"Jadi, istrimu berulah lagi? Maksudku, dia kambuh?"
Hardam melirik Alosa, sedikit banyak membenarkan, tapi dia juga tidak bisa menyebut Jiza kembali gila, "Yah, semacem itu," Lantas, dia menyesap kopinya, membiarkan Alosa menggelayuti lengannya, "Pikiranku bener-bener kacau sekarang."
"Okay, kalo kamu mau ngeluh, akhirnya kamu baru datang ke aku, ya?"
Hardam mengesah saat Alosa menjauh darinya, bergeser lima jengkal dari tempatnya duduk.
"Bukan gitu," Hardam akhirnya memangkas jarak lagi, ia merangkul Alosa sambil memintanya mengalihkan tatapan dari lapangan golf menuju obsidiannya yang tegas, "Aku perlu kamu bukan buat nampung semua kekesalanku, justru aku anggep kamu berharga dengan nyeritain semua bebanku, kan?"
Alosa mencari-cari kesungguhan dari tatapan lembut itu, tapi dia memberengut setelahnya.
"Kenapa? Kamu ngga percaya sama aku, ya?"
Alosa menggeleng, "Di antaranya, aku berada di tengah-tengah, Hardam."
"Kenapa? Kamu seharusnya ngga perlu ngeraguin aku, kan?"
Kemudian, Hardam mendekatkan wajahnya dengan wajah Alosa, hingga hidung mereka bertabrakan, hingga salah satu tangan Hardam memiringkan kepala Alosa, pada akhirnya bibir keduanya pun bertemu; tercipta lumatan intens, terbangun pagutan panas, dan cumbuan itu baru berakhir setelah satu menit lamanya.
Tentu dengan hasil jepretan kamera yang tidak mereka tahu telah mengabadikan momen tersebut.
***
Bramzie benar-benar merasakan perubahan saudara-saudaranya; Cegrav dan Jaidan yang paling kentara sebab siapapun tahu sebenci apa mereka pada Jiza dan fakta bahwa dia lahir dari rahim wanita yang paling dibenci keduanya teramat menyiksa Bramzie, lantas Wilette yang selalu menghindar setiap mereka berpapasan, dan jika Shevin bertemu dengannya mungkin tak akan jauh beda.
Bramzie frustasi sendiri, entah mengapa hatinya semakin memanas—dia dan Kaskal sama-sama bukan bagian dari Tanata, tapi mengapa anak itu lebih diterima di sini?
Ambil contoh, Cegrav dan Jaidan saja terang-terangan membela Kaskal. Ah, tapi dia punya Jiza, yang sudah pasti mengutamakannya dari pada Kaskal sekarang, kan?
"Kamu belum tau siapa ayahmu?"
Bramzie terperanjat saat menemukan Suwan baru saja berbicara di sebelahnya, mereka berdiri berdampingan di balkon sini. Butuh dua detik bagi Bramzie untuk ragu membalas, "Mama ngga mau ngasih tau aku."
"Gimanapun, kita udah terlanjur sayang sama kamu."
Bramzie reflek menoleh ke sisi kanannya, yang semula kosong kini diisi Sawei. Ia berdiri di antara mereka, meskipun tatapan masih senantiasa lurus ke depan. Alhasil, Bramzie kembali gugup menimpali, "Aku juga udah sayang Yeye sama Nai, sumpah."
Sungguh demi apapun, Bramzie memang tidak sedang berbohong. Dia sudah merasa nyaman, dia sudah merasa aman, di keluarga ini—keluarga yang ternyata sama sekali bukan tempatnya. Namun, Bramzie masih tahu diri, dia seharusnya tidak berlama-lama di sini, dia pun sigap membungkuk sekilas, memundurkan langkah, dan bersiap pergi.
Sayangnya, ada deheman Suwan yang menyetop dirinya, sehingga dia urung berbalik.
"Emang masih ada rasa ngga percaya kalo kamu ternyata ngga ngandung darah Tanata sama sekali, tapi kita juga ngga bisa benci sama kamu."
Bramzie bergeming, entah mengapa dia jadi ingin menangis.
"Emang kerasa sangat sulit dipercaya, baik untuk kita maupun kamu, tapi kita udah bertahun-tahun merangkai hubungan yang bukan main-main."

KAMU SEDANG MEMBACA
Lost Like Tears in Rain [✓]
Teen FictionPercayakah kamu dengan keluargamu? Apa mereka benar-benar menjamin keselamatan hidupmu? Apa mereka benar-benar menunjukkan keaslian tanpa menyimpan kepalsuan apapun? Sayangnya, Kaskal tak pernah merasa aman di keluarga Tanata yang; serba adidaya, se...