29. Terdorong Naluri Dan Hati

366 34 7
                                    

SEJUJURNYA Nathan sendiri juga tidak mengerti

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

SEJUJURNYA Nathan sendiri juga tidak mengerti. Tentang apa yang membuatnya tiba-tiba sudah berdiri di depan tenda Lele Ijul. Ia membatalkan jadwal badminton rutinnya begitu saja, meninggalkan kantor dan menyetir dalam kecepatan yang tak biasa demi menemui Denissa. Dengan menggunakan kaus putih tipis yang biasa ia kenakan saat olah raga, pria itu bahkan tidak sempat mengganti celana slim fit hitamnya. Sebab yang ia pikirkan kini hanyalah tentang keadaan Denis. Keadaan yang selalu ia takutkan jika sampai terulang lagi.

Tetesan air hujan yang menyentuh dahinya menyambut Nathan malam itu. Nathan menghentikan langkahnya sejenak. Ia bertanya pada dirinya sendiri. Hal apa yang mendadak bisa mendorongnya hingga ke tempat ini? Kenapa ia begitu peduli dengan hal yang jelas-jelas di luar kendalinya? Serta, sejak kapan hatinya ikut nyeri kala melihat Denis menangis kini seorang diri duduk di sudut tenda?.

Nathan mencebik, ia meluruhkan dua bahunya. Sepertinya memang dia sudah gila. Nalurinya memintanya maju dan membawa gadis itu pergi. Tapi logikanya secara berbarengan menentangnya. Memintanya untuk lebih mengasihani dirinya sendiri dan menjauh dari Denis serta segala permasalahan pelik di belakangnya.

Tapi ternyata, setelah beberapa menit ia berpikir. Nathan memilih untuk tetap maju, menghampiri Denis untuk dibawanya ke manapun asalkan tetap dalam padangannya. Logikanya kalah. Sebab, nalurinya kini telah menguat karena berpadu dengan hatinya yang begitu besar seluas samudera.

"Nis... Ikut gue ya?"

Gadis itu menoleh saat pundaknya di sentuh Nathan dengan lembut. Matanya sangat sembab, hidungnya memerah. Pipinya penuh dengan jejak air mata yang sudah mengering.

"Jonathan..."

Lirih saat Denis menyebut namanya, Nathan merasakan jantungnya bak diremas tiba-tiba. Ini bukan pertama kalinya ia di panggil dengan nama itu, tapi rasanya sungguh aneh dan menyakitkan ketika gadis itu memanggilnya dengan cara demikian. Dengan wajah sendu, dan menyiratkan begitu banyak kesedihan di dalamnya.

Pria itu mengambil tempat duduk menyamping, "Sorry, sini gue liat" ucapnya sambil meraih dua tangan Denis. Membolak baliknya, menyeka helaian rambut Denis yang menutupi sebagian wajah, menyentuh dagu gadis itu dengan perlahan dan menatapnya dengan cermat. "Dia nggak macem-macemin lo kan?" tanya Nathan dengan serius.

Denis menggeleng, perasaannya kini campur aduk ketika Nathan memandanginya khawatir. Selama ini ia selalu menyembunyikan betapa berat dirinya bertahan di balik hubungannya dengan Ivan yang penuh luka. Tetapi malam itu, Nathan seolah berhasil menangkap basah Denis. Dan tidak memberi kesempatan untuk Denis bisa mengelak lagi.

Tidak pernah ia mendapatkan tatapan sedalam itu sebelumnya. Bahkan dari kekasihnya sendiri. Tatapan Nathan seolah menyuruhnya jujur dan berbesar hati melepaskan segala luka yang Denis tanggung sendiri.

"Ayo cabut! Bukan di sini tempatnya kalau lo mau nangis."

"Gue mau balik Nat, gue laper makanya ke sini. Tapi ternyata pas makanannya dateng, perut gue tau-tau kenyang karena keingetan...."

Sweet Escape [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang