Kala senja menggenggam cakrawala
Siluet sang kekasih terlukis indah
Aroma rindu menusuk jiwa
Terhapus jarak memisahkan kita~ Kenzi Alvaro ~
Kenzi mendekat ke arah Kiara. Tingkah laku yang tak biasa menimbulkan pertanyaan besar di benar Kiara.
"Ada apa?" tanya Kiara penasaran.
Kenzi menggeleng. Namun, Kiara melihat jelas gurat kegugupan dan kecemasan dari sang kekasih.
Ingin mempertanyakan lebih, tetapi urung. Kiara lebih memilih diam meskipun rasa penasaran semakin besar.
"Kita pulang sekarang," ajak Kenzi, seolah tak terbantahkan.
"Tapi ini masih hujan deres, Ken," ujar Kiara sedikit kesal.
"Nggak apa-apa. Kita terobos aja." Kenzi bersiap memakai helm.
Bukan karena Kenzi mengajaknya pulang di bawah guyuran hujan. Akan tetapi, Kiara merasa kesal lantaran Kenzi berubah setelah menerima telepon itu.
"Yuk." Kenzi meraih tangan Kiara.
"Tunggu!" Kiara menahan tangan. Enggan menuruti Kenzi begitu saja. "Telepon dari siapa, sih?"
Raut wajah Kenzi seolah terkejut. Bola matanya menyorot tajam ke arah Kiara yang masih berdiri tegap di tempatnya. Kemudian lelaki itu terlihat menarik napas, lalu mengembuskannya pelan.
"Bukan dari siapa-siapa, kok," kilah Kenzi berbohong.
"Nggak! Aku tahu kamu bohong." Kiara menepis tangan Kenzi. "Jujur atau tinggalin aja aku di sini?"
Kenzi mendengkus. Lelaki berhidung mancung itu kembali melepas helm dan meletakkannya asal. Ia berdiri tepat di hadapan Kiara sembari memegang kedua lengan atas sang kekasih.
"Nina sakit, Ra. Dan aku harus ke sana," ungkap Kenzi, mengunci tatapan Kiara.
Bak dihunjam batu besar. Rasa pedih, ngilu, sakit, dan sesak berkumpul menjadi satu. Hingga mata Kiara terasa sangat panas. Enggan menampakkan kekecewaannya, Kiara memilih menunduk.
"Ra!" panggil Kenzi lembut. "Aku udah bicara jujur. Sekarang kamu mau ikut aku pulang atau gimana?"
Andai saja Kenzi tak di depannya, mungkin kini tangis Kiara sudah pecah. Terlebih saat mendengar penawaran sang kekasih yang terakhir.
Kiara menghela napas, lalu meraih helm-nya. Ia mencoba mengerti. Mungkin memang kondisi Nina yang membutuhkan perawatan. Hingga Kenzi rela mengajaknya untuk segera pulang, meski hujan semakin deras.
"Ya, udah. Ayok, kita pulang," ajak Kiara, melewati Kenzi yang berdiri menatapnya.
Kenzi tersenyum. Mungkin karena tahu bahwa Kiara sangat pengertian. Hingga ia terlihat merasa senang begitu.
Kenzi melajukan motor dengan kecepatan sedang. Sesekali mengusap kaca helm yang jarak pandangnya tertutup air. Sementara Kiara meringkuk kedinginan meski sudah memakai jaket kulit berwarna hitam milik sang kekasih.
Kenzi memelankan motor saat mendengar Kiara menggigil. Lelaki itu mengelus lutut sang kekasih, lalu meraih tangan kiri Kiara dan meletakkan di depan perutnya.
"Maafin aku, ya, Yang," ucap Kenzi tulus.
Kiara yang sudah tak tahan dengan dingin itu hanya mengangguk-angguk. Ia pun mengeratkan pelukannya. Sementara Kenzi semakin melajukan motor. Menerobos hujan yang tak bersahabat. Enggan melihat Kiara semakin kedinginan.
Sesampainya di kontrakan, Kenzi memilih mengantarkan Kiara sampai depan pintu. Melihat sang kekasih kedinginan pun, akhirnya Kiara mengembalikan jaket kulit itu.
"Kamu pakai jaket ini. Kamu 'kan mau merawat Nina yang lagi sakit." Kiara menekankan kata sakit di dalamnya. "Jadi, jangan sampai kamu ikutan sakit."
Meski Kiara sudah memaafkan dan mengerti keadaan Kenzi. Namun, rasa cemburu menguasai hatinya. Siapa sih yang tidak merasa cemburu ketika sang kekasih lebih memilih mantan ketimbang pacar?
"Ra." Kenzi mencekal pergelangan tangan Kiara yang hendak memasuki ruangan kecil itu.
"Apa lagi, Ken?" geram Kiara.
"Apa kamu nggak mau maafin aku?" tanya Kenzi dengan raut memohon.
Kiara menyeringai. "Sekarang gini, gimana rasanya kamu jika aku ngerawat mantanku di saat kita sudah pacaran?"
Kenzi terdiam. Seolah tak mampu menjawab pertanyaan Kiara. Kiara pun semakin merasa geram dan memilih masuk ke dalam kontrakan. Meninggalkan Kenzi yang masih termenung di depan, lalu tak lama kemudian, Kenzi melajukan motor.
Setelah membersihkan tubuh, Kiara memilih berbaring sembari menyelancarkan ibu jari di media sosial. Tiba-tiba notifikasi masuk dari Kenzi ke ponsel Kiara. Membuat Kiara menautkan alis.
"Katanya lagi ngerawat Nina. Kok kirim chat?" gumam Kiara, penasaran menekan pesan Kenzi.
"Good night, Sayang. Aku nggak jadi ke rumah Nina. Selamat bobo, ya. Jangan lupa mimpiin aku." Begitu kira-kira 4 pesan yang dikirim oleh Kenzi.
Kedua sudut bibir Kiara terangkat setelah membaca pesan tersebut. Tak menunggu lama, Kiara pun membalas pesan Kenzi.
"Iya, Sayang. Thanks, ya. Good night too," balas Kiara dengan emot love di belakang.
Kiara meletakkan ponsel asal, lalu berguling ke kanan dan kiri sembari memeluk boneka kesayangannya sebelum memejamkan mata.
***
Kiara tengah duduk di meja kasir toko. Merasa penat dengan pekerjaan, Kiara pun mengajak Kenzi untuk pergi berkencan.
Sebelumnya, Kenzi memang sudah keluar dari pekerjaan di toko tersebut dan memilih bekerja di salah satu kantor perusahaan.
Namun sayang, Kenzi mengatakan bahwa dirinya masih berkutat dengan pekerjaan kantor. Kenzi pun mengungkapkan jika dirinya akan pulang larut malam. Sehingga ia tak bisa menemani Kiara untuk berkencan.
"Baiklah. Semangat kerjanya, ya, Yang. Jangan lupa makan," pesan Kiara sembari memberi emot cium di belakang.
Tak lama kemudian, balasan pesan dari Kenzi pun muncul. "Iya, Sayang. Maaf, ya."
Kiara tersenyum. Ia begitu mengerti kesibukan sang kekasih. Wanita berhidung pesek pun memilih untuk kembali ke kontrakan yang jaraknya tak jauh dari toko.
Hidup Kiara saat ini terasa hampa tanpa Kenzi. Kenzi yang selalu mengisi hari-hari Kiara. Kenzi yang selalu membuat Kiara tersenyum. Dan Kenzi yang bisa membuat Kiara merasakan nikmatnya dicintai.
Selang beberapa detik, ada panggilan masuk di ponsel Kiara. Melihat nama si pemanggil, Kiara pun bergegas mengangkatnya.
"Udah tidur?" tanya seorang lelaki di balik ponsel Kiara.
"Belum, Sayang," jawab Kiara sembari tersenyum tipis. "Tumben telepon?"
Terdengar suara kekehan dari seberang sana. Embusan napas sang kekasih pun terdengar begitu merdu di telinga Kiara.
"Memangnya salah telepon pacar sendiri? Heum?" Suara lembut di sana terdengar menusuk hati Kiara. "Emang kamu nggak kangen?"
"Ya ... kangen, sih," sahut Kiara, lalu keduanya tertawa.
"Kamu lihat ke depan, deh," perintah Kenzi, membuat Kiara penasaran.
Kiara pun menuruti perintah Kenzi. Betapa terkejutnya ia saat melihat sebuah kado tergeletak di depan pintu. Kepalanya menoleh, menelisik ke setiap sudut jalan kontrakan tersebut. Namun, tak menemukan seseorang yang dicari.
"Jangan nyariin aku. Aku masih di kantor," ucap Kenzi dari seberang, seolah tahu isi pikiran Kiara. "Dan aku ngirim hadiah itu sebagai gantinya."
Bak margarin yang dipanasi di atas air panas. Hati Kiara meleleh dengan perlakuan manis Kenzi. Kupu-kupu berterbangan, membuatnya tergelitik dengan tingkah laku Kenzi. Begini rasanya menemukan arti cinta sesungguhnya.
"Kamu ngasih hadiah apa emangnya? Kok gede gini?" tanya Kiara sembari mengontrol degup jantung yang tak beraturan.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEAR K
Teen Fiction*** Based on True Story *** Andai Tuhan memberi Kiara kesempatan, pasti ia akan meminta merasakan betapa indahnya dicintai oleh seorang lelaki. Wanita berambut sebahu yang lahir dari keluarga broken home itu sering kali mendapat perlakuan sebelah ma...