Belial melangkahkan kakinya di koridor yang sepi, membuat suara gema di ruangan itu. Istana Belphegor penuh dengan nuansa putih, hitam, biru, dan ungu. Dinding koridor tersebut dilengkapi jendela besar bertirai serta meja-meja yang berjarak antara satu sama lainnya untuk menopang vas bunga. Setelah Belial menghampiri istana Asmodeus dan Belphegor, ia jadi yakin ini adalah tipe perabotan yang umum di kalangan kerajaan.
Rambutnya yang dikepang ke belakang (dipaksa Phenex) menggantung dengan bebas, bergerak mengikuti gerak tubuhnya. Setelan kemeja hitam dan celana hitam fit body membuat tubuhnya terlihat ramping, namun tetap berisi. Didukung dengan rompi merah bermotif anak itu yang tampak serasi.
"Hah..."
Helaan napas Belial menunjukkan rasa lelah sekaligus bingungnya. Beberapa jam memang sudah berlalu sejak ia menyerang Phenex, tapi rasanya masih ada yang mengganjal. Belial sadar bahwa memang dia sendiri yang melukai pelayannya, hanya saja amarah yang menyelimutinya terasa sangat nyata seperti malam itu. Plus, sekarang anak itu benar-benar merasa lelah.
"Coba saja aku bisa tidur, pasti selesai mandi tadi aku langsung tidur. Rontok banget tubuhku, sialan," gerutu Belial, jari jemarinya menyentuh meja-meja yang berada di sisi kanannya. Ia terus berjalan, sampai tidak sadar sekarang sudah berada di ruangan yang lebih besar.
Kulit tangannya masih menyentuh permukaan meja marmer yang begitu dingin, hingga sesuatu yang mengkilap mencuri pandangan laki-laki itu. Belial menoleh, menyadari bahwa meja yang ini berukuran lebih panjang dibanding meja-meja lainnya. Di atas meja itu tidak ada vas bunga, hanya...
Kotak kaca?
Belial menaikkan satu alisnya, tangannya meraba kotak yang tampak sangat terawat itu.
"Ah..."
Setelah melihatnya lebih jelas, kotak kaca itu memiliki penghuninya. Sebuah belati. Belati yang sangat indah, menurut Belial. Belati tersebut memiliki kilau bilahnya yang memikat mata, dengan gradasi warna hitam dan ungu pada pegangannya yang berbentuk burung hantu. Mata ukiran burung hantu itu juga dilengkapi permata ungu pada matanya.
Bagus banget... Kenapa dipajang di sini?
Belial kembali melakukan observasi, untuk menemukan bahwa belat tersebut juga diletakkan di atas bantalan berwarna hitam dalam kaca, serta mawar-mawar berwarna ungu muda yang mengelilingi belati tersebut.
Entah mengapa, saat melihat kotak belati tersebut, hatinya dipenuhi rasa kesedihan. Entah darimana asalnya...
Belial sekarang mendongakkan kepalanya, untuk melihat sebuah bingkai dengan foto yang sangat besar, dipajang tepat di atas meja itu. Dengan latar belakang yang gelap, berfokus pada satu sosok pria yang sedang berdiri dan satu laki-laki lainnya yang ada di foto tersebut. Wajah Belphegor tampak sangat berwibawa terpotret dalam figura itu, dengan anak laki-lakinya yang duduk di atas kursi. Ekspresi Morax tampak begitu... entah, wajahnya datar, bibirnya yang kaku bahkan tidak tampak berusaha untuk senyum sedikit pun. Mata anak dalam potret itu seperti memancarkan rasa sedih, seolah-olah mendukung suasana di ruangan itu yang tiba-tiba menjadi sendu. Belati dalam kotak kaca, figura potret kerajaan...
"Belial? Senang bertemu denganmu lagi. Tidak ikut minum teh sore dengan Dantalion dan Astaroth di taman?"
Belial menoleh mendengar suara halus itu, disusul dengan derapan kaki anak itu. Morax dengan setelan kemeja putih, celana hitam, dan rompi berwarna gradasi hitam-ungu tampak serupa dengan set pakaian Belial. Morax berkacak pinggang, terkekeh melihat teman barunya.
"Ah, iya. Aku hanya ingin keliling, rasanya emosiku tadi masih membekas. Sepertinya aku tidak ikut minum teh dulu. Kau sendiri? Kupikir kau tidur," balas Belial, sekarang berhadapan dengan Morax. Tubuh mereka benar-benar persis, ramping namun berotot, wajah yang tampak lembut namun memiliki fitur tajam. Yang membedakan mungkin hanya Morax yang lebih tinggi sedikit dari Belial. Tangan Morax terangkat ke mulutnya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
INFERNO: The Lost Prince
Fantasi[END; DILENGKAPI DENGAN ILUSTRASI DI BEBERAPA CHAPTER] "...Mustahil. Pangeran itu, sudah tewas ratusan tahun yang lalu!" Tidak ada yang menyangka bahwa karya wisata itu akan membawa malapetaka. Belle Vierheller, seorang murid SMA yang bisa dikataka...