4. chat

39 7 7
                                    

Sekolah lagi.

Dan lagi-lagi Andi masuk kelas pada jam pelajaran terakhir.

Gak nanggung-nanggung memang.

Kebetulan jamkos, jadi Andi bisa asik tidur dikelas. Setelah semalaman tidak bisa tidur.

Andi terus berkeliaran dijalan, sebetulnya hatinya merasa khawatir pada perempuan itu.

Sempat kembali lagi kesana, namun nihil. Mayang sudah tidak ada.

Untuk yang pertama kali, Andi melihat Mayang sekacau itu. Lihat hari ini, gadis yang semalam menangis ditepi jalan itu kini tertawa lepas bersama teman-temannya.

Andi bangun, matanya yang masih sayu memperhatikan, bagaimana Mayang tertawa dan membuat guyonan.

Cantik.

Eh?

Mayang tidak sengaja melirik kebangku belakang, niatnya hanya untuk melihat Andi tidur. Tapi ternyata, pemuda itu sedang menatapnya.

Lima detik beradu pada tatap yang semu.

Andi tidak tersenyum, Mayang pun sama.

Keduanya sama-sama memutus kontak begitu saja.

“Bayar kas.”

Andi mendongak, mendapati Mayang berdiri di samping kursinya.

Padahal tadi gadis ini masih bercanda dibangkunya.

“Lo bukan bendahara.”

Mayang berdecak, “Gina sakit. Bendahara 2 gak berani mintain uang ke orang kayak lo. Jadi terpaksa gue yang nagih.”

“Hah. Memangnya gua orang kayak apa?.” Andi sedikit tersinggung pada kalimat itu.

“Kayak babi. Najisin.”

Andi menyeringai, menggeleng tak habis pikir lalu kembali acuh tidur lagi.

“Ish. Andiii bayar!.” tapi Mayang malah mengganggunya. Gadis itu menggoyangkan lengannya yang terlipat diatas meja.

Kepala Andi mendongak lagi. “Babinya gak punya uang.” kata Andi yang membuat Mayang terdiam.

“Yaudasih maaf. Lo bukan babi”. Kata Mayang, lalu senyum miring kembali Andi tampilkan.

“Tapi anjing.”

“Mulut lo ampas.” Andi balas

“Serah lo. Udah sini bayar!”

“Ck. Nanti aja.”

“Orang kaya kan lo? Beli rokok mahal aja bisa, giliran bayar kas goceng. Nanti-nanti.”

“Bawel.” kata Andi pada Mayang.

Gadis rambut panjang itu mendengus, lantas tangannya mencubit kulit lengan Andi.

“A-ah!.”

“Bayar gak?!.”

Semakin kencang Mayang mencubitnya.

“Alalahh— iyaa iya!.”

Akhirnya cubitan keras itu lepas, Andi merogoh saku celananya. Mengeluarkan uang berwarna Oren kecoklatan itu pada Mayang.

“Kurang, yang Minggu lalu juga belum lo.”

“Ya, nanti. Nyicil.”

Mayang berdecak, tapi bukannya berjalan lagi ke kursinya, Mayang malah tetap berdiri di sana sambil memerhatikan sekelilingnya.

Dirasa aman, Mayang kembali memanggil Andi yang hendak tidur lagi.

“Apa lagi?.” tanya Andi

“Lupain yang semalem, dan jangan bilang ke siapapun! Tentang baju gue, tentang keadaan gue. Jangan!.”

Alis tebal Andi menyatu. “Kenapa? Hak gue dong?.”

Andi bisa lihat, tangan Mayang bergetar.

Gadis ini ketakutan, tapi Andi tidak tahu apa yang membuatnya takut?

“Andi... Gue mohon jangan.”

“Kenapa? Lo takut temen-temen lo jauhin lo karena tau ternyata lo gak se-positif ini?.” Andi menatapnya remeh, dengan garis senyum miring dibibirnya.

“Andi!—

—Aya sini deh, buru!.”

Mayang menghela napas, menatap Andi gelisah sebelum akhirnya jalan lagi kearah bangkunya.

-
-
-

Malamnya. Saat Andi sedang pushrank bersama teman-temannya.

Dia dapat notifikasi dari nomor asing.

089512092003

| Andiiiii
22.10

?? |
22.11

| Mayang
22.11

Kiranya, darimana Mayang dapatkan nomor barunya ini? Bahkan Andi belum masuk grup kelas lagi.

| Jangan kasih tau yang kemarin malem
| Please🥺🥺
22.11

Emot lo jijik |
22.13

| Andiiii🥺🥺🥺🥺
| Gue mohon🥺🥺🥺
23.13

Dapet apa gw klo gak kasih tau siapa²? |
22.14

| Gue hadirin lo terus
22.14

Gak tergiur |
22.14

| Uang kas lo gue bayarin
22.14

Ga prlu  |
Uang gw bnyk |
22.15

| Ishhh Andiiiiiii
| Terus maunya apaa
22.15

| Andi bales kek anjing
| Andiiii ihh
22.20

| Andiiii

| Andi gue takut...
22.30


Sebenarnya apa yang kamu takutkan, Mayang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 19 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BandelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang