3. Amukan Istriku

124 34 32
                                    

Siapa pun yang melihat, akan merasa ngeri pada pelaku dan sebaliknya, iba diberikan untuk korban yang saat ini menjadi bulan-bulanan ibu hamil yang tiba-tiba mendatangi kantor orang lain hanya untuk menonton.

Sojung tidak peduli menjadi bahan tontontan. Satu-satunya yang dia inginkan sekarang hanya memuaskan hasrat membuncah yang sejak semalam dia tahan.

Memukuli dan menyumpah serapah menjadi hal wajib yang wanita itu lakukan pada adiknya yang membuat Sojung kehilangan muka di depan para tetangga.

"Kamu pikir lucu, hah? Punya otak nggak?" Teriakan Sojung menggema di ruang makan departemen pemasaran, dibarengi suara pukulan dari botol air mineral berisi penuh yang menghantam punggung dan kepala. Jungkook sampai tersungkur, satu-satunya upaya melindungi diri hanyalah menutup kepala dengan kedua lengan yang disatukan sebab tidak ingin mendadak idiot atau hilang ingatan akibat bogem mentah yang terus-menerus dia terima dari bumil brutal di hadapannya.

"Iya, iya, ampun, Mbak. Nggak lagi!" sahut Jungkook kewalahan. Sesekali matanya melirik ke sekeliling sembari berharap bantuan datang, tetapi orang-orang tidak ada yang berani maju, mereka malah berbisik-bisik dan membuat spekulasi secara asal. Di pojok ruangan, Sinbi dan Yewon malah tertawa kegirangan.

Rekan kantor sialan! Jungkook mengumpat.

"Mbak, udah, dong. Malu!" pekik Jungkook lagi, tetapi sang kakak seolah tuli dan masih terus memukul, sesekali menjambak.

"Sekali lagi kamu kayak gitu, habis kamu sama Mbak!"

"Nggak sekali lagi juga ini udah mau habis nyawa aku!" balas Jungkook dongkol. Dalam hati sibuk merutuk karena Seokjin belum juga datang. Laki-laki itu makan siang di luar berhubung Sojung tidak membuatkan bekal lagi seperti kemarin, jadi kakak iparnya itu mungkin tidak tahu rencana busuk istrinya yang tiba-tiba mendatangi kantor saat makan siang hanya untuk mempermalukan diri sendiri, Jungkook, dan Seokjin tentunya sebagai suami.

"Astaga, Yang!" Seokjin berjalan cepat menghampiri istri dan adik iparnya. Buru-buru pria itu menahan tangan Sojung, meski sempat gagal dan berakhir dengan wajahnya yang malah menjadi korban.

Duh, Gusti! Seokjin membatin miris. Sudahlah malu dilihat orang-orang kantor, tulang hidungnya sekarang nyeri akibat amukan bak kingkong sang istri. Untung sayang, kalau tidak, bersama dengan Jungkook, sudah Seokjin kandangi dua orang itu di bilik toilet.

"Diam, Mas, nggak usah ikut campur. Ini masalah keluarga!" Sojung menggeser tubuh Seokjin hingga pria itu terhuyung. Entah dia yang terlalu lemah atau tenaga Sojung yang meningkat berkali-kali lipat hari ini sampai suami sendiri tampak serapuh itu.

"Yang, malu. Lagian, emang aku bukan keluarga kamu?" Seokjin bersuara lirih penuh penekanan. Tangannya kembali menahan gerakan Sojung sekuat tenaga.

"Bukan, kamu jodoh aku."

Hidung Seokjin langsung kembang kempis mendengar jawaban Sojung yang terdengar polos, tetapi diucapkan dengan nada ketus. "Kamu kenapa, sih, sampai kayak gini? Marah boleh, tapi nggak gini juga. Kamu mau aku dipecat cuma gara-gara istrinya ngamuk di kantor? Mau aku jadi pengangguran?"

"Bodo!" sembur Sojung tidak acuh, berniat melayangkan pukulan lagi sampai kemarahan di dada hilang sepenuhnya, tetapi saat pandangannya kembali pada Jungkook, sudah tidak ada siapa-siapa di sana.

"Mbak!" Jungkook berteriak dari ambang pintu. Penampilannya awut-awutan, seperti habis dikeroyok massa, padahal yang memukul hanya satu orang.

"Jangan lari kamu!" Sojung hendak menyusul, tetapi tubuh besar sang suami menghalanginya.

"Mas, awas, biar aku—" Sojung memelotot saat melihat Jungkook menjulurkan lidah diikuti senyum puas karena berhasil lepas.

"Fu*k you, Mbak!" lanjut pria itu tanpa sungkan, bahkan lengkap dengan dua jari tengah yang dipamerkan untuk sang kakak, sengaja memancing kemarahan lagi sebelum kabur menghindari bencana susulan.

"Jeong Jungkook!" Sojung berteriak panjang, mulai mengamuk lagi sambil memukul dada suaminya sebagai luapan rasa kesal seperti anak kecil yang baru saja diganggu.

"Udah, dong, Sayang," bujuk Seokjin seraya merengkuh Sojung ke dalam pelukan. Pria itu merapatkan tubuh sang istri ke dada, lalu mengusap punggungnya perlahan.

"Aku kesel," katanya di tengah isak tangis. "Kamu denger sendiri, kan, katanya tadi."

"Iya, aku denger. Nanti aku pukul kepalanya. Sekarang kamu balik ke kantor dulu, ya? Aku anter."

Dua minggu belakangan, emosi Sojung memang kurang stabil, hal-hal kecil saja bisa membuat suasana hatinya terjun bebas atau bahkan naik sampai menembus langit. Seokjin kira itu karena Sojung akan kedatangan tamu bulanan, meski sebelumnya tidak pernah separah ini, paling-paling Seokjin akan mendadak jadi makhluk paling bersalah di mata sang istri, tetapi ternyata kehamilan yang membuat emosinya labil, dan hari ini, sepertinya makin parah dan Seokjin tidak bisa membiarkannya lagi.

Seokjin tidak mau istrinya tenggelam dalam emosi, lalu jatuh stres dan berdampak pada sang bayi.

"Janji? Pukul kepalanya pakai sepatu kamu," sungut Sojung.

"Iya, Sayang. Sekarang ke hotel lagi, ya? BTW, kamu udah makan siang?"

"Nggak selera, Mas."

"Harus makan, dong. Kita take away aja, nanti aku temenin makan di hotel."

Sojung mengangguk bersamaan dengan berakhirnya drama KDRT sekaligus romantis kantor itu.

Para pegawai yang melihat langsung bisik-bisik melempar komentar.

"Pak Seokjin sabar banget, ya, ngadepin istrinya. Jadi pengin culik Pak Seokjin."

"Istri Pak Seokjin emang rada-rada, ya?"

"Kasihan, ya, cantik-cantik agak gila."

"Istri Pak Seokjin cantik banget, ngamuk aja masih kayak bintang iklan."

"Eh-eh, bener, ya, itu tadi istrinya ngamuk gara-gara Pak Seokjin selingkuh sama Jungkook?"

Seokjin yang kebetulan dengar langsung memelotot tajam pada pegawai yang ketinggalan tontonan. Sambil jalan dan merangkul istrinya, telunjuk dan jari tengah kiri pria itu bergantian menunjuk mata dan mata pegawai lain sebagai tanda dia mengawasinya mulai hari ini.

Pengin ngomong asu, tapi takut dosa. Seokjin membatin.

Namun, pada akhirnya umpatan itu tetap keluar dari mulut Seokjin—refleks—karena kaget saat melihat istrinya ambruk, pingsan karena kelelahan dan terlalu stres sejak semalam.

Bukan, bukan pada Sojung yang pingsan umpatan dilayangkan, melainkan pada sang adik ipar, sumber masalah yang membuat sang istri merasa malu dan terus memikirkan reaksi tetangga akibat ucapan memalukan di karangan bunga yang sudah Sojung bakar tadi pagi.

4/11/22

Suara Hati Pak SuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang