Genre : Fiksi remaja, drama, romantis, angst.
***
Mika percaya bahwa sesuatu yang ada di dunia ini tidak kekal. Termasuk kebahagiaan dan kesedihan. Maka dari itu, Mika selalu yakin kesedihannya pasti berlalu, dan tergantikan oleh kebahagiaan.
Namun...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sudah dua hari Arki absen. Arki terakhir bertemu Mika saat ada Frisy. Setelahnya, Mika tak pernah lagi terlihat. Bahkan Mika tidak bisa dihubungi. Arki mencoba menghubungi Mika lewat telepon tak pernah diangkat, dan lewat chat pun tak pernah dibalas.
Arki belum sempat meminta maaf pada Mika perihal Frisy. Arki belum merasa tenang jika belum bertemu dengan Mika secara langsung. Namun, beberapa saat Arki menunggu Mika di depan pintu pagar, Mika tak kunjung keluar.
Dengan melihat sepeda yang masih terparkir di depan garasi, Arki jadi yakin bahwa Mika belum berangkat sekolah. Tapi ternyata, saat bertemu dengan Farlo dan Arki menanyakan pada adiknya Mika itu, ia bilang Mika sudah berangkat sekolah sejak tadi.
Setelah menghela napas dengan kesal sekaligus kecewa, Arki dengan berat hati berangkat ke sekolah tanpa membonceng Mika. Mungkin akan lebih mudah bertemu dengan Mika di sekolah karena mereka satu kelas.
Namun, ternyata menyapa Mika tidak semudah yang Arki bayangkan. Mika kerap kali menghindarinya, dan ada saja hal yang membuat Mika berhasil tak menghiraukan Arki.
Seperti ketika mereka berada di kelas, Saat pergantian jam pelajaran. Ada kesempatan untuk Arki menyapa Mika.
"Mika!" panggil Arki.
Mika menoleh. Raut wajah Mika seperti biasanya, selayaknya orang yang tidak memiliki masalah apapun. Akan tetapi Arki mampu membedakan sikap orang yang pura-pura dengan orang yang bersikap alami. Mika terkesan menyembunyikan kekesalannya dengan cara bersikap baik-baik saja.
"Gue mau ngomong bentar sama lo," ujar Arki.
"Nanti aja. Gue mau ke toilet dulu." Mika langsung beralih pada Willa. "Wil, ke toilet, yuk."
"Mik-." Arki menghela napas kasar saat Mika sudah keluar dari kelas bersama Willa. Lagi-lagi Arki gagal mengambil kesempatan. Sangat jelas sekali Mika menghindarinya.
"Mik, lo ada masalah sama Arki?" tanya Willa saat ia sedang berada di depan wastafel. Sedangkan Mika berada dalam salah satu bilik toilet.
"Engga, kok." Mika menyahuti dari dalam. Lalu, tak lama dari itu ia keluar dan berdiri di samping Willa sambil bercermin dan mencuci tangan.
Willa memperhatikan Mika lewat cermin. "Lo bohong 'kan? Jelas-jelas dari tadi pagi lo berusaha buat menghindar dari Arki."
Mika sadar bahwa Willa sedari tadi memperhatikan gerak-geriknya. Karena begitu jelas kalo Mika terus-terusan mengajak Willa ngobrol, padahal biasanya Mika akan lirik-lirikan dengan Arki.
Setelah absen selama dua hari, seharusnya Mika antusias dengan kehadiran Arki, tapi ini Mika malah seakan tidak peduli. Willa yakin, pasti ada sesuatu yang terjadi pada mereka.
"Lo gak mau cerita sama gue gitu? Siapa tau gue bisa kasih solusi." Willa mendesak Mika dengan cara yang lembut. Willa terus menunggu Mika untuk membuka suaranya, tapi untuk beberapa detik Mika masih fokus pada tangannya.