27. Jalinan Usang

341 34 7
                                    

MALA tidak bisa berbuat banyak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

MALA tidak bisa berbuat banyak. Di tengah jadwal pemotretannya beberapa hari yang lalu, tiba-tiba Adam datang dengan membawa paket panas spesial kesukannya dan satu buah amplop berwarna coklat. Seperti biasa, pria tinggi itu tidak akan pergi sebelum Mala menghabiskan makan siangnya. Di balik kaca mata berlensa kecoklatan yang Adam kenakan, Mala bisa melihat mata pemuda itu yang memendar memandangi lokasi kerjanya, tepatnya di sebuah gedung tua tak berpenghuni.

Adam mengerutkan keningnya ngeri sebelum ia menjelaskan apa isi dari amplop yang sejak tadi tergeletak di atas meja. Bulu kuduknya sempat berdiri ketika melihat dinding-dinding lapuk berselimut lumut yang sejak tadi menjadi spot foto. Di sebelah kirinya bertumpuk puing bangunan yang sudah tertutup semak belukar. Dan yang paling mencolok adalah sisa-sisa mesin penggilingan tebu yang penuh karat berjejer di tengah ruangan seolah menerangkan jika seluruh bangunan itu dan isinya sudah terbengkalai selama puluhan tahun.

"Numpang-numpang lo, kalau lagi kerja di tempat ginian. Salah-salah bisa kesambet setan Noni Belanda nanti."

Mala menyibakan rambutnya yang terkena semburan blower. Sebagian besar atap dari bangunan bekas pabrik gula itu sudah runtuh, beberapa tenda putih sengaja di bangun untuk tempat berteduh dan beristirahat para staff serta model yang hari itu sedang menuntaskan pekerjaannya.

"Iya setannya kan lo!" sergah Mala setelah menuntaskan makan siangnya.

"Jangan bikin gue bad mood deh, atau gue ambil lagi nih amplop."

"Emang Ivan nitipin apaan? Duit? Voucher belanja? Apa kartu kredit baru? Kalau iya, balikin deh. Gue nggak butuh!"

Adam mencebik, walau ia sering melihat gelagat Mala yang seperti ini, tapi rasanya tetap saja memuakan baginya untuk di lihat. "Gaya lo belagak nggak butuh, baru di cuekin berapa hari sama dia aja udah kayak orang sawan! Diem deh, mendingan lo buka dulu."

Dengan seksama, Mala membaca secara perlahan apa isi amplop tersebut. Sebuah tiket perjalanan ke Singapura, lengkap dengan bukti pemesanan kamar di sebuah hotel mewah yang pernah ia singgahi ketika ada acara fashion runaway di sana. Gadis itu tak paham, setelahnya ia menatap Adam demi mendapatkan kejelasan maksud dari lembar-lembar kertas yang kini berada di tangannya.

"Nanti malem gue yang anterin lo ke airport. Ivan baru besok flightnya, lo tunggu di hotel aja nanti La." tutur pria itu santai.

"HAH?? Dalam rangka apaan ini?" Mala terbelalak tak percaya. 

"Nggak ngerti, gue cuma disuruh! Gue sih tau kalau hubungan lo berdua lagi nggak good, jadi mendingan lo ikutin apa kata dia aja deh. Gue nggak mau lagi kena getahnya."

----------

Hidup menjadi duri di antara Ivan dan Denis, agaknya membuat Nirmala tahu diri. Ia tidak bisa meminta Ivan untuk banyak meluangkan waktu bersamanya. Seperti berjalan beriringan berdua di tempat ramai, pergi ke bioskop atau hanya sekedar duduk berdua di sudut coffe shop selayaknya pasangan kekasih pada umumnya. Sekarang ini, Mala berusaha berbesar hati dan merasa cukup. Menghabiskan dua malam di hotel bersama Ivan adalah sebuah momen yang langka dan sudah seharusnya patut ia syukuri.

Sweet Escape [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang