Untuk Cakra Aira

48 5 0
                                    

"Ada satu hal yang tidak bisa di pungkiri dalam hidup, kenyataan bahwa kehilangan takkan pernah bisa memilih kepada siapa dia akan tiba."

-BabeLova

Matahari sudah lewat di atas kepala, artinya telah menunjukkan waktu siang. Juri, siswa dan siswi juga sudah kembali ke dalam ruangan aula yang luasnya bisa menampung hampir 500 orang.

Mereka akan menyaksikan pertandingan terakhir, yaitu final yang sempat tersendat karena waktu dzuhur.

Lawan kali ini dari SMA Harapan Bangsa, mereka selalu menjadi lawan di final dan menang sebagai juara. Tita, Galaksi dan Langit, sekarang harus berhadapan dengan SMA yang sempat Galaksi lawan bersama Kakak kelasnya dahulu. Dan ia dikalahkan oleh SMA itu.

Kekalahan tahun lalu itu akan sangat berarti bagi Galaksi, karena kali ini, mereka membawa nama yang sama di garis final. Mempertemukan si menang dan si kalah. Begitu ucap orang-orang yang terus menagari Galaksi dan kawan-kawan sebagai pecundang di laman media.

"Ta, gue gak yakin kita bakal menang." Galaksi menoleh ke samping kanan tepat setelah menatap satu orang yang pernah ia lawan di olimpiade tahun lalu. Tita mengernyit begitu mendapati Galaksi menundukkan kepalanya.

"Lo pernah kalah, tapi bukan berarti gak bisa menang."

Galaksi masih setia dengan posisinya. "Lo bisa, tapi gue enggak. Gimana pun juga pikiran gue masih tentang Cakra sialan."

Hening, Tita menyubit pinggang Galaksi hingga sedikit membuatnya meringis kesakitan.

"Kalau gue bilang bisa ya bisa! Ngerti gak sih lo, Ga?! Cakra koma bukan karena lo, jadi stop salahin diri lo sendiri. Karena kalau si Cakra sialan itu lihat li kayak gini, dia pasti ejekin lo. Apalagi kalau kita gak menang! Dia bukan mukul tengkuk lo lagi, bisa-bisa dia penggal leher lo!"

Galaksi sedikit terkekeh mendengarnya, ia pun mengangkat kepalanya tegak. Menatap kembali satu lawan didepan.

"Gue harus menang, kan, Ta?" Tanyanya tersenyum masih menghadap kedepan.

Tita mengangguk antusias. "Kita harus menang, Ga. Demi sekolah, demi nama baik lo, kita, dan Cakra." Sambil seperti orang yang menyampaikan orasinya, Tita mengangkat tangan kanannya yang mengepal penuh semangat.

Ada aura yang mampu membuat Galaksi hangat dan percaya diri dari gadis disampingnya. Itu cukup memberinya rasa nyaman dan percaya diri untuk mengalahkan lawan.

Ya, salah satu lawan yang ia kenal.

"Cakra, gue berjuang buat elo dan Bima di rumah sakit. Tolong, berjuang buat sembuh. Kalian harus sembuh. Jangan ada hal buruk yang terjadi, gue masih butuh kalian. Jadi, sembuh, ya? Kalian harus lihat gue jadi dokter."

"Oke! Pertandingan Olimpiade Sains kali ini kita akan lanjutkan..."

"Kita harus jadi bintang yang terang sama-sama. Galaksi, Bima, dan Cakra harus sama-sama sampai 100 tahun yang akan datang. Bahkan sampai kita bangkotan, kita harus sama-sama. Sampai kita gak mampu buat bicara, sampai kita gak mampu buat jalan, sampai kita gak mampu buat dengar, sampai kita gak mampu buat lihat, sampai kita gak mampu buat bangun.. dan hanya mampu tersenyum karena mengingat masa muda kita. BabeLova.. akan abadi bahkan jika kita telah mati."

"Cakra, meskipun gue gak punya perasaan apapun sama lo. Gue khawatir, meski harus menguatkan Galaksi yang sebenarnya gue sendiri juga gak tenang. Cak, bangun yaa.. anehnya gue kangen sama ke randoman lo setiap hari. Bangun, ya, Cakra. Ayo kita perbaiki ini sama-sama."

"Maaf, Cakra.."

🌱

"Cakra, lo lihat? Mereka ada di TV! Gaga ada di TV!" Ucap Bima dari kursi rodanya menunjuk-nunjuk televisi yang agak jauh di hadapannya dengan antusias. "Aih! Dia gak ngajak-ngajak kita, ya, kan, Cak? Padahal kita yang ngarep pengen masuk tv."

[✔] BabeLova - Jaemin, Haechan, MarkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang