90 - Their Agreement

688 81 15
                                    

Tidurku terusik ketika ponselku tidak berhenti berdering. Terlalu pagi bagi seseorang untuk meneleponku. Melalui celah di antara tirai jendela kamarku, di luar sana masih cukup gelap. Biasanya aku memang memasang alarm, tetapi hari ini aku sengaja tidak ingin bangun terlalu pagi karena baru tiba di rumah pukul satu.

Alby tidak membiarkan aku pulang sebelum kami makan malam dan menonton film. Selain balkon, kurasa dia sangat suka melihatku tertidur ketika menonton film bersamanya. Namun, usahanya untuk membuat kami menginap di hotel gagal total. Aku terbangun ketika Nate menelepon. Dia protes karena aku lupa memberi tahu kalau akan pulang sangat terlambat.

Aku berguling ke sisi kasur yang lain-saking malasnya bagun. Sebelah tanganku terulur meraba-raba nakas demi menemukan ponsel yang baru saja berhenti berdering. Kupikir ada yang salah dengan mataku, atau karena baru bangun tidur jadi aku belum bisa melihat dengan jelas, tetapi meski sudah mengucek mata, nama kontak yang tertera di ponselku sama sekali tidak berubah.

Apa Claudia kurang kerjaan sampai meneleponku sepagi ini?

"Kuharap ada sesuatu yang penting sampai kau meneleponku sepagi ini." Bukan cara yang ramah untuk menerima telepon, tetapi aku harus melakukannya. Setidaknya agar dia mengerti bahwa tidak semua orang bisa mengikuti jadwalnya yang terkadang bisa sangat tidak manusiawi.

"Maaf mengganggu tidurmu. Hanya ini waktu yang kupunya sebelum berada di pesawat selama beberapa jam ke depan."

Sekarang aku mulai terusik untuk memberi simpati padanya. Berprofesi sebagai model, apalagi yang sudah punya jam terbang tinggi, mengharuskannya bepergian ke luar negeri untuk melakukan pemotretan.

"Dan seharusnya kau sudah memberi tahu apa tujuanmu meneleponku."

Tawa rendahnya terdengar. Ada kesan kalau itu hanya dibuat-buat, atau mungkin dia terlalu lelah untuk tertawa. Namun, aku tidak sedang berada di situasi di mana aku akan mengasihaninya.

"Aku perlu bertemu denganmu hari ini. Akan kukabari kapan aku tiba."

"Kau membuat janji seolah-olah aku pasti akan mengiakannya, padahal aku berencana menolak."

Sikap Claudia mengingatkanku pada sosok Alby. Tidak mengherankan kalau orang-orang menyebut mereka adalah pasangan sempurna. Tidak hanya secara penampilan, kepribadian mereka juga sama cocoknya.

Kepalaku berdenyut hanya karena membayangkan mereka bersama. Aku tidak sedang berharap mereka kembali bersama, tetapi untuk dua orang yang saling mencintai dan sudah bersama selama dua tahun, benar-benar sangat disayangkan perpisahannya. Aku tidak tahu kalau dibandingkan denganku yang empat tahun bersama Jeff, apakah akan sama berharganya.

"Aku ingin meluruskan sesuatu dan ... mungkin sedikit memerlukan bantuanmu."

Lagi? Ada apa dengan orang-orang ini. Jeff sudah meminta bantuanku, sekarang tunangannya. Kalau ini tentang hubunganku dengan Alby, aku benar-benar berharap mereka segera menikah saja. Dengan begitu, aku dan Alby dapat menjalani hubungan yang lebih normal tanpa harus mendapat gangguan dari para mantan kekasih.

"Aku tidak bisa melakukannya, Claudia. Hari ini aku bekerja." Dan akan seberat apa yang akan kuhadapi hari ini. Akhir tahun dengan tugas yang banyak sungguh bukan sesuatu yang keren.

"Saat makan siang saja, Ava, kumohon. Kau hanya perlu memberitahuku makan siang di mana, aku akan ke sana."

Nada memelasnya membuatku mulai mempertimbangkan untuk menerima. Di satu sisi, aku penasaran, ingin tahu apa yang sedang berusaha dia luruskan. Namun, dengan aku tahu apa yang akan dia beri tahu padaku, berarti aku harus siap menerima risiko untuk membantunya. Yah, walau aku punya hak untuk menolak, tetapi kalau situasinya buruk hingga membuatnya frustrasi, mungkin aku akan kembali menjadi orang bodoh.

Heart to Break [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang