Bara tersenyum tipis sambil mengangkat gelas berisi sampanye sebagai ucapan selamat atas pernikahan Barsel dan Clara.
Sudah lama Bara menantikan momen seperti ini. Sejak beberapa tahun terakhir, ia sengaja membantu Barsel untuk mendekati Clara.
Semua itu tidak Bara lakukan secara cuma-cuma, ia ingin memastikan seberapa besar cinta Barsel pada wanita itu dan kini ia tahu, Barsel sangat mencintainya hingga rela menentang kedua orangtuanya hanya demi menikahi Clara.
"Sudah waktunya," gumam Bara pelan sembari menyesap sampanye miliknya.
Bara masih mengingat kejadian beberapa tahun lalu. Saat itu, ia rasanya ingin mati melebihi apapun. Ia kehilangan segalanya, sahabat serta cintanya membuat hatinya kini mati rasa dan itu adalah hal yang paling mengerikan dari sebuah kematian.
Sempat terpikir untuk memenjarakan Barsel. Namun, Bara mengurungkan niatnya karena baginya, penjara masih terlalu ringan untuk Barsel. Ia ingin melihat Barsel hancur berkeping-keping dan hidup dalam kepedihan seumur hidupnya.
Bara mengambil segelas sampanye lagi dari baki pelayan yang lewat. Ia tak ingat, entah sudah berapa gelas yang sudah diminumnya tapi minuman itu sangat berguna untuk dirinya saat ini. Supaya ia bisa bertahan dan berpura-pura menikmati acara pesta yang memuakkan baginya.
"Kamu sudah minum terlalu banyak, Kawan." Barsel merebut gelas berisi sampanye dari tangan Bara, "Apa kamu ingin membuat kekacauan?"
"Tentu tidak. Aku tidak akan membuat kekacauan pada pesta pernikahan kamu tapi aku akan membuat kekacauan dalam kehidupanmu."
"Apa maksud kamu?"
Bara tertawa kecil, "aku hanya bercanda. Ayo kembalikan gelasku."
"Tidak, kamu sudah terlalu banyak minum. Ayo, sekarang lebih baik kamu ikut. Aku ingin memperkenalkan kamu secara langsung dengan istriku."
"Oh tentu, ayo."
Bara tentu mau karena ini adalah kesempatan emas baginya. Sebenarnya ia bisa saja langsung mendekati Clara namun ia tak mau terlalu gegabah dan terburu-buru yang nantinya akan merusak segala rencana yang telah ia buat. Ia harus bisa menahan diri supaya bisa terlihat senatural mungkin.
"Sayang," Barsel tersenyum sambil melingkarkan tangannya ke pinggang Clara yang kini telah sah menjadi istrinya, "kenalkan, dia sahabat terbaikku, Bara."
Bara menyunggingkan senyum, kemudian mengulurkan tangannya, "senang berkenalan denganmu," ucapnya.
"Bara, namaku Clara. Aku juga sangat senang berkenalan denganmu."
Clara ikut tersenyum sembari menyambut uluran tangan Bara. Kemudian mereka mengobrol ringan.
"Clara, Sayang. Kamu harus tahu. Selama ini, Bara yang telah membantuku mendirikan bisnis, memberikan aku modal saat aku di keluarkan dari rumah."
"Maafkan aku, semua ini salahku."
Wajah Clara berubah muram, ia terkadang merasa bersalah pada Barsel karena demi membela dirinya, Barsel rela kehilangan banyak hal.
"Tidak, Sayang. Kamu jangan meminta maaf. Dalam cinta, kita memang butuh pengorbanan."
"Aku mencintaimu."
Clara memeluk Barsel penuh haru, ia merasa sangat beruntung memiliki pria sepertinya.
"Aku juga sangat mencintaimu."
Barsel membalas pelukan Clara. Ia sangat bahagia, akhirnya perjuangan serta pengorbanannya selama ini tidak sia-sia. Kini Clara sudah resmi menjadi miliknya.
"Apa aku boleh pergi dari sini?"
Pertanyaan Bara, merusak momen romantis menjadi canggung. Barsel salah tingkah sedangkan Clara tersipu malu karena mereka lupa jika saat ini masih ada Bara.
"Maafkan aku, Kawan," Barsel mendekati Bara lalu merangkul pundaknya, "oh ya, kamu juga harus tahu, Clara. Selama ini Bara telah membantuku memilihkan kado ataupun bunga untukmu. Sungguh dia sangat berjasa bagi keberhasilan hubungan kita. Kita harus ucapkan terima kasih padanya."
"Benarkah?"
Clara menatap tak percaya pada Bara, ia tak menyangka dibalik wajah Bara yang terlihat kaku, ternyata pria itu sangat baik hati.
"Tentu saja benar, Sayang. Waktu itu aku ingin memberikan kamu kejutan hadiah bunga dan aku tidak tahu, bunga seperti apa yang kamu sukai. Lalu dia memberikan aku saran untuk membelikan kamu bunga mawar berwarna putih. Aku langsung mengikuti sarannya karena aku sangat mempercayainya dan semua terbukti benar, kamu menyukai mawar putih itu."
"Jangan berlebihan."
"Tentu tidak ada kata berlebihan untuk memuji kebaikan hatimu."
Barsel sungguh terharu dengan kebaikan yang telah Bara lakukan padanya selama ini. Barsel tak bisa membayangkan jika dirinya tidak di bantu oleh Bara. Ia pasti akan hidup terlunta-lunta di jalanan.
Bara lagi-lagi hanya tersenyum tipis saat Barsel terus memuji dirinya. Dalam hati, Bara ingin tertawa melihat kebodohan Barsel karena semua kebaikan yang ia lakukan tidak ada yang gratis, Bara akan mulai memperhitungkan semuanya. Ia juga ingin Barsel membayar semuanya termasuk membayar kematian Stefanie.
Rencana demi rencana telah tersusun rapi di otak Bara dan malam ini adalah malam yang tepat menurut Bara untuk memulai aksi balas dendamnya. Ia ingin merusak momen indahnya cerita malam pertama menjadi malam penuh penderitaan.
Tak hanya itu, Bara juga ingin merusak indahnya sebuah pernikahan menjadi neraka yang penuh dengan air mata.
"Bara, Clara, aku tinggal sebentar. Ada telpon masuk."
Barsel izin untuk mengangkat telpon yang langsung dibalas anggukan kepala tanda setuju oleh Bara dan Clara.
"Pelayan!"
Bara memanggil salah seorang pelayan yang membawa minuman lalu mengambil tiga gelas sampanye. Satu ia berikan untuk Clara yang satu lagi ia letakkan di meja dekat mereka berdiri kemudian yang satu lagi untuknya.
"Mari kita bersulang."
Bara mengangkat gelasnya dihadapan Clara yang langsung di respon baik oleh Clara.
❄️❄️❄️
Day ke satu
01 November 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
Bara's Revenge
RomanceKebencian Bara telah mengakar kuat. Hanya mendengar nama Barsel disebut saja membuatnya merasa muak. Namun, ia harus bersikap tenang dan terus konsisten dalam menjalankan aksi balas dendamnya. Bara hancur dan ia tak mau hancur sendirian. Ia menging...