Rosaline [Part 3]

82 32 0
                                    

Siang ini aku memutuskan untuk bersantai seraya menemui temanku di sebuah cafe yang terdapat di jantung kota.

Aku duduk di samping sebuah jendela kaca besar, menghadap langsung ke jalanan yang kerap di padati berbagai jenis kendaraan berlalu lalang silir bergantih. Tak heran memang, karena ini adalah hari aktif bagi para pekerja maupun siswa dan mahasiswa.

Terduduk diam tak bersuara, menatap nanar segelas jus avocado yang tersedia dihadapanku.

Helaan nafas menguar dariku, menoleh kesamping, menatap datar wajah orang-orang yang berlalu lalang di sepanjang bahu jalan.

Terkadang aku merindukan hal-hal seperti bercengkrama dengan orang lain atau minimal saling menyapa ramah.

Selama ini aku lebih memilih berdiam diri di rumah, meski bagiku, kediamanku itu sendiri sudah mirip seperti neraka untukku.

Di mana kau berfikir rumah adalah tempat berteduh namun malah menjadi tempat penyiksaan bagimu.

Cukup miris.

"Hai.. Eunbi.."

"Sinb..."

Hwang Sinb, haruskah aku memperkenalkannya sebagai mantan kekasihku?

Bisa saja aku mencari Romeo ku dalam diri Sinb, akan tetapi aku tak segila istriku, Choi Yuju.

Sinb lebih dari segalanya, ia teman, saudara, dan adik. Dia jauh lebih memahami aku ketimbang orang lain, apalagi istriku.

"Maaf aku terlambat.." Ucapnya seraya berlalu mendekat ke mejaku.

Aku tersenyum seraya mengangguk padanya, dirinya pun demikian, terus mengukir senyuman termanisnya hanya untukku.

"Wow... Kau sudah tak mengkonsumsi kopi lagi?"

"Tidak..."

Dahulu aku merupakan seorang penggila kopi, hampir setiap hari selalu ada kopi hitam panas yang terhidang di depanku, namun sekarang berbeda, keadaan memaksaku untuk berhenti dari mengkonsumsinya.

Sinb memperhatikanku dengan antensitas tinggi. Tatapan mata dan ekspresi wajahnya penuh akan raut penasaran.

"Kau baik-baik saja?"

Semua orang pasti tahu aku tengah dalam keadaan tak baik-baik saja, jelas terlihat dari mimik wajahku. Ditambah lagi mata sembab nan memerah yang tak ada hari liburnya itu.

"Yuju lagi?"

"Tidak, aku hanya kelelahan..."

"Apa kau pikir aku akan mempercayainya?"

Tone bicaranya kini telah benar-benar berubah, nampak amarah yang terselubung di dalam sana, di dirinya.

"Setiap kita bertemu kau selalu menunjukkan padaku mata yang memerah dan sembab, dan jika aku benar.. mungkin saja karena itu pula kau sama sekali tak pernah bisa tidur nyenyak sepanjang malam.. tsk.... Semua yang dia lakukan hanya menyakitimu saja Eunbi.. apa dengan begitu kau masih tetap mencintainya dan ingin terus mempertahankan pernikahanmu yang tidak sehat ini?"

Kata-kata Sinb layaknya jarum yang tepat menusuk jantungku.

Aku menunduk seraya mengeratkan genggaman tanganku.

Menangis, ingin rasanya aku menangis. Tapi aku tidak bisa. Aku malu. Aku malu atas kebodohanku.

"Menangislah.. jika kau ingin menangis.. keluarkan segalanya.. agar kau bisa lega."

Sinb mendudukkan dirinya di sampingku. Meletakkan sebelah tangannya di bahuku dan sebelahnya lagi menggenggam jemariku dengan cukup kuat.

Dari sini, aku mulai menangis pilu.

"Apakah kau tahu sampai saat ini aku masih mengharapkannya hiks.. hiks.. aku masih berharap jika suatu saat dia mau membuka hatinya untukku."

Aku yakin Sinb mendengarnya dengan begitu jelas meski ucapanku diiringi dengan sebuah tangisan menyesakan.

"Aku berharap bahwa dengan semua yang aku lakukan kepadanya dapat membuatnya memilihku.. apa kau tahu bahwa sepanjang hari aku selalu menginginkannya ada bersamaku?.. apa kau tahu bagaimana inginnya aku ketika ia pulang, tersenyum, memelukku, lalu menciumku mesra sebagaimana sepantasnya sebagai istri sah nya? Apakah semua itu masih tak cukup untuknya?"

Banyak pertanyaan bersarang di kepalaku yang seharusnya aku tunjukkan pada orang yang bersangkutan, yaitu Yuju.

Namun ada satu pertanyaan yang wajib aku jawab sendiri.

Apakah jika aku melepaskannya, aku masih mampu bertahan hidup sendiri?

"Aku paham.. tapi cukup.. hentikan semuanya.. sampai kapan kau akan begini?.. sampai kapan kau akan menderita.. seperti dia, kau juga berhak untuk bahagia.."

Aku terdiam, benar ucapannya, aku berhak bahagia dengan jalanku sendiri.

"Tapi aku..."

"Hush.. sekarang pulanglah dan pikirkan apa yang aku ucapkan tadi.. tapi satu yang aku harapkan.. apapun keputusanmu.. yang terpenting itu bisa membahagiakanmu.."

Dia menepuk punggungku dan aku mengangguk padanya.

Setelah itu ia mencarikanku taksi. Aku tersenyum dan melambaikan tangan padanya sebelum mobil mulai melaju.

Aku bersyukur memiliki sosok seorang Sinb disampingku, dia adalah orang yang memberikanku kekuatan sampai saat ini.

Namun seterusnya aku harus membangun kekuatanku sendiri, tanpa lagi harus bergantung padanya.

Di dalam mobil yang berkendara, aku terus memikirkan ucapannya.

"Hufft..."

Kupejamkan mata ini, kucoba untuk membayangkan segalanya.

Segala kenangan ketika bersama Yuju, meskipun hanya sedikit sekali yang tersimpan di memoriku.

Kuraih ponselku lalu ku tekan nomor tertentu.

Bip..

Bip..

"Hallo...."

TBC...

Kumpulan Cerita Gfriend [🥀]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang