Abadi di laut

6 0 0
                                    

Seberapa luasnya . . . . . .

Sebuah pemikiran yang terlintas
Pada anak kecil yang baru berusia 11 tahun.

Seberapa luasnya langit atau seberapa luasnya lautan.
Jika digabungkan akan seluas apa nantinya.

Namun bagaimana jika . . . . . .

" Dek, menurutmu luasan yang mana langit atau lautan ? "  ucap anak kecil kepada seseorang yang tengah duduk di sampingnya .

Entah sesusah apa pertanyaan yang diajukan oleh sang kakak hingga membuat sang adik begitu lama menjawabnya .

" Aku tidak tahu "  jawab sang adik sambil menyaksikan pasang surut air laut dihadapannya .

" Mana bisa tidak tahu, ayolah luasan yang mana kira² ? " Sang kakak masih tetap kekeh ingin mendengar jawaban yang dia inginkan .

Sang adik pun hanya terdiam dan terus memandangi fenomena di depannya .

Karna kesal tidak dijawab, sang kakak pun merebahkan dirinya di atas  butiran pasir. Menaruh tangannya di belakang kepala dan memandangi objek didepannya ' langit ' .

Seberapa lamanya pertanyaan ini tidak dijawab, atau bahkan mungkin tidak akan ada jawabannya .

" Laut "  ucap sang adek, sontak membuat sang kakak terkejut bukan main. Menoleh ke arah sumber suara untuk memastikan pendengarannya .

Namun sang kakak hanya mendapatkan pandangan yang aneh. Adiknya yang tadinya memandangi ' laut  ' kini beralih memandangi ' langit ' sambil mengucapkan kata² yang sempat meragukannya beberapa saat, " laut " . Angin menerpa beberapa helai rambut adiknya serta suara pasang surutnya air laut .

Begitu  ' indah ' batin sang kakak .
Pandangan mata adiknya tidak menyiratkan sebuah keindahan, padahal kedua objek didepannya begitu indah atau penglihatan sang adiknya yang telah menemui sesuatu yang tidak akan pernah terbayangkan oleh siapapun .

" Amerta, ayo kita pulang " sang kakak memanggil sosok kecil di sampingnya.

Amerta yang berarti abadi. Akan kah anak kecil tersebut abadi sesuai dengan namanya?
Entahlah tidak ada yang tau .

Sesampainya di rumah. Kedua anak kecil tersebut mendapati pandangan yang seharusnya tidak boleh diperlihatkan ke anak kecil. Namun bagi keduanya itu pandangan yang biasa mereka jumpai setiap harinya. Beberapa botol minuman keras tergeletak di lantai begitu saja, tumpukan baju yang berserakan dan ibu mereka tengah menangis.

" Apakah kalian sudah selesai bermain, sini ibu mandikan "  Ucap sang ibu. Luka yang berwarna ungu maupun merah menghiasi tubuh sang ibu. Pandangan mata yang sayu menyimpan banyak teka-teki.

Setelah selesai memandikan mereka, sang kakak pun mulai berbicara " apakah ibu akan pergi lagi ". Ibu pun hanya tersenyum sambil memberikan mereka roti.

' kupu-kupu . . . . Bukankah mereka indah. Begitu juga sang ibu, menghampiri rumah ke rumah entahlah untuk apa. Sang ibu juga memiliki julukan berupa ' kupu-kupu malam ' '.

" Setelah selesai makan, kalian harus tidur okeii ". Kedua anak tersebut melakukan apa yang sang ibu perintahkan.

Ditengah tidurnya sang kakak mendengar jeritan Amerta " jangan . . . . .  Jangan itu sakit " terdengar beberapa kali jeritan tersebut. Sang kakak pun terbangun dan menghampiri sumber suara. Mendapati sang ibu tengah mengompres Amerta sambil berucap      " tidak papa andala hal tersebut tidak akan terjadi lagi, ibu berjanji sayang. Tidurlah "

Seberapa Luasnya . . . . .Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang