CHAPTER 16

199 48 11
                                    

"...karena aku menyukaimu."

Chanyeol mengernyitkan dahi sedetik setelah mengatakan itu, kebingungan dengan kalimat yang meluncur begitu lancar dari mulutnya. Cepat-cepat ia jauhkan kedua tangan dari bahu Wendy dan memilih untuk memasukannya ke dalam saku celana agar tidak terlihat salah tingkah. Sebentar, apa yang baru saja ia katakan?

Dengan canggung ia garuk bagian belakang kepalanya agak lama sambil menunduk.

"Maksudku... yaa, aku menyukaimu sama seperti orang-orang yang pernah bekerja denganmu. Jadi, jangan pernah berpikir jika aku tak menyukaimu atau bahkan membencimu." Mengucapkan kalimat panjang itu butuh usaha besar bagi Chanyeol agar terlihat tetap tenang meski kedua pipinya merah padam. Untung saja akal sehat dan -sebagian besar- gengsinya masih bisa diajak bekerjasama untuk memperbaiki situasi yang tiba-tiba menjadi canggung. Tak pernah sekalipun ia berniat untuk mengatakan kalimat itu. Mungkin mulutnya hanya salah bicara. Atau mungkin pertanyaan 'apa kau menyukaiku?' itu adalah kesalahan utamanya.

"ha..hahaha...begitu rupanya..." setelah berhasil mencerna penjelasan Chanyeol, Wendy hanya balas tertawa yang sepertinya dipaksakan. Lalu wajahnya entah kenapa terlihat bingung dan agak murung.

"Syukurlah jika kau menyukaiku. Ku pikir selama ini kau tak suka padaku makanya kau bersikap dingin dan masa bodoh." Lanjutnya sambil memberi sebuah senyuman yang Chanyeol tak mengerti apa artinya. Chanyeol akhirnya hanya mengangguk, dan mengedarkan arah pandangannya ke arah lain karena tak sanggup berlama-lama menatap sepasang mata milik Wendy. Ada rasa bersalah karena ia sudah sangat ceroboh mengucapkan kalimat klise yang berakibat suasana diantara mereka berdua menjadi canggung.

Akhirnya, 20 menit terakhir diatas balon udara mereka habiskan dalam diam dan sibuk dengan pikiran masing-masing.

*

Keadaan yang canggung ternyata masih berlanjut hingga mereka tiba di Hotel. Masih sama-sama betah untuk saling diam, bahkan saat menurunkan barang dari bagasi mobil sekalipun. Chanyeol memutuskan untuk mengembalikan sepeda sedangkan Wendy langsung kembali ke kamar tanpa berbicara satu sama lain. Suasana canggung itu tak kunjung hilang meski mereka sudah sama-sama bersiap untuk tidur. Padahal kemarin dengan riangnya Wendy mengucapkan selamat malam pada Chanyeol. Tapi saat ini, mereka malah sama-sama diam.

Wendy tak tenang diatas kasurnya, begitupula dengan Chanyeol yang tak bisa menemukan posisi nyaman diatas sofa. Ini semua salahnya, pikir Chanyeol. Seandainya ia tak mengatakan kalimat itu, pasti saat ini ia sedang tertawa bersama Wendy atau mungkin mengomeli wanita itu. Sekarang suasananya jadi tak nyaman.

Esok paginya Chanyeol bangun kesiangan. Ketika bangun, ia tak menemukan Wendy diatas kasur berikut dengan koper berwarna kuning terang yang kemarin malam ia yakin masih ada di pojok ruangan. Chanyeol duduk diujung sofa kemudian menunduk, otaknya tengah berpikir sambil mengumpulkan nyawa. Kenapa suasananya jadi tambah parah? Apa Wendy marah padanya karena dikira mempermainkan perasaan wanita itu? Ia menggeleng pelan. Tidak, ia tak berniat untuk mempermainkan perasaan siapapun. Seharusnya ia tak mengatakan kalimat bodoh itu jika tau akan membuat suasana jadi tak nyaman. Kini hatinya dipenuhi rasa bersalah pada Wendy. Jauh-jauh ia bawa Wendy kesini untuk bisa bersenang-senang bersama dan mengenal pribadi wanita itu lebih dalam. Tapi, baru 3 hari berada di Hunter Valley ia justru mengacaukan segalanya.

Hal pertama yang harus ia lakukan adalah menemukan Wendy yang entah pergi kemana. Wanita itu tak mengirimkan pesan apapun. Baik meninggalkan catatan atau pesan singkat. Dia benar-benar menghilang tanpa jejak hingga membuat Chanyeol mulai panik. Wendy belum pernah pergi ke Hunter Valley, dan ia yakin jika Wendy mungkin saja memilih untuk pulang lebih dulu ke Korea. Tapi bagaimana bisa ia ditinggalkan begitu saja tanpa penjelasan apapun?

From A Man Who Truly Loves YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang