🌷10: Maaf

20K 1.6K 22
                                    

Seharian ini, Aluna hanya diam di dalam kamar sambil menggulir layar ponselnya terus-menerus. Tidak ada pekerjaan yang bisa Aluna lakukan membuatnya sangat bingung. Terlebih Althair yang sudah kembali bekerja di kantor, membuat Aluna kesepian. “Bosan banget,” gumam Aluna meletakkan ponselnya dengan kasar di nakas lantas berbaring sembari memeluk guling.

Seruan salam bersamaan Althair yang masuk ke dalam kamar membuat Aluna sontak membalikkan badan. Wajahnya langsung berbinar senang, Aluna berlari dan menubruk Althair dengan sebuah pelukan hangat. “Akhirnya kamu pulang, aku kangen banget!” seru Aluna

Althair tersenyum tipis, menangkup kedua pipi Aluna dan melayangkan kecupan di keningnya. “Tadi saya ada ngucap salam loh, kamu nggak jawab?”

“Wa'alaikumussalam suami,” ujar Aluna meringis pelan. Dia kembali memeluk Althair dan membenamkan wajahnya di dada pria itu. “Aku bosan banget hari ini, cuma main handphone aja.”

“Astaghfirullah. Daripada kamu bosan dan hanya main handphone saja, mending waktunya digunakan buat hafalan. Sudah hafal surah yang kemarin saya minta belum? Udah tiga hari loh.” Althair mengangkat tubuh Aluna dan mendudukkan di tepi ranjang, sementara dia tetap berdiri.

“Baru tiga hari, aku belum hafal,” gerutu Aluna.

“Iya, makanya dihafalkan.” Althair mengusap-usap pipi ranum Aluna yang sangat menggemaskan. “Nanti saya kasih hadiah,” lanjutnya membuat wajah cemberut Aluna berubah antusias.

“Apa hadiahnya?”

Althair menggelengkan kepala, menjauhkan wajahnya dari Aluna seraya melepas jas yang melekat di tubuhnya. Menggulung lengan kemejanya hingga sikut kemudian melirik Aluna seraya berkata, “Giliran hadiah aja cepat.” Dapat dilihat bibir Aluna manyun sebal, Althair terkekeh karenanya.

“Ih apa hadiahnya? Kasih tahu cepat!” rengek Aluna menarik-narik lengan Althair.

“Kamu maunya apa, hm?” tanya Althair dengan suara beratnya yang justru membuat Aluna menahan salah tingkah juga degup jantungnya yang berdebar kencang. Aluna menarik tangannya dari lengan Althair, matanya bergerak tak tentu arah. Menghindari tatapan Althair yang membuat jantungnya tidak aman. “Saya tanya kamu mau hadiah apa, kenapa malah diam?”

“A-apa aja terserah kamu! Tapi aku penginnya jalan-jalan aja sih. Sejak nikah nggak ada tuh jalan berdua, kamu aku ajak honeymoon aja enggak mau.” Wajah Aluna menatap Althair sengit, masih kesal tiap mengingat Althair menolaknya untuk berbulan madu. Lebih memilih menghabiskan waktu dengan pekerjaan yang menumpuk ketimbang istrinya sendiri. Begitu kira-kira yang ada dalam pikiran Aluna.

“Saya kerja, sayang.”

Tidak tahu mengapa Aluna menjadi emosi mendengarnya, bukannya salah tingkah. Mungkin karena saat ini dia tengah kedapatan tamu bulanan di hari pertama. Aluna melipat kedua tangannya di depan dada, memalingkan muka enggan menatap Althair. “Kamu kerja terus apa nggak capek? Sehari setelah nikah pun kamu udah mulai kerja lagi, nggak mikirin aku. Jahat!”

Mendadak Althair diam, rasa bersalah langsung memenuhi relung hatinya mendengar suara Aluna yang bergetar menahan tangis. Pria itu mengangkat dagu Aluna agar menoleh padanya, terlihatlah mata Aluna yang berkaca-kaca.

Althair segera membawa tubuh istrinya dalam dekapan hangatnya. “Maaf,” bisik Althair. Tangannya mengusap punggung Aluna agar tenang. “Yaa zaujati, maafkan saya. Nanti kalau saya ada waktu luang, kita pergi liburan ke mana pun kamu mau. Untuk sekarang saya enggak bisa, sekali lagi maaf. Ada beberapa proyek yang harus saya selesaikan secepatnya. Maaf, ya?”

Aluna hanya diam tidak memberikan respons apa pun, pelukan Althair juga tidak dibalas membuat Althair berpikir Aluna tengah marah. Althair melonggarkan sedikit pelukannya, menatap wajah Aluna yang memerah. “Kamu marah? Saya minta maaf, saya nggak maksud buat kamu nangis gini.”

ALTHALUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang