"Aku hampir sampai, tunggu sebentar lagi ya."
Satu kalimat yang dia ucapkan saat itu, tapi nyatanya?
Menghilang...
Aku, Ifania Arwita, yang masih setia menghitung hari dan menunggu tambatan hatiku kembali. Siapa lagi jika bukan Aksara Bumiraka, sahabat sejak kecil sekaligus satu-satunya lelaki yang begitu aku cintai setelah ayah dan kakekku.
Menurut kalian, bukankah sudah terlalu lama aku menunggu? Apa Aksara tahu? Bahkan sabarku yang tak kunjung habis ini merasa lelah karena ia tiba-tiba pergi dan tak kunjung memberiku kabar.
Kenapa harus tanpa aba-aba?
...
Bogor, 21 mei 2017
Saat itu aku masih ingat betul, ia berjanji akan menemuiku di tempat yang biasa kita jadikan sebagai markas untuk kabur dari segala kejenuhan yang melanda.
Sebuah rumah pohon yang tidak terlalu besar, tapi cukup untuk mendamaikan hati serta pikiran. Pemandangan danau yang disuguhkan serta pepohonan yang masih cukup rimbun adalah salah satu dari sekian banyak keindahan yang bisa kita berdua nikmati bila kita berkunjung kesana.Sekiranya membutuhkan waktu 30 menit dari rumaku dan 50 menit dari tempat les Aksara agar bisa sampai ke tempat tersembunyi itu. Memakan waktu memang, tapi aku berani menjamin bahkan jika orang lain tahu tempat itu, tak peduli seberapa jauh dan lama jarak yang akan mereka tempuh semua itu akan terbayarkan dengan keindahan yang akan mereka lihat.
Aku masih ingat dengan jelas bagaimana caranya membuat hatiku berdegup kencang. Rasanya seperti jantungku akan lompat dari tempatnya, konyol memang tapi setiap orang punya cara masing-masing dalam mengekspresikan perasaan mereka. Bukan begitu??
Katanya, aku adalah satu-satunya orang yang ia percaya sebagai sahabat. Hanya kalimat biasa, tapi tidak bagiku. Entahlah, sepertinya perasaan ini tidak bisa terlalu lama ku pendam sendiri jika ia terus-terusan membuatku merasa tak karuan. Ngomong-ngomong, Aksara belum mengetahui jika sejak awal aku tak bisa menganggapnya hanya sebagai seorang sahabat. Bagiku, dia adalah penyelamatku dikala mentari dalam hidupku mulai redup. Lalu, mana mungkin dan bagaimana bisa aku hanya menganggapnya sebagai sahabat? Walaupun di sisi lain aku mengetahui bahwa Aksara memang tidak ditakdirkan untukku..
-
-