Violet Snow

4 1 0
                                    

“Life is a journey, feelings of hopelessness”

Hari ke-lima sejak adik perempuanku meninggalkanku untuk selamanya,hatiku bagaikan ruangan kosong yang tak berarti, lantunan piano terus kumainkan walau aku tak tau apa yang kulakukan.dan ayahku....sejak adikku meninggal ia jadi seorang pemabuk sehingga tak ada yang bisa menafkahi kami,dan ibu...dia memutuskan untuk pergi keluar kota tanpa sepengetahuan ku.Dan aku.....aku terpaksa berusaha untuk menghidupi diriku sendiri.

Pagi pagi buta aku bangun dan menyeret pianoku ke pinggir kota. ya aku akan mengamen dengan pianoku.Aku tau ini bukan hal yang baik tapi apa yang menurutmu bisa dilakukan anak berusia 14 tahun?, tak lama aku sampai di tepi kota,aku lalu mengeluarkan kursi kecil dari bilik piano lalu duduk dan memainkan pianoku berharap banyak orang lewat yang memberiku uang. Entah apa yang membuatku menangis saat bermain piano,oh.. benar aku sedang memainkan lagu “Virus” karya Ludwig Van Beethoven lagu kesukaan adikku dan ya adikku meninggal karena sebuah virus flu mematikan keluarga kami bukan keluarga yang berkecukupan untuk mengobati penyakitnya.

Air mataku terus berkucuran saat memainkan lagu itu terlebih saat aku mulai memainkan reff-nya sampai seorang gadis seusiaku menghampiri ku dan memberi setangkai bunga padaku.Sontak aku menghentikan permainan ku dan mengambil bunga itu “terimakasih” kataku sembari mengusap air mataku.gadis itu terus berdiri di sampingku selagi aku bermain piano ia terlihat sangat cantik dengan rambut panjangnya yang pirang digerai, mata hijaunya terlihat seperti Emerald

“Time heals all sorrows, get love and no worries”

tak terasa hari sudah mulai gelap dan dia menemaniku bermain piano seharian, aku mengumpulkan uang yang orang orang berikan padaku “kau tidak pulang?apakah orang tuamu tidak mencarimu?”tanyaku pada gadis itu namun ia hanya menggeleng ”memangnya dimana ayahmu?” tanyaku lagi “ayahku sedang berperang dan ibu” sontak ia terdiam tanpa melanjutkan jawabannya, dengan mata yang berkaca-kaca ia menundukan kepalanya mungkin nasibnya sama sepertiku ”dimana rumahmu?”tanyaku, dan lagi lagi ia hanya menggeleng

“kau mau ikut ke rumahku?”tanyaku sambil menyeret pianoku “apa boleh?..” tanya nya ragu “ya..lagi pula tidak ada siapapun dirumahku” jawabku.

Piano yang semula beratnya tak karuan kini menjadi lebih ringan dan benar saja ketika aku menoleh kebelakang aku melihat gadis itu membantu mendorong pianoku namun langkahnya terhenti di sebuah toko aksesoris tua “ada mata mu disini”ujarnya kagum “hah?mataku?”akupun berjalan menghampirinya dan melihatnya menunjuk sebuah bros biru shappire

”lihat? Seperti matamu kan?” ujarnya kagum “ohh,kau suka warna biru ya?” tanyaku, ia mengangguk dan berkata “aku suka matamu” “baiklah aku janji jika nanti aku sudah kaya aku akan membelikan  ini untukmu” aku tak tau apa yang membuatku berkata seperti itu karena aku yakin harga batu shappire itu sangat mahal,

tak lama muncul wanita tua dari toko tersebut

“oh..kalian suka bros ini ya?”tanya wanita itu ramah

gadis disebelah ku mengangguk. aku merogoh sakuku dan melihat sepertinya uangku tak cukup untuk membeli Bros itu, tentu saja jangankan untuk membeli perhiasan untuk membeli sepotong roti tawarpun mungkin tidak cukup,

wanita tua masuk untuk mengambil bros biru yang dimaksud dan memberikannya padaku dengan ramah “aku tidak punya uang” ujarku dengan sedikit malu

“tak apa ambilah, bros ini memang berharga tapi tak ada yang lebih berharga daripada cinta”ujar wanita itu dengan senyuman “terimakasih” ujarku sembari membawa bros itu dan pergi pulang.

“Cause nothing is more precious than love, noble, faithful”

Sesampainya dirumah aku menghampiri gadis itu dan memakaikan bros tadi di dadanya “kenapa kau tidak pilih bros hijau yang warnanya senada dengan matamu?” tanyaku padanya

“aku suka matamu dan itu hal terindah yg pernah aku lihat”jawabnya dan benar saja dia tak bisa berhenti memandangi mataku “boleh aku tau namamu?” tanyanya padaku “Gilbert dan namamu?”

“Violet..”jawabnya

“salam kenal.. Violet”ujarku “kau mau ikut aku ke sebuah tempat indah?..” tanyaku “iya”serunya sambil berlari kepadaku.

Hari ini sedang turun salju aku mengajaknya pergi ke taman kota. Ia tampak menikmati suasana di taman dengan salju yang turun bros birunya tampak bersinar walaupun tak ada cahaya yang menyinarinya.dan ia tampak sangat anggun saat ia menari.mengingatkan ku pada adikku yang juga gemar menari. lalu ia melirikku dan tersenyum manis saat melihatku

“She's as soft as the driven snow Oh, dear heart's so sweet”

Setelah kami puas bermain kami pun pulang untuk tidur karena ini hampir tengah malam.Aku membiarkan Violet tidur diranjangku sementara aku tidur di sofa di sebelah pianoku.

Esoknya Kami pun berangkat kembali ke tepi kota sambil membawa piano sesampainya kami di sana seperti biasa aku memainkan pianoku dan Violet seperti kemarin ia berdiri di sampingku melihatku bermain piano, entah mengapa aku merasa lebih baik saat ia berada di dekatku.  Permainanku terhenti sejak terdengar suara ledakan dari pusat kota, puluhan pesawat perang melintasi langit kami dan tampak menjatuhkan sesuatu dan aku sadar itu adalah bom yang digunakan untuk menyerang kota kami

“Is our world bright?,”

“Violet!!!”seruku sambil membawanya berlari dari kota yg dihujani bom dan peluru.             Dari semua penjuru kota terlihat ratusan tentara yang saling menembaki langkah kami terhenti ketika salah satu peluru menghantam mata kiriku.Sial ini sakit sekali,aku tak kuat menahannya aku berteriak kesakitan karena peluru ini aku duduk tersanadar di dinding sebelah lorong kecil.

“No darker thought can seize anything....”

Violet tampak menangis dan menghampiriku ia memelukku ia lalu menyobek kain dari rok putihnya dan menggunakannya untuk menutupi lukaku.

aku dapat merasakan air matanya berjatuhan di tubuhku.  Penglihatan ku buram namun aku bisa melihat banyak mayat yang bertebaran di sepanjang jalan kota

“A fragile beauty, one and only, She's not only gentle but brave..”

“Gilbert!!” jerit Violet ketika sebuah peluru menghantam lengan kirinya

Ini seperti mimpi buruk, seolah semua yang aku punya hilang begitu saja, apa salahku?

Lamunanku terhenti setelah aku melihat seorang tentara tampak melemparkan sesuatu ke arah kami. Aku sadar bahwa itu adalah granat dan itu akan melenyapkan kami hanya dalam waktu hitungan detik,dengan cepat aku memegang erat tubuh violet dan melemparnya ke lorong kecil, syukurlah aku sempat mendekati telinganya dan berbisik“A-ku mencintaimu Violet tetaplah hidup violet”

“No fears no more tears,she set the spirit to stay alive”

Pengelihatan terakhir ku adalah saat ia terduduk di tengah lorong menangis sambil memegang Bros yg kuberikan, ah sungguh indah walaupun granat itu meledak di tubuhku namun aku tak merasakan rasa sakit sedikitpun. Wanita tua itu benar tidak ada yang lebih berharga dari cinta aku hanyalah seorang anak miskin yang hidup di jaman perang dunia ke-2 tak punya harta,keluarga namun aku memiliki cinta aku berharap Viloet juga merasakan hal sama seperti yang aku rasakan.

“Oh, dear heart's so sweet”




Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 29, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Violet Snow Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang