Joanna sedang menatap gedung tinggi di depannya. Gedung yang memiliki puluhan lantai dan ribuan karyawan di dalamnya. Serta aura mahal yang membuat Joanna merasa tidak pantas menginjakkan kaki di sana.
Karena lantai marmer di sana jelas berkali-kali lipa lebih mahal daripada sepatu usang yang sudah berkali-kali diulang. Karena ibunya jelas akan marah jika melihatnya memakai sepatu baru sebelum sepatu ini rusak dan tidak bisa lagi digunakan. Membut Joanna sering kali takut ketika jam olaharga. Takut jika sol sepatunya lepas saat dia berlari di tengah lapangan.
"Ayo pulang, Jo!"
Seru Teressa sembari menepuk pundak Joanna. Lalu sama-sama menaiki bis sekolah. Sebab mereka baru saja menghadiri seminar di SA Company. Perusahaan milik Stevan dan Ariana, orang terkaya di kota mereka. Sekaligus orang tua Hana, salah satu teman sekelas mereka.
"Ayo!"
Joanna dan Teressa memasuki bis. Mereka duduk bersebelahan. Lalu menatap jendela. Atau lebih tepatnya pada Hana yang sedang naik mobil mewah bersama ayahnya. Setelah berpamitan pada Wita, wali kelas mereka.
"Pasti enak sekali hidupnya karena punya orang tua kaya."
"Kudengar, dia punya kamar seluas kelas kita. Punya banyak koleksi barbie juga. Ah, hidupnya sangat sempurna!"
"Terlahir dari keluarga kaya, orang tua yang penyayang, cantik pula---"
"Tapi sakit-sakitan! Aku yakin hidupnya pasti tidak akan lama! Karena hokinya susah diambil semua!"
Seru Teressa tiba-tiba. Sebab dia memang tidak suka pada Hana. Atau iri mungkin saja. Karena hidup Hana sangat sempurna dan dia tidak. Apalagi, Hana juga sering kali merugikan Joanna. Sahabat baiknya.
Dua hari kemudian.
Joanna menatap meja makan dengan wajah kesal. Karena di sana hanya ada semangkuk nasi keras dan telur saja. Sebab ibunya tidak sempat memasak karena harus kerja. Di pabrik plastik yang ada di dekat rumah.
Sedangkan ayahnya baru saja dititipkan saudara, karena dia memang sudah tidak bisa berjalan karena kecelakaan yang dialami pada beberapa tahun silam. Sehingga Liana yang dulunya seorang ibu rumah tangga harus mulai bekerja. Guna menghidupi suami dan anaknya.
Joanna mulai mengambil selembar uang yang sengaja Liana letakkan di atas meja. Sebab itu adalah uang sakunya. Lima ribu rupiah yang hanya bisa Joanna belikan nasi bungkus saja tanpa minuman. Karena dia memang tidak perlu menaiki kendaraan jika ingin pergi ke sekolah.
Ceklek...
Joanna mengunci pintu rumah setelah memasukkan sebotol air mineral ke dalam tas. Sekaligus memakan telur mata satu yang sedikit keasinan, tanpa nasi karena teksturnya sangat keras. Apalagi ini sudah siang dan Teressa sudah menunggu di depan.
"PR Bu Diandra sudah kamu kerjakan? Nanti aku lihat, ya?"
Joanna mengangguk singkat. Lalu mengeluarkan buku dari tas. Buku Bahasa Inggris tanpa sampul pada Teressa. Karena seperti biasa dia akan menyalin jawaban di jalan. Karena PR ini hanya memerlukan sedikit jawaban saja.