"Bukan tidak berguna, kamu hanya belum sampai pada masa dimana kamu sangat dibutuhkan."
"Kak Fajar udah pulang, ya?" Caramel tiba-tiba nongol dari balik pintu.
Padahal, kalau Fajar sudah ada di depan rumah saat sore menjelang, tandanya sudah pulang, kan? Gemas sekali.
"Udah, sayang."
Masuklah sepasang suami istri itu ke dalam rumah, dengan Caramel yang berjalan lebih dulu. Penat Fajar seketika hilang, di belakang Caramel yang berjalan, Fajar mengulum bibir. Entah apa yang telah Fajar perbuat hingga menyebabkan wanita itu kini menjadi gemuk. Juga dengan perutnya yang melembung ke depan. Rasanya masih tak habis fikir, kok bisa gitu loh?
"Em ... Kak?"
Hati-hati. Saat Fajar pulang kerja begini biasanya jam-jamnya Caramel rawan ngidam.
Wanita yang semula berjalan mendahuluinya itu, kini berbalik lagi, menggelayutkan kepalanya pada lengan Fajar. Pasti ada maunya!
"Kok Kakak tambah maco, sih?" Ah, tidak salah lagi. Kalau sudah muji-muji gini pasti ada maunya. Senyum Fajar mengembang, dikira dirinya remaja labil, huh?
"Eh, ngomong-ngomong, Kakak tau nggak bu Iis yang punya anak gemoy itu?"
"Tau, kenapa? Kamu mau main ke sana?"
Langkah keduanya melambat. Padahal Fajar sudah ingin mandi.
"Enggak, sih. Cuman aku kepikiran aja," kata Caramel enteng tanpa menyelesaikan kalimatnya. Rautnya seperti orang bertanya-tanya.
Dahi Fajar berkerut samar. "Kepikiran kenapa?"
Caramel mengulum bibir. Mendongak, menatap Fajar malu-malu dengan senyum tertahannya. "Itu loh, Kak ... Sop buah di alun-alun sana kayaknya kok enak banget, ya?"
Nah, kan! Apa hubungannya coba antara bu Iis dengan sop buah? Kalau ngidam tinggal bilang saja, apa susahnya.
"Yaudah, aku mandi dulu. Nanti kita ke sana sekalian nyore. Ya?" Senyum manis ditarik dari sudut bibir lelaki itu. Menatap lembut istrinya yang semenjak hamil ini menjadi keras kepala di balik sikapnya yang kian manja.
Caramel menggeleng dengan raut sendunya. "Ngapain, lah, nyore-nyore segala. Kita kan, udah sering." Lalu pipinya mengembung. "Jugaan kalo Kakak mandi dulu, lama. Mending nggak usah, keburu aku udah nggak pengen lagi."
Nah, ini dia definisi batu dibalik sikap manjanya. Imut-imut cara memintanya, tapi diam-diam maksa.
Lelaki itu menghela nafas. Untung saja dia sudah siap lahir batin untuk menjadi seorang suami juga sosok Ayah.
Akhirnya, Fajar berjalan keluar rumah lagi. Menancapkan kembali kunci motor yang semula sudah ia cabut.
Hampir ia menghidupkan motor sebelum akhirnya Caramel berucap, "Kak! Besok kita nyiang, ya?" katanya meminta persetujuan. Rautnya berseri-seri, segar cantik bagai bunga baru mekar.
"Ha?" Fajar loading.
"Ck! Itu lho... Kan kalau nyore Amel udah bosen, jadi besok kita nyiang, yaaa?"
Oh. Fajar baru tau kalau ibu hamil memiliki ribuan ide yang sangat topcer.
*****
Caramel terisak berbaring di ranjangnya. Ini sudah pukul sepuluh malam, tapi suara motor belum juga menggema di halaman rumahnya. Dirinya ini sekarang sudah bukan Caramel yang langsing seperti dulu, tubuhnya gendut dengan perut membuncit. Pasti Fajar sudah tak sayang padanya.
Perempuan hamil itu berbaring tak tenang, miring kanan, miring kiri. Makin-makin isakannya menjadi kala dirinya tidak bisa tidur terlungkup.
"Ya Allah, Nak, Nak! Lihat ini, gara-gara Ayahmu, Ibu jadi nggak bisa tidur terlungkup!" katanya pada bayi di dalam perut dengan nada kesal di sela isak tangisnya.
Sesungguhnya Fajar lah dalang dari gundah gulananya malam ini. Fajar juga penyebab perutnya menjadi melembung, tapi kini lelaki itu tak tanggung jawab.
Wanita itu keluar dari kamar. Menonton tv mungkin ada benarnya sembari menunggu suami tak bertanggung jawabnya itu pulang.
Namun, saat sampai di ruang tv, minatnya tiba-tiba hilang. Jadilah bumil itu duduk termenung meluruskan kakinya di atas sofa. Bibirnya melengkung kebawah, hidungnya kembang kempis. Sudahlah. Sudah dipastikan ini pasti Fajar sudah tak sayang padanya lagi.
Tak lama kemudian, yang ditangisinya sejak tadi muncul. Tapi, bukannya Caramel merasa senang, justru wanita itu bertambah kesal.
Pertama, suaminya pulang KEMALEMAN.
Kedua, suaminya masuk rumah tanpa memanggil dirinya dengan panggilan 'SAYANG'.
Ketiga, suaminya memasuki rumah tanpa melepas SEPATU."Heh!" Caramel menegur Fajar yang berjalan terburu-buru menuju kamar mereka.
Lelaki itu terperanjat. Matanya sedikit membesar saat melihat Caramel yang duduk meluruskan kaki di atas sofa.
Keempat, Fajar menatap dirinya bagaikan kambing laduk yang siap beranak. Padahal dirinya ini kan istrinya. ISTRINYA, LOH.
"Eh, Sayang? Kok belum tidur... udah malem nanti masuk angin..."
"Kok malem banget, sih, pulangnya?!" ketus Caramel. "Keluarin kasur, malem ini aku mau tidur di luar."
Waduh, galak sekali. Kalau sudah begini galaknya, mana bisa Fajar menegosiasi, yang ada dirinya akan ditelan hidup-hidup dan segera RIP. Mana Caramel masih muda, pastilah wanita itu akan cari suami baru.
Fajar mengangguk. Cepat-cepat ia keluarkan kasur untuk ratunya itu tidur.
Tapi, hingga pukul 02.00 dini hari, Caramel tak juga kunjung tidur. Meski sudah ada Fajar di sampingnya, matanya masih setia terbuka, membayangkan enaknya makan apa.
Fajar juga otomatis tidak bisa tidur saat merasa kasurnya berbunyi grasak-grusuk.
"Sayang ... tidur geh, udah mau subuh ini. Nanti kamu masuk angin." Fajar ucapkan selembut mungkin, nyawa taruhannya kalau dia sampai salah bicara.
Sangka Fajar, Caramel masih galak, tapi ternyata wanita hamil yang satu itu sudah lunak kembali.
"Kak ... aku pengen," cicit Caramel malu-malu. Mendadak saja kepalanya ia sembunyikan di bawah guling.
Fajar tentu melotot seketika. Maksudnya ... Pengen yang itu? Di waktu tengah malam begini? Lelaki itu mengulum bibir, boleh juga. Mumpung tidak bisa tidur, kan, sekalian saja labaskan hingga pagi. Bisik nalurinya sebagai seorang laki-laki normal.
"Pengen apa, hm?" tanya Fajar berusaha meraih guling yang menutupi wajah istrinya. Biarlah Caramel bermain kucing-kucing malu dulu sebentar, sebelum nanti wanita itu berubah menjadi ... Ckydkwhfndhhwj. Aghhh.
"Aku pengen makan apel, kayaknya seger banget ya..."
Wajah Fajar mendatar. Pentingnya jangan berekspektasi terlalu tinggi.
Dan begitulah kehidupan keduanya. Siapa sangka, surat salah alamat yang di antarkan seorang gadis berbalut setelan putih abu-abu tujuh tahun lalu, rambut dikuncir satu, dengan raut malu-malu, ternyata merupakan cara Tuhan mempertemukan ia dengan jodohnya.
Dan malam ini wanita itu nyata tidur dengan tangan melingkari pinggangnya, satu ranjang dengannya, mendengkur halus setelah makan tiga buah apel di jam dua dini hari.
Wanita kuat lagi hebat, meski terseok-seok, masih mampu wanita itu mempertahankan napasnya, melewati masa tersulit.
"Terimakasih sudah hadir di dunia ini."
Udah bener-bener selesai, yaaaa.
Btw, jangan lupa mampir di karyaku selanjutnya! Aku sebenernya ada satu cerita yang udah siap publish, tapi tiba-tiba otakku nemuin satu ide yang ngalir banget.Jadi aku bakal publish duluan ideku yang baru ini. Tapi yang satu ini bakal beda dari ceritaku sblmnya, soalnya partnya ga lebih dr 10 wkwk. Itung-itung short story. Daaaannn... Aku bakalan publish sekali aja. Jadi, sekali netes langsung ending, hihi!
Ceritanya aku ambil dr kisah nyata di sekitarku yg skrg lagi marak bgt terjadi tanpa diduga.
Pokoknyaaaa tungguin yaa!<3
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm okay (END)
Fiksi RemajaOrang tuanya selalu bertengkar, tak ada yang bisa ia lakukan selain berusaha meyakinkan diri bahwa keluarganya akan baik-baik saja. Pertengkaran adalah hal wajar dalam rumah tangga. Tumbuh gadis itu berdampingan dengan rasa sakit. Hingga tiba pada...