45 | Akhir

1.8K 286 17
                                    

Aku percaya takdir kita memang untuk bersatu, hanya saja aku tak menyangka bahwa harus ada rintangan yang harus di lalui. Dan itu melelahkan.

_______________________

Pagi ini, dengan wajah pucat dan keadaan yang tidak baik-baik saja, Sembagi berdiri di depan kelas Arizona. Banyak anak kelas IPS yang memandanginya tak suka, apalagi mereka tahu jika Sembagi dekat dengan Sansekerta yang terkenal cacat, sekaligus tunangan Arizona. Tidak sedikit dari para gadis yang merasa sirik dan tidak menyukai Sembagi, terlebih sifatnya yang terkesan sombong dan belagu.

Melihat kedatangan Arizona bersama Gelora, buru-buru Sembagi menghampirinya. "Ar, gue mau ngobrol sebentar sama lo. Bisa?"

Arizona menoleh sekilas pada Gelora lantas mengangguk. "Lo masuk dulu, Ra," ujarnya pada Gelora yang menepuk pelan bahunya sebelum masuk ke kelas.

Arizona mengajak Sembagi ke arah taman belakang, dekat gudang. Penampilan lelaki itu tak jauh berbeda dengan Sembagi. Wajahnya yang biasanya terlihat bersinar dan ceria, hari ini nampak kusut. Rambutnya yang sedikit lebih panjang juga sedikit berantakan, seakan sang pemilik enggan menyisir meski dengan jemari.

"Mau ngomong apa?" Nada yang Arizona lontarkan berbeda, sedikit lebih dingin.

"Gue..., mau minta maaf sekaligus terima kasih," ujar Sembagi menjeda. Jujur saja ia sedikit gugup karena sikap Arizona yang tiba-tiba berubah. "Gue tahu, gue udah banyak nyakitin lo dengan sikap gue selama ini. Mungkin lo emang tulus dan serius sama gue meski cara lo salah, tapi gue tetep gak pernah hargain itu karena udah keburu benci sama lo."

"Maaf buat semuanya, Ar. Kita belum kenal lama, dan kesan pertemuan kita gak baik. Gue gak tahu isi pikiran lo, tapi gue berharap lo itu orang baik."

Sembagi menghela nafas karena tidak ada respon yang Arizona berikan. "Makasih. Makasih karena lo udah batalin perjodohan ini. Gue emang belum ikhlas sama perjodohan ini tapi gue gak nyangka kalo lo bakal batalin. Jujur gue merasa bersyukur, walau disisi lain gue juga sakit karena udah ngecewain keluarga gue, Om Gevan dan..., lo."

"Dan gue pengen tahu, apa alasan lo sampai batalin perjodohan kita."

Sebelum menjawab, Arizona meraup wajahnya kasar. Sejak kemarin - lebih tepatnya setelah ia meminta papanya membatalkan perjodohan, keadaan Arizona sangat kacau. Arizona jelas menyukai Sembagi, bahkan mulai mencintainya. Namun, terus-terusan mendapat penolakan terkadang membuat harga dirinya terluka. Melakukan pemaksaan pun hanya menyakiti Sembagi maupun dirinya, karena pada akhirnya hati Sembagi bukan milikinya.

Arizona membenarkan ucapan Sembagi bahwa semua yang ia inginkan, tidak harus didapatkan. Dan Arizona percaya jika cinta dan hubungan memang tidak bisa dipaksaan. Arizona sudah mengalaminya ketika kedua orang tuanya berpisah. Sekeras apapun usahanya mempertahankan keluarga, jika papa dan mamanya sudah tak sejalan, maka semuanya sia-sia.

"Karena gue capek," jawab Arizona pelan. "Gue gak mau ngomong banyak, yang penting sekarang lo bebas. Lo bisa pergi, balik sama si bisu, terserah."

"Ar..,"

"Gue gak mau jadi orang bodoh cuma buat ngejar lo doang," potong Arizona dengan nada yang meninggi. "Gue juga punya batas sabar, dan harga diri. Oke, gue akui gue salah dari awal, karena terus maksa lo buat nerima gue."

"Emangnya gue gak sepantas itukah buat lo, Gi?"

Disodori pertanyaan macam itu, membuat Sembagi mengerjap, tak menduga. "Bukan lo, tapi gue yang gak pantas buat lo, Ar. Gue bukan cewek yang lo harapkan."

"Meski gue bener-bener tulus, lo tetap gak akan buka hati?" tanya Arizona yang mendapat gelengan sebagai jawaban.

"Kalau dilanjut, kita berdua sama-sama tersakiti dan jadi hubungan yang gak baik, gak sehat."

Bahasa Sansekerta (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang