abadi. Bisa saja kan?
Sepertinya pemikiran Haechan terlalu jauh melampaui ambang batas pemikiran manusia biasa, mereka akhirnya tiba di tempat yang dimaksudkan Jeno. Janjinya hanya satu jam tapi setelah memasuki halaman rumah di kaki gunung itu Haechan sadar kalau ini bukan hanya akan memakan waktu satu jam saja. Jujur Haechan tidak keberatan karena sungguh two-stories house yang bertemakan eco-house tersebut memiliki pemandangan terbaik di seantero East Valley. Bukan hanya di East Valley saja, mungkin di seluruh Grand Valley karena Haechan tidak pernah melihat rumah dengan pemandangan seindah itu sebelumnya.
"Rumah siapa ini, Jen?"
"Ohh ini, tempat pelarian Lee Hoejangnim jika dia sedang ingin mencari ketenangan. Ahh, Kakek maksudnya... menurut Asisten Kim, Jullian meminta untuk dibuatkan rumah di sini agar dia bisa menikmati liburannya tanpa diganggu oleh orang lain karena dengan melihat pemandangannya saja sudah membuatnya bahagia. Aku ingin menunjukkan sesuatu padamu..."
Tangan Haechan digenggam dan gadis itu dibawa masuk ke dalam rumah, langsung menuju ke pintu belakang. Begitu pintu belakang dibuka, yang Haechan lihat membuat rahangnya nyaris copot saking terkesimanya dia. Pegunungan dengan puncaknya yang ditutupi salju, di bawahnya terdapat sungai lalu hamparan rumput seluas mata memandang.
"Tuan Lancelot pasti akan senang jika dibawa ke tempat ini. Ku yakin dia akan menyukai tempat ini seandainya kita bisa membawa Tuan Lancelot kemari..."
Jeno hanya tersenyum mendengar perkataan Haechan barusan. Sepertinya Jeno tengah merencanakan sesuatu, atau mungkin sudah merencanakan sesuatu. Buktinya dia sampai membawa Haechan ke tempat biasa dia dan Lee Hoejangnim tinggal jika mereka punya beberapa hari libur, menghindari hiruk-pikuk kota.
"Kalau Jullian masih hidup kita mungkin tidak akan berada di sini sekarang kan, Jen? Karena ini adalah milik kepunyaannya. Menurutmu, apa kita masih akan bersama jika Jullian masih ada?"
Mereka kini sedang duduk di hanging chair di teras belakang rumah tersebut, melihat pemandangan gunung dan sungai di siang itu. Di kota memang sedikit lebih panas tapi beda ceritanya dengan area itu karena dekat dengan pegunungan bersalju maka suhunya pun jadi lebih dingin dari suhu di pusat kota. Maka dari itu Jeno dan Haechan duduk dengan selimut yang membungkus mereka berdua.
"Kalau kita ditakdirkan bersama, aku yakin kita akan tetap dipertemukan. Bagaimana pun caranya."
"Oh Jen! Mungkin kita akan bertemu di pasar lagi seperti pada waktu itu."
"Bisa saja tapi kita berdua dalam posisi sebagai pemegang beasiswa di Elysian."
"Aku sudah memikirkan ini Jen, tapi ku rasa pembicaraan kita nanti bukan tentang kau yang menyembunyikan identitas aslimu tapi mungkin aku akan mengatakan ini padamu: Buah-buah di stall-mu terlihat segar-segar, bagaimana caranya menumbuhkan buah secantik ini tanpa menggunakan pestisida? Beritahu aku ya karena buah-buahan keluargaku selalu rusak dimakan hama. Kami pun tidak punya cukup uang untuk membeli pestisida. Kira-kira seperti itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ineffable • NoHyuck •
FanfictionBeasiswa penuh yang Lee Haechan dapat memang terlihat menjanjikan, masa depan yang cerah rasanya sudah di depan mata, akan tetapi memang tidak ada ya gratis di dunia ini. Ancaman dikeluarkan dari sekolah pun menanti jika gadis itu tidak bisa lulus d...