"You shouldn't be beggin' for forgiveness at my feet"
"Gue pikir, ada untungnya juga sih lo nggak ngumbar-ngumbar jadinya pas bubar nggak pada gempar." Kata Maira namun ia buru-buru menambahkan ketika Sara siap menyanggahnya, "Iya-iya, ternyata agak gempar, tapi kan bukan yang meledak banget. Tapi, gue pikir HTS backstreet ini juga bagian dari rencana bangsatnya si Nanta sih. HTS aja udah brengsek, segala pake backstreet. Gue nggak habis pikir lo bisa dikadalin manusia macam dia, Sar. I thought you are smarter than me."
Maira berkunjung ke perpustakaan, entah mengapa tapi perempuan itu mengintili Sara sejak pagi. Jujur saja, Maira adalah tipe perempuan yang paling malas menginjakkan kaki ditempat anti berisik ini. Ketimbang duduk meratapi buku-buku serupa alkitab, Maira jelas lebih memilih untuk duduk di kantin kampus ataupun gazebo dipinggir kolam besar. Menunggu Ganendra menyambanginya ataupun sekedar mencuci mata dengan lalu lalang mahasiswa tahun kedua yang mayoritas punya paras sedap dipandang, at least for her.
Sara berdecak ketika Maira kembali bicara tentang entah apa. "Mai, jangan berisik nanti ditegur." Ia mengingatkan.
Giliran Maira yang mencebik lalu berkata, "Tau sendiri gue nggak kuat diem. Lo buruan dong. Ambil-ambil aja dulu diliat isinya nanti aja di kantin."
"Lagian ngapain banget maksa ikut sih."
"Heh, cantik. Gue ini kasian liat lo kemana-mana sendirian makanya gue temenin. Ngeri gue lo meleyot karena ngeliat mantan gebetan lo gandeng yang lain. Bukannya terima kasih malah bacot. Buruan ah."
"sssstttttt!!!"
Maira menoleh ke kanan dan kiri dengan wajah acuhnya yang tampak menyebalkan. Membuat para penghuni perpustakaan menatapnya semakin tajam. Untung saja Sara cepat sadar. Ia bergegas mengambil dua buku yang dirasanya paling bagus lantas menggiring Maira keluar.
"Pulang." Ucap Sara.
"Eh, enak aja pulang. Kantin dulu! Udah 3 hari ini gue nggak denger kabar burung. Adanya ngeliat burung Ganen terus, bosen ah." Sahut Maira lantas dengan cepat mengamit lengan Sara sehingga perempuan itu tidak bisa kabur. Abai sekali seolah celetukan anehnya tak berarti apa-apa.
Sara sendiri hanya bisa menghela napas. Ia tau bahwa 3 hari belakangan ini Maira berusaha sangat keras untuk membuat Sara kembali siap menghadapi dunia nyata dan berhenti meratapi nasib naasnya. Dan Sara harus mengakui bahwa perempuan itu cukup berhasil. Sara sudah bisa kembali fokus mempersiapkan diri untuk olimpiade semester depan, dengan Maira yang terus melontarkan fakta-fakta buruk tentang Nanta. Membuat Sara akhirnya secara sadar diri bersyukur pada Tuhan karena sudah dilepaskan dari laki-laki sialan seperti itu.
"Hoi-Hoi." Sapa Maira ketika ia dan Sara bergabung dengan sekumpulan perempuan teman satu jurusan mereka di kantin selatan. Sapanya dibalas riang oleh perempuan-perempuan itu.
Ada Cia, si pecinta alam dengan rambut berpotongan pendek yang baru tampak hari ini setelah beberapa hari absen untuk pergi mendaki Semeru. "Dari mana?" Tanya perempuan itu.
"Perpus. Referensi Patologi." Sahut Sara lantas meletakkan ranselnya di sisi kaki.
"Lho, bukannya udah dipinjemin banyak sama Kak Nanta? Anyway, dia keliatan care in different way sama lo. Ada apa-apa ya?" Kali ini, Nina yang merupakan salah satu selebgram Dharmawangsa membuka suara. Perempuan itu merasa seperti social butterfly. Ia akan hinggap di meja manapun yang ia inginkan kemudian berbincang layaknya kawan akrab.
Sara berdecih lirih. "Nggak ada yang bagus, udah gue balikin."
Entah kapan perginya tapi yang jelas Maira tiba-tiba sudah kembali dengan nampan di tangannya. Berisikan sebuah mangkuk dan sebuah piring yang masing-masing berisikan kwetiau untuk Sara dan juga bakso keju favoritnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ascendancy
ChickLit"I'm in, Garra. Let's do this. Let's end them all." Every villain has their own story because nobody was born a sinner. Let them show you. -- See you once a week!