Aku terbangun dengan badan penuh dengan lebam memerah, siapa lagi pelakunya kalau bukan tuan muda Gara. Ia masih terlelap di ranjangku, dengkuran pelannya mengisi kekosongan suara di kamar kost baru ini.
Telunjukku menyentuh tulang hidung nya yang tinggi, tidak seperti tulang hidungku yang landai yang membuat kacamata ku cepat melorot. Turun lagi jemariku sampai ke bibirnya yang sedikit tebal, lucunya!
"Akh!"
Aku memekik saat tiba-tiba jariku masuk ke mulut Gara, digigitnya cukup keras membuatku ingin menampol wajah nya yang sempurna. "Sakit tau!"
Matanya yang baru terbuka menatapku, ada cengiran jahil di matanya. "Pagi-pagi udah grepe-grepe, rahimnya anget ya kak?"
Aku yang tadinya hanya ingin menampol wajahnya jadi benar-benar memberi salam pipinya dengan telapak tanganku. Cukup keras hingga membuat Gara mengeryit kesakitan. "Jangan KDRT!"
"Kita kan belum berumah tangga!" Seruku sewot, mendorong tubuhnya agar lebih jauh dari tubuhku.
"Besok langsung ke KUA."
"Besok Minggu, Gar. Tutup," ucapku sambil mencebikan bibir, tiada hari tanpa meributkan masalah kecil. Tapi itu cukup membuat hari-hari ku menyenangkan.
Laki-laki yang dulunya dingin ini menarik tubuhku untuk direngkuhnya, wajahku menghadap dada bidangnya yang terasa hangat. "Tidur lagi, Dif, wajah lo bikin si joni tegang," ujar Gara dengan suara serak khas orang bangun tidur.
Aku terperanjat karna ada yg berkedut di pahaku, "Ih Gara! Apa ini!"
"Gatau," ucapnya singkat semakin memelukku erat. Huh, aku tidak pernah membayangkan hidupku akan berakhir seperti ini.
Mataku melirik ke arah jendela, teringat sosok yang menonton kegiatanku dan Gara, aku yakin dia orang yang memberiku nampan. Aku mengelus wajah lelaki yang sedang mendekapku ini, "lo tau ngga, penjaga kost ini selain Roy?"
Pertanyaanku membuat mata Gara mengerjap, membuka matanya dan menatap mataku. "Sam?"
"Yang badannya keker?" Tanyaku memastikan.
"Iya, Sam. Adik Roy. Kenapa?"
"Dia jahat ngga?" Gara mengerutkan dahi, menatapku dengan tatapan bertanya-tanya.
"Enggak juga sih, gue udah setahun di kost ini dan dia nggak aneh-aneh ke gue. Kenapa si?"
Aku hanya menggeleng kemudian kembali menaruh wajahku di dada hangat pemuda ini. Kudengar Gara hanya mengembuskan nafas berat lalu kembali memelukku erat. "Kalo ada yang aneh jangan sungkan ngomong ke gue, gue nggak mau lo kenapa napa."
Aku mengangguk, mungkin kejadian kemarin hanya salah paham, mungkin Sam hanya lewat di kebun dan tidak sengaja melihat kegiatan kami.
"Hari ini temen-temen gue mau ke kost, kebiasaan mereka kalo hari Sabtu pasti nongkrong di sini, padahal gue lagi pengen sama lo terus," Gara berkata lirih, aku yang mendengarnya hanya tersenyum tipis, ada kupu-kupu yang berterbangan di perutku. Maksud ku sebenarnya aku sudah berusaha menghindari Gara tapi lihat sendiri mungkin takdir ini yang membuatku selalu bertemu dengannya.
Bukan berarti aku senang.
"Gue juga mau pergi sama Zara." Gara langsung melepaskan pelukkannya dan mendorong bahuku untuk menatap mataku.
"Gaboleh, Zara itu mucikari ga jelas, temen sendiri di jual."
"Kebanyakan mucikari bukannya begitu?" Tanyaku iseng, Gara langsung menggeleng.
"Mulai sekarang lo nggak boleh temenan sama Zara. Ngeri gue."
"Kenapa ngelarang-ngelarang? Emang lo siapa gue?"
KAMU SEDANG MEMBACA
SEDUCTIVE (21+)
ChickLit21+ "Gue nggak suka ayam." "Tapi kalo ayam kampus lo suka kan?" Kesialan Difya saat pelanggan pertamanya ternyata teman kelasnya sendiri.