VAA Bab 3

9.9K 1.3K 25
                                    

Belum ada dua puluh empat jam Mazaya menginjakkan kaki di dunia novel ini, jumlah ia bersanding dengan Ankara mencapai empat kali banyaknya. Dikatakan muak, tentu saja, manusia mana yang tidak muak melihat orang yang ia jengkeli berturut-turut dalam satu hari.

Suram—gambaran susanan di dalam mobil putih itu. Berharap ada percapakan meyenangkan dari mereka, merupakan sebuah keajaiban. Setengah jam, keduanya membisu enggan bercakap-cakap. 

Ankara menginjak rem mobil, menghentikan mobil itu di pintu belakang gedung bertingkat dua tersebut. Gedung yang sering disewakan untuk beragam acara. Laki-laki itu melepaskan sabuk pengamannya, tak lupa ia juga melepaskan sabuk yang melindungi Mazaya. 

"Gue bisa sendiri, tapi makasih," ucap Mazaya selepas mendapat perlakukan yang menurutnya tidak diperlukan. 

"Lo masuk aja dulu, tenang aja udah ada staf yang bakal membimbing lo ke tempat make up," kata Ankara. Mazaya mengikuti perkataan laki-laki itu, membuka pintu coklat tersebut. Sesuai perkataan laki-laki itu, terdapat dua orang staf menyambutnya. 

"Sore Kak, mari, saya antar," Salah satu staf perempuan menyapanya ramah. Mazaya membalas keramahan staf itu menggunakan senyum tipisnya. Kepalanya ia tundukkan sedikit.

Ruang make up menyisakan satu bangku di depan kaca besar. Netranya menemukan perempuan muda yang tadi mengusik tidur nyenyaknya, perempuan itu sibuk memainkan ponselnya, belum sadar kehadiran Mazaya. 

"Hai, Mazaya! akhirnya gue bisa mengobrak-abrik muka lo pakek tangan ajaib gue!" Keantusiasan wanita asing berambut kriting mengalihkan fokus Karin dari layar persegi panjang yang gadis itu sempat gunakan.

Kecupan singkat pada kedua pipi serta pelukan formalitas perempuan berambut kriting itu berikan kepada Mazaya. "Lo nggak tau betapa beruntungnya gue di tunjuk sebagai artis make up lo di acara kali ini, itu ibarat kita mendadak kaya tanpa berusaha—alias mustahil banget! Ntar fotbar boleh, kan?" 

"Boleh kak," balas Mazaya mencoba menyembunyikan ketidaknyamanannya. Ketidaknyamanannya timbul karena Mazaya bukan tipe physical touch. Apalagi dengan orang yang baru ia temui.

"Jumpa fansnya udahan dulu ya, mbak MUA, bentar lagi acaranya mulai, mau gajinya dipotong?" peringat Karin memisahkan tubuh wanita itu yang masih memeluk Mazaya.

"Iya, iya, bawel! Lo mah nggak seneng liat temennya seneng!" omel  perempuan itu. 

"Dih, gue kan cuma mengingatkan doang. Lagian nih Cha, lo kan udah sering ketemu Mazaya, ngapain coba alay-alay begini," cibir Karin pada sahabat masa SMAnya—Acha. 

"Itu beda cerita Karin ku sayang! kalau di rumah lo kan dia Mazaya adik lo, beda lagi kalau gue ketemu Mazaya di tempat kerja---"

"Kalau di tempat kerja gue ketemunya Mazaya artis bukan Mazaya adik lo, itu kan omongan lo selanjutnya?" potong Karin menirukan gaya bicara Acha kemudian memutar bola matanya malas. Ia sudah hafal betul di luar kepala jawaban yang akan Acha berikan. 

"Nah! itu tau! Yaudah yok Zay, siap gue sulap secantik Lily Collins?" tanya Acha menyuruh Mazaya duduk di kursi yang sudah dipersiapkan. Melepas kucir yang menyatukan semua rambut gadis itu, tangan kanannya mengambil sisir merapikan rambut panjang Mazaya. 

Tak butuh waktu lama untuk Acha mempercantik Mazaya. Karena pada dasarnya gadis itu sudah terlahir cantik, sedikit polesan bedak tabur dan lip tint sudah mempan menyamakan kecantikan Lili Reinhart. Acha memang sengaja tidak menaruh begitu banyak perangkat make up miliknya, ia memakai konsep remaja—natural, sesuai umur Mazaya.

Tok... Tok.. Tok...

Ketukan pintu mengalihkan atensi beberapa orang di ruangan. Karin membuka pintu tersebut, ternyata sang pelaku ialah sutradara series terbaru Mazaya. Diikuti Ankara dibelakangnya. 

Voice and ActingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang