Sudah Terasa

1.1K 76 0
                                    

"Kamu lebih penting, Lin. Bukannya kita udah sepakat untuk jalanin hubungan?"

Alin terdiam mendengar ucapan Dani. Ia sadar ada penekanan pada kata-kata itu.

Pintu terbuka setelah ketukan. Antoni masuk bersama seorang staff OB membawa makanan yang sudah dihangatkan.

"Permisi, Pak. Nyonya. Makanannya sudah dipanaskan." ucapnya dengan sopan, ini pertama kalinya ia melihat istri Vice President.

"Terima kasih, Pak." balas Alin. Pria parubaya itu langsung meninggalkan ruangan.

"Boss, done mundur satu jam." Antoni memberi laporan. Alin yang mendengar hal itu langsung paham apa yang dimaksud.

"Daniel...??" panggil Alin.

"Gapapa. Kita makan dulu, oke?" balas Dani menenangkan. Sejujurnya Dani sangat jarang mendengar istrinya menyebut nama depannya dengan lengkap.

"Client kamu lebih penting."

"Bukan sama client, sama beberapa manager aja. Kita makan dulu ya."

"Apalagi sama manager, jangan, Dan. Kamu dan Papa bayar gaji mereka untuk kerja yang bener, masa kamu langgar cuma karena mau makan." ucap Alin dengan merajuk. "Please."

"Makanan kamu, gimana?"

"Makanan bisa beli lagi. Ini dibuang aja. Nanti aku beliin yang baru untuk makan di rumah. Aku pulang biar kamu bisa kerja." Alin mengambil tasnya dan memandang Antoni, "Maaf ya, Kak Antoni, jangan tunda meetingnya."

Antoni yang sedari tadi hanya diam mematung melihat pasangan itu langsung bingung dan menatap Dani. Lebih bingung lagi karena justru wajah Bossnya yang justru mengeluarkan senyum tipis.

Dani meraih tangan istrinya dan menahannya untuk tetap duduk. "Oke, oke. Tapi, kamu disini aja ya. Temenin aku meeting."

"Oke, fine." Alin menurutinya.

Seakan sudah paham, Antoni bergegas menyiapkan komputer di meja kerja Dani dengan layar yang sudah menampilkan video para manager yang sudah enunggunya.

Ini pertama kalinya Dani memimpin meeting tanpa konsentrasi. Ia selalu menatap Alin yang dengan tenang membaca majalah bisnis yang ada diatas meja dengan telinga yang terpasang headaset.

Meeting berjalan selama lebih dari 1,5jam. Alin kelelahan dan akhirnya tertidur di sofa. Dani baru melihatnya saat Antoni menunjuk dengan anggukan kepala saat meeting akan ditutup.

Dengan perlahan tanpa bersuara Antoni merapikan berkas sisa meeting, lalu meninggalkan ruangan. Sedangkan Dani menghampiri Alin yang terlihat pulas, lalu duduk disampingnya. Tangannya menyibak rambut dan menyelipkan ke telinga istrinya.

Cantik, pikir Dani.

"Sudah terasa. Aku udah punya rasa itu, Lin. Tapi, aku masih belum tau artinya. Apa kamu tau? Apa kamu masih mau bertahan? Apa kamu bisa mencintai aku?" Dani berbisik pelan dengan tatapan yang dalam. Lalu, ia mengecup pelan kening Alin.

Dani mengakui rasa yang sudah mengganggu dalam hatinya. Sejujurnya pernikahan adalah hal yang tidak pernah ia pikirkan, apalagi menikahi Alin. Namun kemudian hal tersebut menjadi sebuah rencana yang tidak terduga dalam hidupnya.

++++++++++

Dani pernah melihat Alin tanpa sengaja di Universitas Bina Buana, dimana RD Corp adalah salah satu pendiri yayasan kampus itu. Dani melihatnya sedang mengurus berkas kelulusan.

Anehnya, Alin adalah wanita pertama yang tidak peduli pada Dani. Wanita itu langsung melenggang pergi setelah urusannya selesai tanpa melihat pesona pria tampan yang berada didekatnya. Hal tersebut membuat Dani merasa aneh, namun ia tidak menggubrisnya.

Tahun lalu Dani melihat Alin lagi secara tidak sengaja di sebuah perhelatan event yang diselenggarakan HS Group. Sebuah perusahaan yang sudah sejak lama memiliki kerja sama bisnis dengan RD Corp.

Hari itu Alin terlihat kusut, rambutnya yang terikat sudah berantakan dan bahkan stocking kakinya juga terlihat robek. Bukan tampilan yang menarik di mata Dani, sebenarnya. Tapi, Dani tidak bisa melupakannya. Disaat semua wanita yang ada di acara tersebut mendekatinya seperti semut, bahkan para staff perempuan HS Group yang berusaha melihat pesonanya dari kejauhan. Alin tetap terlihat sibuk selama acara berlangsung dengan berkali-kali ia berbicara dengan mic yang tersembunyi di balik pakaiannya. Sampai akhirnya Dani meminta Antoni mencari tau tentang Alin.

Yang juga menarik perhatian Dani justru beberapa hari kemudian saat datang ke sebuah restauran untuk menemani Nyonya Arshinta Reinaldi, Mamanya. Ia melihat Alin yang dimarahi dan dimaki oleh seorang Nyonya yang cukup familiar baginya.

"Jeng Viska, ada apa?" Nyonya Arshinta menyapa Nyonya besar itu dan melihat dengan kasihan pada Alin yang terduduk di lantai dengan pakaian kotor dan rambut yang berantakan karena jambakan.

"Ini wanita murahan kerjanya ga bener. Jalan ga pake mata. Liat nih, Jeng, baju saya kotor semua. Aneh, kenapa restauran bagus kaya gini tapi punya pelayan ga becus?" Viska Hutomo, istri dari pemilik Tomo Group. Dani sudah mengenalnya sebagai wanita berlidah kasar. Ia datang ditemani putrinya, Kyra.

"Sudah, sudah. Baju bisa dibeli lagi, Jeng. Dekat sini ada butik langganan saya. Apa Jeng Viska mau kesana?" Beruntung Dani memiliki seorang Ibu yang baik. Meski bergaul dengan para Nyonya besar, Mamanya tidak pernah bersikap kasar, apalagi merendahkan orang lain.

Dani memperhatikan Alin yang gemetar, bahkan tidak menggubris Kyra yang berusaha mengajaknya bicara. Mamanya cukup pandai mengalihkan perhatian Nyonya Viska lalu menariknya pergi dari restauran itu.

Dani terlihat mengikuti Mamanya keluar restauran, namun ia tidak mengikutinya ke butik melainkan berjalan ke mobil. Ia menghubungi Antoni dan menanyakan hasil pencariannya tentang Alin.

Dari laporan Antoni, Alin adalah anak yatim-piatu. Saat itu ia bekerja di HS Group sebagai salah satu pegawai kontrak. Antoni juga memberikan informasi bahwa Alin bekerja part time di 2 tempat berbeda, salah satunya restauran yang Dani datangi. Alin hanya hidup sendiri setelah orangtuanya meninggal dunia.

Setelah mendengar informasi dari Antoni, Dani menghubungi Mamanya yang sedang berada di butik bahwa ia ada urusan mendadak. Urusan yang ia maksud adalah menunggu Alin selesai bekerja di restauran tersebut. Saat ia melihat Alin keluar, Dani langsung keluar dari mobil dan menghampirinya.

"Hai." Alin yang sedang menunggu ojol hanya meliriknya, namun tidak menjawab.

"Alina." panggil Dani lagi yang cukup mengambil perhatian wanita itu.

"Anda siapa?" tanya Alin, wajahnya terlihat terkejut tapi tidak terlihat takut pada Dani.

"Saya Daniel." jawabnya. "Kebetulan saya liat kejadian tadi sore didalam resto." jelasnya yang justru membuat Alin memberikannya pandangan tanda tanya.

"Kalau kamu tidak keberatan, saya bisa bantu kamu supaya situasi seperti tadi tidak lagi menimpa kamu." Dani berkata dengan pelan tapi dengan wibawa yang kuat.

Malam itu di sebuah cafe Dani mengajak Alin mengobrol. Ia juga memberikan nomor handphonenya pada sebuah kertas dan meminta Alin untuk menghubungi apabila ia membutuhkan bantuan.

Namun, Alin ternyata tidak langsung menghubunginya dan Dani dihubungi setelah beberapa bulan kemudian saat ia sudah hampir lupa.

Fallin' Slowly [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang