harus kabur

1.6K 123 5
                                    

Hai, hai ...

Saia update sebelum susah update😋

.
.
.

"Dari tadi dia nangis aja. Buat dia diam atau gue sumpal mulutnya."

Aku terperangah mendengarnya. Lara menurunkan Azka dari gendongannya dengan kasar di dekatku kemudian membuka ikatanku cepat.

"Urus dia, gue pusing denger dia yang cuma bisanya nangis mulu."

Aku menarik Azka dan memeluknya erat. Akhirnya aku bisa memeluknya. Azka, anakku. Begitu juga Azka, tangisannya berhenti seketika. Merapat ke pelukanku sambil memanggilku mama berulang-ulang. Panggilan yang sangat aku rindukan dua minggu ini.

"Kalau sampai Fabian dan keluarganya itu nggak kirim uang tebusan, gue bunuh kalian berdua."

Aku mempereratkan pelukanku dan menutup telinga Azka dengan sebelah tanganku. Jangan sampai Azka mendengar ucapan jahat itu.

"Kalaupun mereka kasih uang tebusan, gue tetap bakal habisi kalian berdua."

Aku harus benar-benar kabur dari sini. Azka tidak boleh terluka. 

"Mama," gumam Azka.

"Ya, Sayang?"

"Pulang. Mau Papa."

"Kita pasti pulang. Kamu sabar dulu ya."

Azka mengangguk dalam dekapanku. Aku menatap sekelilingku. Tidak ada jalan keluar lain selain pintu yang tadi dikunci Lara. Tanganku terus mengusap kepala Azka yang masih ketakutan. Seingatku aku sampai di rumah Fabian saat senja, mungkin ini sudah malam. Sudah waktunya Azka makan malam. Dia pasti lapar.

Klik.

Terdengar anak kunci pintu berputar kemudian pintu terbuka. Lara berjalan angkuh menghampiri kami.

"Cepet ikut gue."

Aku menggandeng Azka mengikutinya. Azka memang masih kecil tapi tubuh gempalnya tidak memungkinkan aku menggendongnya dengan keadaanku yang sekarang. Setengah mengantuk Azka mengikuti langkahku. Rumah ini cukup besar dan bersih. Lara membuka sebuah pintu dan menyuruhku masuk.

"Di kamar ini ada baju Azka dan baju yang bisa lo pakai. Urusin anak gue baik-baik."

Aku tidak bisa memahaminya, Lara yang terlihat tega kepada Azka tapi masih memikirkan Azka juga. Apakah dia melakukan semua ini terpaksa karena dia membutuhkan uang? Seharusnya dia tidak perlu sampai menculik Azka. Mengabaikan pemikiran itu, aku segera membuka lemari yang ada di kamar setelah Lara mengunci kami. Di lemari itu memang ada pakaian untuk anak seusia Azka. Ataukah memang Lara merencanakan ini semua dari awal? Selain itu juga ada pakaian wanita. Apakah ini miliknya? Apakah rumah ini milik Lara? 

Daripada aku pusing memikirkannya, aku mengambil satu set pakaian ganti untuk Azka. Mengajaknya cuci tangan dan kakinya.  Mengganti diaper-nya dan memakaikannya pakaian baru. Baru saja aku selesai memakaikannya, Lara kembali memasuki kamar dengan membawa nampan makanan. Membuatku lagi-lagi tidak mengerti atas kepeduliannya terhadap Azka.

"Gue cuma nggak mau tawanan gue jadi turun harganya."

Benarkah?

Sudahlah. Lebih baik aku memikirkan cara kabur dari sini. Selesai menghabiskan makanan, Azka tertidur. Aku menatapnya sambil mengusap kepalanya. Sesekali aku mengusap perutku dan menggumam, "tenang, Sayang. Kita akan baik-baik saja."

Aku tersenyum dengan hati yang gelisah saat merasakan tendangan dari dalam perutku.

***

"Lancang ya lo ambil keputusan seenak jidat lo!"

Mine (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang