♡ 18. Kekecewaan, Kemarahan ♡

1 0 0
                                    

Tergesa-gesa seorang pemuda berbahan kekar hendak menuju sebuah ruangan. Tanpa mengetuk terlebih dahulu, ia langsung membuka pintu. Masuk dengan wajah penuh kekesalan dan menahan amarah.

"Apa maksudmu dengan genjatan senjata?" tanya pemuda itu dengan suara yang terdengar jelas amarah.

Lawan bicara si pemuda menatap tidak minat. Pekerjaannya yang menumpuk menjadi terganggu dan ia tidak suka hal ini.

"Derion, apa kau ingin mengkhianati kami? Pasukan kita sudah hampir siap. Strategi sudah disusun baik. Kenapa kau tidak mendiskusikan dahulu untuk melakukan gencatan senjata?" tanya pemuda kekar itu.

"Jika ingin mengajukan protes lakukan besok saat pertemuan," ucap Derion kembali mengerjakan pekerjaanya. Ah, tumpukan kertas di ruangannya tidak habis-habis. Ingin rasanya ia membakar semua tumpukan kertas itu.

Pemuda kekar mengepal tangannya. Jawaban macam apa itu? Dia ingin penjelasan saat ini juga. Jika memang harus besok, ia tidak akan datang sekarang.

Namun, pemuda kekar itu memilih undur diri. Dia masih sayang nyawa. Menghadapi Derion sendirian dengan rasa marah mendominasi, hanya merugikan dirinya. Sudah menebak ke mana alur akan tiba jika ia nekat mengajukan keberatan sekarang.

Pemuda kekar itu pergi dari ruangan Derion dengan amarah memenuhi dirinya. Masih tidak habis pikir kenapa pemimpin mereka melakukan genjatan senjata tanpa berdiskusi dahulu. Tanpa memberitahu setiap wakil ras yang berada di bawah ke pemimpinannya secara langsung. Melainkan melalui orang lain yang tidak mereka hormati.

"Keluarlah Yona," ucap Derion dengan suara rendah. Terlihat sekali ia butuh istirahat dari suaranya.

Yona keluar dari persembunyiannya di balkon. Melangkah kecil menuju sofa yang berada di depan meja kerja Derion. Mendaratkan bokong ke sofa hitam sambil menyenderkan badannya pada senderan sofa. Menyilangkan kaki sehingga dress hitam dengan belahan tinggi sampai paha, memperlihat pahanya.

"Kali ini kau keterlaluan, Derion," ujar Yona sambil menatap Derion.

"Ini masalah serius, kenapa tidak didiskusikan dengan kami dahulu?" tanya Yona.

Derion balik menatap Yona. "Besok rapat, kita akan diskusikan besok," jawabnya.

Terdengar helaan napas dari Yona. Gadis pemimpin ras vampire itu sungguh angkat tangan dengan sikap Derion. Otaknya semakin pusing memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi besok.

"Der, apa ini ada kaitannya dengan gadismu?" tanya Yona menebak-nebak.

"Ya," jawab Derion singkat tanpa memberikan penjelasan lebih agar setidaknya Yona bisa berpihak kepadanya.

Lagi, Yona menghela napas. Ini bukan seperti Derion. Derion yang ia kenal tidak akan melakukan sesuatu demi orang lain. Sudahlah. Ia tidak mau terlalu memikirkan perubahan Derion. Menambah pikiran saja.





Di kastil tempat Alsa tinggal masih terlihat sibuk. Padahal hari sudah mulai larut. Setelah kepulangan Raja Iblis, penghuni kastil tidak bisa untuk berdiam diri. Banyak hal yang kini hadir di pikiran mereka.

Terutama Zen. Sedari tadi memikirkan bagaimana cara agar Alsa tidak dilibatkan. Bagaimana cara agar genjatan senjata tetap terlaksana tanpa memenuhi persyaratan dari Raja Iblis.

Genjatan Senjata yang diusulkan Raja Iblis sangatlah menarik bagi pihak mereka. Mendengar kabar bahwa ras vampire, werewolf, orc dan banyak ras lain bersatu pada pihak musuh membuat Kerajaan tidak terlalu yakin bisa memang. Apalagi mereka hanya terdiri dari ras manusia dan elf. Sisa ras memilih netral karena tidak ingin terkena banyak dampak peperangan.

Masih mengganjal pikiran Zen sebenarnya. Apa tujuan Raja Iblis meminta Alsa. Ia tahu Alsa berpotensi besar, tetapi tidak banyak bisa membantu pihak musuh. Hal yang Zen takuti adalah, Alsa dijadikan budak dan dipertontonkan tidak hormat di sana. Sebagai bukti bahwa pihak musuh lebih unggul karena bisa menawarkan genjatan senjata. Semacam peringatan bahwa pihak mereka tidak akan bisa menang.

"Astaga, ini membingungkan," ujar Zen sambil memegangi kepalanya.

Zen berjalan ke arah jendela. Menatap lurus ke depan dengan pikiran sibuk memikirkan masalah tersebut. Angin malam yang sejuk, setidaknya bisa membuat ia lebih tenang.

"Zen," panggil suata yang Zen kenali. Ia lantas menoleh ke samping kiri.

"Aku sudah dengar kabarnya dari Leon. Raja Iblis meminta Alsa sebagia persyaratan. Kita--" Orang yang memanggil Zen tidak melanjutkan ucapannya. Ia menunduk menatap lantai bewarna cokelat gelap. Tangannya terkepal kuat menahan marah atas permintaan Raja Iblis.

"Tenanglah, Re. Alsa akan baik-baik saja. Sebisa mungkin aku akan melindunginya," ucap Zen sambil mendaratkan tangan di bahu kiri Re. Ia sangat mengerti perasaan sang teman yang khawatir dengan Alsa.

"Besok aku akan berdiskusi dengan pihak istana. Mencari jalan keluar untuk permasalah ini," lanjut Zen.

Re hanya mengangguk lemah sebagai balasan. Ia masih menatap lantai. Tidak bisa berhenti khawatir dengan Alsa.



Kediaman ras manusia hewan, tepatnya kediaman pemimpin mereka tengah gaduh. Pemimpinnya terus-menerus menjatuhkan barang yang dapat ia jangkau. Meluapkan amarah yang tertahan sejak tadi.

"Hery," panggil sang pemimpin sedikit berteriak.

Hery langsung menghampiri sang Tuan ketika namanya dipanggil. "Iya, Tuan."

"Katakan kepada lima jari untuk bersiap-siap malam ini. Perintahkan mereka untuk berangkat tengah malam menuju daerah musuh. Kita akan langsung menyerang kastil depan," ucap sang pemimpin.

Lima jari adalah unggulan manusia hewan. Berada langsung di bawah didikan pemimpin mereka. Lulus dari akademi dengan nilai sempurna baik di bidang sihir dan fisik. Disegani kaumnya sendiri.

Namun, dari mereka berlima, hanya satu yang memiliki rasa rendah diri. Sisanya memandang rendah orang lain, bahkan teman mereka sendiri. Merasa sangat hebat karena bisa menempati posisi lima jari.

"Baik Tuan." Hery menunduk sejenak lalu pergi dari ruang kerja Tuan-nya. Segera ingin mengabarkan perintah sang Tuan.

Selepas kepergian Hery, amarah sang pemimpin belumlah reda. Ia masih melemparkan barang sambil mencari maki pimpinannya.

"Derion sialan!" teriak sang pemimpin sambil mencampakkan kotak kayu kecil ke arah dinding.

"Kau ingin menghancurkan kerja kerasku selama beberapa bulan ini?" Lagi sang pemimpin melempar kotak berikutnya.

"Aku tidak akan berhenti menyerang pihak kerajaan. Aku akan menyerang duluan sehingga genjatan senjata tidak akan terjadi." Kotak berikutnya sang pemimpin lempar lagi, kali ini melewati kaca jendela. Membuat kaca pecah dengan suara nyaring.

Lemparan kotak terakhir itu menjadi aksi terakhir sanh pemimpin. Napasnya tidak beraturan. Perlahan ia mengontrol napas dan menjernihkan pikirkan.

"Lihat saja, perang ini tetap akan terjadi," ucap sang pemimpin sangat yakin.

Sang pemimpin melihat ruangannya. Sungguh berantakan. Terakhir kali seperti ini saat ia tidak mendapatkan desa Utara saat penyergapan. Malahan diambil alih oleh Derion yang tidak ada kontribusi apa-apa. Hah! Lagi-lagi karena Derion. Bisakah pemuda bermata merah itu berhenti menganggu hidupnya?

"Derion. Derion. Derion. Aku sangat muak denganmu," ucap sang pemimpin sambil mengepal tangannya.

"Lihat saja! Kau akan lengser dari jabatanmu," lanjutnya menatap nyalang jendela pecah yang menyisahkan beberap serpihan kaca pada bingkai kayu.

Bersambung...

Akhirnya update lagi. Wahh sudah mau mendekati konflik nihh. Ayo ayo tetap Setia membaca cerita sederhana ini. Luv uu yang udah mau mampir ><

9 November 2022

Meet Because of the Light Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang