15 | Berdebar Cemas

108 3 0
                                    

Naro mengajak Ralisaa mengunjungi pameran. Pengunjung cukup padat didominasi pelajar. Beberapa kali Naro melindungi Ralissa agar tak tertabrak orang-orang yang berjalan dengan ugal-ugalan. Hawa gerah menguasai sekitar. Naro tidak yakin Ralissa merasa nyaman. Bahkan Naro sendiri sudah merasa tak nyaman.

"Ke sini lain kali gak pa-pa, ya?" tanya Naro.

Tanpa menunggu jawaban, Naro menarik Ralissa hati-hati keluar dari tempat itu. Kemudian Naro menuntun Ralissa ke parkiran, membukakan pintu untuk perempuan itu, dan menaiki kendaraannya setelah Ralissa duduk di kursi penumpang.

Selama perjalanan, Naro berpikir untuk kemana. Namun akhirnya Naro berencana datang ke salah satu gedung pencakar langit untuk sekadar makan sembari menunggu matahari tenggelam.

Naro pernah mengajak Ralissa ke sana dua kali, tetapi Ralissa selalu menolak. Kali ini Naro memilih diam saja sampai dirinya tiba membawa gadis itu di tempat tujuannya.

Ralissa tertegun bersamaan dengan Naro menghentikan mobilnya. Kini Naro tersenyum manis, menggenggam tangan Ralissa tak kalah manis. "Gak pa-pa. Sekali-kali aja." Naro menuntun Ralissa, dan keduanya pun turun di pintu mobil yang sama.

Selang 30 menit, keduanya sudah berada di atas, memandangi suasana di sekitarnya. Naro lebih menikmati apa yang ditangkap matanya sejak awal. Gedung-gedung menjulang tinggi yang keren. Puluhan mobil yang melaju rapi di bawah. Pepohonan rindang yang tiba-tiba membuat Naro teringat sayur brokoli. Langit kejingga-jinggaan. Naro menggenggam tangan Ralissa sambil menikmati matahari tenggelam tanpa adanya mendung.

Ralissa yang sejak tadi lebih banyak termenung, tanpa diduga mengangkat satu sudut bibirnya samar. Naro berganti melingkarkan tangan di pinggang Ralissa sambil tersenyum bahagia. Senja yang teramat sempurna karena ditambah dengan melihat senyum kecil Ralissa.

Kendati senyuman itu sarat akan sendu. Namun, ia bahagia melihat Ralissa tersenyum di sampingnya.

***

Mereka baru memesan makanan setelah turun dari atas. Menu yang disuguhkan tidak tanggung-tanggung. Mewah dan lezat. Harganya lebih mahal dari restoran kebanyakan. Namun menurut Naro, sebanding dengan kehangatan yang ia dapat. Bahkan sebenarnya Naro masih ingin di atas, tetapi ia tak mau egois dengan membiarkan perut Ralissa keroncongan.

Naro menyantap sushi sambil mengamati Ralissa yang juga menikmati makanan berasal dari Jepang tersebut. Selain dua porsi sushi ada dissert juga. Sepotong kue yang menggugah selera. Ada pula dua gelas juice--melon dan mangga yang segar.

Sesudah menghabiskan sajian serta membayar, Naro mengajak Ralissa pergi dari tempat itu. Lelaki itu berencana mengajak Ralissa berwisata aquarium, tetapi Ralissa malah meminta pulang.

"Oh, kamu capek, ya. Okey ...." Naro kecewa, tetapi ia harus mengerti. Ralissa mau diajak keluar pun ia harusnya beryukur.

Empat puluh lima menit kemudian, Naro menghentikan mobil di depan apartemen kekasihnya.

"Makasih banyak," ucap Ralissa tersenyum---Ah Naro tidak bisa memastikan Ralissa benar tersenyum atau dirinya salah fokus. Ralissa sudah turun dari mobil, menatap kedua mata Naro.

Naro menggangguk lalu menyelipkan rambut ralissa ke telinga dengan lembut. "Makasih balik udah mau nyempetin keluar sama aku."

Ralissa tersenyum tipis sebelum kemudian perlahan berlalu. Naro menginjak pedal gasnya kembali. Kaca mobilnya sengaja ia masih buka untuk mendapat udara lebih banyak karena merasa gerah. Naro menyetir mobilnya tanpa tujuan jelas. Entahlah ia bingung. Sementara ia sendiri bosan untuk ke pabrik sepatu dan coffie shop miliknya.

FOREVER RTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang