🍃 14 - Masih di Rumah Haekal

232 54 8
                                    

14 - Masih di Rumah Haekal

Terlahir sebagai anak bungsu dengan tiga kakak laki-laki membuat Jeya terbiasa dimanja oleh mereka. Sedari kecil ia sudah bergantung pada mereka dalam berbagai hal termasuk dalam memilih pacar.

Dari A sampai Z, lelaki yang akan menjadi pacarnya harus sesuai kriteria ketiga kakaknya. Sejauh ini hanya Renjun yang mereka terima karena kepribadian pemuda itu yang sangat baik juga sopan. Yang jelas, Renjun sangat pintar mencuri hati ketiga kakaknya dan membuat mereka percaya kalau Renjun bisa menjaga Jeya.

Tapi sekarang semua terasa berbeda. Entah karena Aresh yang sudah menikah dan punya kehidupan sendiri bersama istrinya, Arkha yang juga mulai sibuk dengan kehidupan barunya atau karena ada Haekal yang diberikan tugas untuk menjadi temannya, yang jelas Jeya merasa sudah tak punya tempat curhat lagi.

Ardan? Jeya terlalu takut untuk menceritakan hubungannya pada Ardan. Selama ini yang Ardan tahu Renjun sangat menyayanginya, pernah sekali ia menceritakan tentang Renjun yang membuatnya kesal, dan kakak ketiganya itu langsung melabrak Renjun saat mereka hendak pergi kencan.

Mengingat itu membuat Jeya berpikir dua kali untuk curhat pada Ardan. Ia tidak mau membuat Renjun dibenci orang apa lagi sampai membuat citra pemuda itu buruk di mata keluarganya.

Jangan mengharapkan Mia dan Yiren, Jeya tak mau membebani dua sahabatnya dengan cerita romansanya yang melankolis ini.

"Tidak baik melamun siang hari begini."

Suara Haekal menyadarkan Jeya dari lamunan. Si bungsu menoleh dan mendapati Haekal yang sudah berdiri di samping kursinya.

Hari mendadak mendung padahal tadi pagi sangat cerah berawan.

"Kamu lagi ada masalah?" Saat Jeya menggeser posisi duduknya, Haekal segera mendudukan bokong di bangku kayu tepat di sebelahnya. Sembari menunggu si bungsu menjawab pertanyaannya, Haekal mengedarkan pandangan ke sekililing.

Halaman rumahnya benar-benar luas ternyata. Pantas saja tadi dibilang seperti kebun oleh Jeya.

"Haekal ..."

"Ya?" Haekal segera menjatuhkan atensi pada Jeya. Namun, bukannya menjawab pertanyaan tadi, Jeya malah ikut melemparkan pertanyaan random padanya.

"Pohon mangganya rindang, kalau berbuah gue boleh minta gak?"

Sebuah pertanyaan yang tidak nyambung sama sekali tapi Haekal suka.

"Tentu, mungkin dua sampai tiga bulanan lagi baru berbuah."

Jeya hanya manggut-manggut. Keduanya kembali diam. Jika dulu atmosfer akan terasa canggung saat keduanya diam, kali ini keduanya justru merasa nyaman dengan keheningan itu.

Angin sepoi berhembus menerpa kulit. Cuaca mendung membuat keadaan makin terasa sejuk. Tiba-tiba Jeya bangkit lalu berjalan ke arah taman samping.

"Kal, kalau gue minta bunganya satu, ibu lo marah gak?"

Haekal melirik pintu yang terbuka, berjalan menutup pintu sebelum menghampiri Jeya untuk memetik setangkai bunga mawar di depannya.

Ia serahkah bunga itu pada Jeya. Si bungsu jelas bahagia, tapi kemudian terdiam.

Kenapa ini terlihat seperti seseorang yang sedang mengungkapkan cinta dengan bunga?

***

Pada akhirnya bukan hanya setangkai yang Jeya terima. Saat ia menerima bunga pemberian Haekal, Suzy tiba-tiba keluar rumah. Wanita paruh baya itu memergoki anaknya yang sedang merayu teman wanitanya dengan bunga. Tentu saja Suzy dukung. Bukan hanya setangkai yang ia berikan, tapi satu buket bunga berbagai warna. Jeya sampai kaget sendiri menerimanya.

WGM 3 - (Bukan) Pura-pura MenikahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang