Bab 17

20 3 6
                                    

"Kau selesai pukul berapa?" tanya Kai saat Kia hendak turun dari mobil.

"Sekitar pukul delapan atau sembilan pagi," jawab Kia.

"Baiklah, kabari aku. Aku akan menjemputmu besok."

Kia mengangguk pelan lalu membuka pintu mobil. Pelan-pelan Kia keluar meninggalkan pria itu. Kai menyalakan mobil dan berlalu dari rumah sakit. Dalam perjalanan, sudut bibirnya terus melengkung ke atas. Pertama kali dalam hidupnya setelah kehilangan Seza, ia merasa benar-benar hangat. Ibarat datangnya awan cerah setelah badai, seperti itu yang dirasakan Kai saat ini. Perlahan hati yang kelabu berubah warna sedikit demi sedikit.

Bayang Seza tiba-tiba melintas di pikiran Kai. Pria itu tak lagi merasakan nyeri pada hatinya saat wajah wanita itu tergambar. Justru sekarang Kai ikut tersenyum seakan ikut membalas senyum Seza yang hanya bisa dilihat olehnya dalam angan-angan.

Ia yakin Seza juga pasti akan bisa terbebas dari rasa sakit hatinya. Menemukan sosok yang dapat membahagiakan dan menjadi pendamping wanita itu selamanya. Kai akan berdoa untuk Seza agar wanita itu selalu dipenuhi kegembiraan di kehidupannya.

Dalam keheningan perjalanan, ingatan Kai melayang pada Kia. Kejadian tak terduga menyebabkan wanita itu terus terlibat dalam setiap masalah yang terjadi kepadanya. Dia yang sudah melihat sisi lemah sosok seorang Kaindra Rafisqy Xavier. Wanita yang terus menemani meski pasti sangat sulit menangani dirinya yang terus berusaha mengakhiri hidup.

Kai benar-benar beruntung ada Kia berada di dekatnya. Meskipun saat itu dirinya hanyalah orang asing untuk wanita itu. Namun, dia tetap mendampinginya. Tanpa terasa kendaraan itu memasuki halaman rumah. Kai memberikan kunci kepada salah satu pekerja untuk diparkirkan ke dalam garasi lalu pria itu masuk ke rumah.

Waktu yang sudah menunjukkan pukul sepuluh malam itu, membuat suasana rumah sangat senyap. Para pekerja mungkin saja sudah menyelesaikan tugas masing-masing dan berisitirahat. Lampu di setiap ruangan pun berganti mode temaram. Kai menaiki tangga melingkar untuk sampai ke kamarnya yang berada di lantai dua.

"Kai." Panggilan seseorang membuat Kai berhenti melangkah. Ia berbalik dan melihat Cassandra.

"Granny belum tidur?" tanya Kai yang kembali turun menghampiri Cassandra.

"Ada yang ingin Granny tanyakan kepadamu," tanya Cassandra. Kai hanya mengangguk pelan dan menunggu melanjutkan ucapan Cassandra.

"Ayo kita duduk dulu," jawab Kai lalu merangkul lengan Cassandra membawanya ke salah satu sofa di ruangan itu.

"Apa itu Granny?" tanya Kai saat keduanya sudah duduk dengan posisi bersebrangan.

"Apa kau sungguh berkencan dengan perawat itu?" tanya Cassandra. Kai tak langsung menjawab. Pria itu diam seraya meneliti raut wajah neneknya itu. Mimik wajah wanita itu seperti tatapan yang Kai kenali betul artinya.

"Granny keberatan?" Kai justru berbalik bertanya yang membuat Cassandra terlihat gelisah karena tiba-tiba wanita tua itu membuang pandangan.

"Apa kau sudah melupakan Seza?" Terus saja pertanyaan dijawab oleh pertanyaan lainnya. Kai berpindah ke sebelah Cassandra. Ia meraih kedua jemari keriput neneknya itu kemudian menatap iris hijau di hadapan dalam-dalam.

"Aku tidak melupakannya, Granny. Dia hanya aku simpan rapi di tempat lain di hatiku," ucap Kai. Ia meremas lembut genggaman tangannya.

"Lalu perawat itu?" tanya Cassandra. Kedua pasang iris hijau itu saling berpandangan.

"Kia adalah pelangi yang datang setelah hujan. Dia yang terus membantuku mengobati luka yang menggerogoti hatiku. Aku akan mengobati luka ini bersamanya," jawab Kai. Cassandra hanya diam. Melihat raut wajah cucunya yang berbinar saat membicarakan perawat itu, membuat hatinya merasakan senang dan kesal bersamaan.

My Auntumn (End)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang