Pernahkah kalian merasa senang hanya karena kalian melihat seseorang? Kalian merasa besyukur karena pernah ada rasa ini yang membuat kalian bahagia. Setidaknya saat itu aku tahu bahwa aku menyukai orang itu, dan itu membuatku sering tersenyum sendiri. Aku tidak tau bagaimana perasaanya padaku, bahkan aku tidak tau dia mengetahui diriku atau tidak. Bodoh memang, aku seperti seorang lelaki pengecut yang tidak berani mengungkapkan perasaan. Namun percayalah, bagiku pengungkapan itu tidak semudah dan sesederhana bagi sebagian orang pikirkan. Dulu itu aku masih terlalu muda untuk apa yang namanya 'cinta-cintaan', aku masih SMP dan dapat dimaklumi itu hanya berakhir begitu saja.
"Jadi gimana Dim? Dim? Dimas!!" Akhirnya Gata berhasil menyadarkanku dari lamunan. Mataku sedikit terbelalak, lalu aku tersenyum padanya. "Maaf Gat, tadi gue ngelamun." Aku meminta maaf padanya. Gata adalah teman sejurusanku dan sekarang kami sedang menjalani koas. "Lo ngelamunin apaan sih? Tumben, baru kali ini gue ngelihat lo sampai gak fokus kayak gini." Setelah itu aku mencoba untuk kembali fokus pada pekerjaanku.
Sekarang umurku 23 tahun dan semenjak kejadian tadi, aku memutuskan untuk mencarinya. Dia, cinta pertamaku saat SMP dan tadi aku melihatnya di rumah sakit. Aku yakin itu dia dan aku tidak mau ini berakhir begitu saja seperti saat kami SMP. Karena dalam rentang SMP hingga sekarang, aku tidak pernah merasa menyukai seseorang. Sampai menurutku sekarang adalah saatnya, aku harus memulai. Aku rasa ini adalah saat yang tepat, dia sedang duduk menunggu pemeriksaan bulanan neneknya.
"Rena," Kuberanikan diri memanggil namanya dan duduk di kursi sebelahnya. Dia menoleh ke arah ku dan ku lihat matanya yang menurutku sangat teduh masih sama seperti 10 tahun yang lalu. "Iya?" Dia menjawab dan sedikit menjeda kalimatnya. "Ada apa ya?" Lalu melanjutkan kalimatnya. Aku masih hafal kebiasaannya yang suka menjeda kalimatnya sendiri. "Dimas." Aku mengulurkan tangan seolah-olah ini pertama kali kita berkenalan. Dan ku akui, pada kenyataannya ini memang yang pertama, karena saat SMP dulu kami memang tidak pernah berkenalan. "Rena." Dia menyambut uluran tanganku. Hening sesaat, ku kira dia akan melanjutkan kalimatnya, tapi ternyata tidak. Entah kenapa aku merasa gugup, aku ingin mencairkan suasana namun aku hanya bisa terdiam. Aku terlalu gugup dihadapannya. Setelah itu aku menyadari dia melepas jabat tangan kita. Kusadari kita berjabat tangan sedikit lama, sepertinya dia mencoba mengingat-ingat diriku. Masih seperti dulu, bola matanya menuju arah lain dan dahinya mengernyit saat dia mencoba mengingat sesuatu.
"Mas Dimas ya?" Katanya sambil memasang wajah sedikit bingung, namun setelah itu aku dapat melihat senyumnya merekah. Sangat manis menurutku dan untuk kesekian kalinya, senyumnya masih sama seperti dulu. "Kita 1 SMP kan?" Dia melanjutkan kalimatnya. Saat itu aku merasa senang, ternyata dulu dia mengenaliku. Entah kenapa hal sesederhana ini, bila mengenai dirinya, selalu berhasil mebuatku senang bahkan sampai ketahap bahagia. Saat itu aku benar-benar menyadari bahwa memang benar, perasaan inilah yang disebut cinta.
Semenjak kejadian di rumah sakit lalu, aku dan dia menjadi dekat. Namun untuk menjadi dekat itu tidak semudah yang aku pikirkan. Terkadang aku berfikir, apa perasaanku hanya bertepuk sebelah tangan. Namun juga ada saat ketika aku merasa bahwa tatapannya kepadaku itu berbeda dengan dia menatap orang lain. Sehingga aku dapat berfikir bahwa dia juga memiliki perasaan yang sama kepadaku. Beberapa kali dia membawakanku makan siang ke rumah sakit. Namun hanya sekali dia menemaniku memakan masakan darinya. Beberapa kali juga aku mengajaknya untuk keluar bersama, entah untuk menonton film, makan, jalan-jalan sampai olah raga. Namun hanya sekali dia menerima ajakanku.
"Ren, sebenarnya aku sudah lama menyukaimu." Akhirnya saat itupun pun tiba. Aku sekuat tenaga memberanikan diriku untuk mengungkapkan perasaanku. Dia tersenyum padaku lalu menunduk. "Lalu?" Dia masih tersenyum dan berganti memandangku lagi. "Apa kamu juga menyukaiku?" Tanyaku kemudian, kupastikan saat itu mataku menatap lurus ke dalam matanya. Sehingga tanpa kusadari saat dia mencoba mengalihkan pandangannya dengan mencoba menoleh ke arah lain, tangan kananku langsung menahan dagunya agar pandangannya tetap menuju kepadaku. Lalu tangannya menjauhkan tanganku dari dagunya dengan sedikit bergetar. Saat itu terlihat bahwa dia tidak nyaman, dan entah apa cuma perasaanku saja, aku merasa dia sangat ketakutan.
Aku mencoba mengendalikan diriku, "Maaf Ren, aku..". "Aku juga." Dia memotong perkataanku. Hening beberapa saat, aku memilih diam dan tidak melanjutkan perkataanku, aku tahu bahwa perkataannya belum selesai. "Aku juga menyukaimu Mas." Dia berkata sambil menunduk, dan hening lagi sekitar 5 detik. "Bahkan sepertinya aku mencintaimu Mas." Sungguh saat itu adalah saat yang sangat membuatku bahagia, perkataan yang sangat indah terucap untuk aku dengarkan dari bibirnya. Aku hampir reflek untuk memeluknya, namun segera kukendalikan tubuhku. Jangan sampai aku melakukan kontak fisik lagi, karena itu akan membuatnya tidak nyaman. Senyumku mengembang, "Aku juga, aku sangat mencintaimu Ren." Aku yakin perkataanku barusan juga membuatnya bahagia. Dia tertawa sambil menahan air mata kebahagiaan.
"Apa sekarang kamu telah menjadi pasanganku?" Tanyaku padanya. "Maksudnya?" Dia balik bertanya dengan senyum yang masih terulas dibibirnya. "Mulai sekarang kita adalah sepasang kekasih." Kataku memperjelas. Hening kembali menguasai. "Aku gak tau, apakah menjadi sepasang kekasih nanti akan membuat hubungan kita semakin baik, atau malah sebaliknya." Kali ini dia berkata sambil menatapku. Perkataannya kali ini benar-benar membuatku berpikir keras. Setelah itu tidak ada percakapan yang berarti. Kami mengalihkan pembicaraan dan aku masih tidak ingin bertanya mengenai maksud kalimatnya tadi. Aku masih mencoba mengolah perkataannya, mencermati dengan teliti apa yang sebenarnya ingin dia utarakan.
Entah ini malam yang keberapa. Aku masih mencoba merenungi kalimat yang dia ucapkan. Hubunganku dengannya masih sama seperti sebelum kita melakukan pengakuan. Kunyalakan ponselku lalu mebuka history pesanku dengannya. Kuscroll dari paling atas dan kubaca kembali sampai paling bawah. Aku baru menyadari akan suatu hal. Ahhh.. mengapa aku sangat tidak peka. Saat itu juga aku langsung menelponnya.
"Halo Ren, apa kamu sudah akan tidur?" Kalimat pertamaku terucap. "Iya." Jawabnya. Kudengar dia menghela napas di sana. "Tapi aku ingin mendengarkan suaramu Mas." Perkataannya sukses membuatku senyum-senyum sendiri di kamar. "Ada apa?" Tanyanya padaku.
"Hmm, begini apa selama ini aku terlalu mengekang?"
"Kenapa tiba-tiba malam-malam begini kamu bertanya itu Mas?" Terdengar sedikit tawa di seberang sana.
"Maaf aku baru sadar Ren."
"Kamu gak mengekang kok Mas, cuma akunya aja yang terbiasa bebas. Orang tua ku jarang melarangku untuk mengikuti sesuatu atau pergi ke suatu tempat."
"Maaf Ren."
"Aku tahu kamu sayang sama aku, jadi kamu sedikit melarangku. Aku sangat paham maksudmu itu baik."
Hening kembali terjadi.
"Jadi sekarang gimana? Apa kita masih akan menjadi sekedar sepasang kekasih. Kita pacaran?" Dia melanjutkan perkataannya.
"Gak lah, suatu saat nanti kita akan menjadi labih dari itu, yaitu sepasang suami istri." Aku tersenyum membayangkannya, entah itu berapa tahun lagi. Yang aku tahu masih banyak impian kita masing-masing yang perlu kebebasan tanpa pengekangan untuk menggapainya sebelum akad mempersatukan.
Hening kembali tercipta.
"Mas."
"Iya?"
"Kamu temanku yang baik. Apa aku juga teman yang baik?"
"Sangat baik Ren."
Aku yakin kita sama-sama tersenyum di balik ponsel yang kita genggam.
SELESAI

KAMU SEDANG MEMBACA
Sepasang Kekasih
Short StoryIni cerita oneshot alias cerpen semoga suka yaa.. Setidaknya saat itu aku tahu bahwa aku menyukai orang itu, dan itu membuatku..