[38.] Help Me Please.

41 1 0
                                    

Akhir-akhir ada masalah di real life yang bikin aku ngga mood buat ngetik apalagi up cerita. Maaf banget ya ges yakk🙏 Aku harap ada yg nunggu cerita ini update😉

Siap buat baca chapter ini??

Eitss... 🌟 sama 💬-nya duluuuuu... Pasti ngerti kan ya apa mau kuu😗💋💋

Kalo udah cuss baca!!

———

Happy reading🌹


Setelah mencari selama berjam-jam, pada akhirnya Rafael mengaku lelah dan memutuskan untuk istirahat sejenak di sebuah halte. Baru beberapa saat duduk sembari mengatur nafas, sebuah telepon masuk ke ponselnya.

Tanpa membaca nama atau nomor si penelepon, Rafael langsung saja menekan tombol hijau kemudian menempelkan ponselnya ke telinga sebelah kiri.

"Hahaha ... Hahaha ..." Yang pertama Rafael dengar adalah tawa jahat dari seseorang di dalam telepon. Sontak Rafael menatap layar ponselnya, ternyata dari nomor tak dikenal. Rafael sudah mengepalkan tangannya menahan emosi.

"Lo siapa?" tanyanya terlampau dingin. Orang yang menelepon langsung tertawa lagi dengan santainya. Padahal keringat dingin sudah mulai membasahi dahi Rafael.

Kenapa perasaan tidak mengenakkan ini tak kunjung hilang sedari tadi??

"Hai," sapa seseorang. Nadanya sangat 'lah santai. Yang mana membuat Rafael tidak tahan.

"Buang-buang waktu—"

"Hiks ... Hikss ..."

Gerakan tangan Rafael yang ingin mematikan sambungan telepon harus terhenti kala mendengar tangisan pilu dari seorang gadis. Dan munafik jika Rafael tak mengenal suara itu meski dari rintihannya saja.

"Vanya!" teriaknya, spontan. Hingga beberapa orang yang lewat sempat memperhatikan Rafael yang teriak-teriak sendiri seperti orang yang tidak waras. Detik berikutnya Rafael mengerti dan paham siapa pemilik suara ini dan siapa dalang di balik semua ini.

"Reyhan?! Jangan berani macem-macem sama dia!" sentak Rafael tepat sasaran. Ia yakin bahwa penelepon ini adalah Reyhan. Dan yang tertawa jahat tadi sudah pasti juga Reyhan.

Memang dasar!

"Siapa, sih, yang mau macem-macem sama cewek lo yang cantik ini?" ucap Reyhan dengan nada yang terdengar menyebalkan di telinga Rafael.

"Lo bawa cewek gue kemana, sih, sialan?! Kasih tahu gue lo ada dimana atau—" Lagi-lagi ucapan Rafael terpotong. Reyhan selalu berhasil membuat Rafael tak bisa berkata-kata.

"Atau apa? Kalau berani hadap gue dulu. Dateng aja ke bangunan bekas hotel di pinggir kota. Siap-siap gue ajak main disana." Tanpa menunggu jawaban apalagi persetujuan dari Rafael, Reyhan langsung mematikan sambungan teleponnya.

Rafael meremat ponselnya kuat. Sebelumnya ia tak pernah menyangka kalau kebencian Reyhan kepadanya akan berdampak sangat buruk terhadap keselamatan Vanya. Anak itu harus benar-benar di beri pelajaran.

Sebelum pergi, Rafael menelepon kedua sahabatnya dulu guna meminta bantuan. Masa bodoh jika sekarang mereka berdua masih di Yogya.

Tidak tahu saja Rafael, Bagas dan Alvin padahal sudah lebih dulu sampai disini :)

RAVA : Rafael - Vanya ( SELESAI )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang