rencana kabur

1.4K 103 6
                                    

Hai, selamat siang
Happy Monday
Happy reading

.
.
.

Saat aku bangun, sudah tidak ada infus yang terpasang di tanganku. Siapa dan kapan melepasnya? Tubuhku juga sudah terasa lebih baik. Mungkin seharusnya aku mengumpulkan tenaga untuk bisa kabur dari sini.

Klik.

Ada suara kunci terdengar. Segera aku menutup mataku lagi dan berpura-pura tidur. Sebuah tangan mengusap kepalaku.

"Selamat pagi, Sayang."

Itu suara Hasbi.

"Kamu pasti masih capek ya?"

Tangan itu terus mengusap kepalaku. Sebenarnya aku tidak sudi menerima perlakuannya tapi aku malas berdebat dengannya. Biarkan saja, mungkin sebentar lagi dia juga akan pergi.

"Kenapa kamu nggak bisa mengerti aku? Aku hanya ingin kita bersama. Seperti dulu."

Tapi aku tidak.

"Aku akan melakukan apapun agar kita selalu bersama bahkan aku akan menganggap anak itu anakku juga. Kita akan hidup bahagia, Sayang. Seperti impian kita di awal."

Sekarang itu bukan impianku lagi.

"Kamu milikku, Leya. Aku nggak akan membiarkan Fabian memisahkan kita. Aku berangkat kerja dulu ya, Sayang."

Aku harus menahan diri dan tetap berpura-pura tidur saat Hasbi mengecup kepalaku. Menunggunya sampai keluar kamar.

Klik.

Ternyata dia mengunciku.

Ck, bagaimana aku bisa kabur?

Aku benar-benar seperti narapidana. Perlahan aku bangun, menuruni tempat tidurku. Dari jendela aku bisa melihat Hasbi memasuki mobil dan melaju keluar dari pagar rumah. Ada seorang penjaga yang menutup kembali pagarnya. Seorang pria berbadan kekar. Apakah aku akan babak belur jika melewatinya?

Dari balik jendela juga, aku baru tahu ternyata kamar yang ku tempati berada di lantai satu. Kamar ini cukup luas meskipun interiornya sederhana. Aku mencoba membuka jendela dan ... apa-apaan ini?

Jendelanya tidak bisa dibuka saat ku dorong ke arah luar. Tanganku memukul kaca jendela dengan kesal. Berharap kaca itu pecah, tapi tidak.

"Argh!"

Aku berteriak marah sambil berjalan mondar-mandir. Mataku menatap nakas di sebelah ranjangku. Aku berjalan cepat menuju nakas itu dan membuka lacinya satu per satu.

Tidak ada apa-apa di sana.

Mataku menatap lemari, aku pun melakukan hal yang sama. Membukanya dan mengobrak-abrik isinya yang ternyata pakaian wanita. Mulai dari dress rumahan, jaket, cardigan dan dalaman. Ini punya siapa?

Kosong. Tidak ada apa-apa di dalamnya.

Tidak ada satu barang pun yang memberitahuku sebuah informasi tempat ini.

Aku mengerang frustasi.

Ceklek.

Pintu kamar terbuka.

Wanita paruh baya yang kemarin datang lagi. Membawa nampan berisi makanan dan vitaminku. Aku mencoba tenang dan menghampirinya.

Setelah meletakkan nampan di atas nakas dekat tempat tidur, dia kembali mengunci pintu kamar. "Tuan berpesan agar saya memastikan Nyonya menghabiskan makanan," ucapnya.

"Saya harus keluar dari sini, Bu. Tolong bantu saya keluar dari sini."

"Maaf, Nyonya. Saya hanya menaati perintah Tuan untuk menjaga Nyonya."

Mine (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang